Part 19 : Wherever You Are

517 91 9
                                    


Beautiful Pain - BTOB

***

Tangan Haruto terkepal, dia meremat kuat ponsel di genggamannya. Panggilan masuk terdengar, tetapi Haruto enggan membalasnya. Dia mematikan panggilan tersebut. Notifikasi pesan masuk bermunculan di ponsel pemuda tersebut. Matanya menatap tajam sebelum tangan Haruto bergerak memblokir nomor tersebut. Nomor Jaehyuk.

"I don't believe you."

Dia kembali masuk ke dalam kamar Asahi. Sang kakak tengah duduk di atas tempat tidurnya dengan pandangan kosong. Air matanya masih mengalir dengan deras, matanya bengkak memerah. Haruto tidak tahu sejak kapan Asahi sudah menangis. Namun, dia tahu semenjak Jaehyuk pulang, Asahi menangisi pemuda itu. Hingga sekarang, kakaknya harus diberi kabar buruk.

Koper besar sudah rapi di samping tempat tidur. Pakaian-pakaian, canvas, sketchbook, palet, cat air, dan segala yang berhubungan dengan melukis dibawa semua oleh Asahi. Karena dia tidak tahu kapan bisa kembali. Karena dia tidak tahu kapan dia bisa melukis lagi. Satu-satunya hal yang bisa meluapkan emosinya hanyalah lukisan tersebut.

Haruto mendekati Asahi lalu menariknya ke dalam pelukan. Tangis Asahi kembali pecah. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain memeluknya dan mengusap punggungnya. Haruto tahu Asahi sudah hancur sejak dia dilahirkan. Putra sulung keluarga yang tidak pernah diharapkan karena penyakitnya. Satu hal yang tidak diketahui olehnya, untuk apa mereka masih mempertahankan Asahi jika yang mereka lakukan hanyalah memberi luka?

Asahi mengidap albino, Asahi memiliki jantung yang lemah, Asahi memiliki banyak traumatik karena kekurangan yang dia miliki. Keluarga yang bisa dia harapkan sebagai obat untuk rasa sakit malah menjadi alasan utamanya memiliki rasa sakit. Lalu Asahi bertemu dengan Jaehyuk. Seseorang yang dapat mengobati rasa sakitnya, tetapi dia lupa bahwa tugas Jaehyuk hanya mengobati lukanya. Bukan membantunya keluar dari sumber luka.

"Habis ini kita pergi, Kak," ujar Haruto menenangkan. Suaranya terdengar bergetar. "Setelah ini Kak Asa bebas lihat dunia luar. Ayo, Kak."

Haruto membantu Asahi keluar dari kamar. Sambil menyeret dua koper besar mereka turun di lantai bawah. Ada Yuta dan Sana yang tampak berdebat di sana. Haruto sudah tidak peduli lagi. Dia hanya ingin keluar dari neraka yang disembunyikan oleh kata keluarga.

"Haruto! Mau ke mana kamu?" tanya Sana begitu melihat kedua putranya turun.

Asahi memeluk Haruto kian erat. Dia tidak bisa mendengar bentakan seseorang. "Pergi dari sini. Mama enggak perlu tahu aku bakal ke mana."

"Gila kamu?! Bentar lagi ujian, kamu harusnya belajar bukan malah keluyuran apalagi ngurusin beban kayak kakakmu itu!" bentak Sana.

"Belajar, belajar, belajar! Haruto muak sama belajar! Kapan Mama puas sama hasil yang aku raih? Apa enggak cukup semua piala, medali, dan penghargaan yang aku kasih? Mama serakah!" balas Haruto. Tubuhnya bergetar, dia takut sekali bila tubuhnya kembali mendapatkan pukulan. "Dan asal Mama tahu, Kak Asa bukan beban. Dia anak Mama."

"Berani kamu ngelawan Mama?!" Tangan Sana terangkat, tetapi sebelum tangan itu turun di tubuh Haruto seseorang menahannya.

Yuta menatap istrinya tajam. "Cukup, Sana! Mereka anak kamu, meskipun mereka belum sempurna harusnya kamu bersyukur." Dia tampak begitu marah. "Kita cerai," putusnya membuat semua orang di sana tercengang.

Sana melotot. "Apa maksud kamu? Gila, ya kamu?!"

Yuta menggeleng lalu mendekati Haruto dan Asahi untuk merangkul mereka berdua. Dia bisa melihat wajah kedua putranya terlihat begitu pucat sirat akan ketakutan. Bahkan dia bisa melihat baik Haruto atau Asahi sama-sama gemetar. Dia tidak pernah membayangkan jika kedua anaknya akan takut pada orang yang sudah melahirkan juga membesarkan mereka.

[✓] How Can I Love You [Jaesahi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang