Halo, assalamu'alaikum!
Aku up pas malem takbiran nih wkwk
Ada yang kurban? Jangan ngorbanin perasaan ya:(
Cuss baca part ini, vote + komennya ditunggu
••••••
"Serius?! Dia nembak kamu di kuburan?"Sheina agak tercengang mendengar penuturan Febby.
Katanya 3 tahun yang lalu Ryan mengungkapkan perasaannya di sebuah tempat yang angker. Yap, kuburan.
Tempatnya itu loh, kenapa harus kuburan? Nanti kalau mba kunti, tuyul, pocong dan makhluk sebangsanya ngeliat gimana?
Dan mengapa Febby mau menerima pria ga waras gitu?
"Iya, bener. Aku pernah nanya alesannya apa. Dia cuma bilang biar beda sama orang lain," ujar Febby sambil menyeruput jus alpukatnya.
"Terus kamu kenapa nerima?"
Entah kenapa Sheina jadi penasaran begini. Berjuta-juta pertanyaan memaksanya untuk terus bertanya.
"Menurut aku, Ryan itu unik."
"Aneh, bukan unik." Ralat Sheina di dalam hatinya.
Bel pulang sekolah sebenarnya sudah berbunyi 10 menit lalu, tetapi Sheina sengaja mengulur waktu agar tak berdesak-desakan saat keluar gerbang.
Sheina juga rela kakinya pegal karena menunggu Ryan muncul. Lebih tepatnya menemani Febby menemui Ryan.
Dua pasangan paling aneh yang pernah Sheina jumpai.
"Eh itu Ryan. Ayo ke sana," ajak Febby seraya menarik lengan Sheina.
Mereka berlari mengejar Ryan di lapangan basket. Kalau Febby bukan temannya, mungkin Sheina ogah lari seperti itu.
"Lah kamu belom pulang?" tanya Ryan yang kini penampilannya telah berganti mengenakan baju olahraga.
"Nunggu kamu."
Kalian pasti tahu isi hati Sheina sekarang. Melihat orang lain berpacaran itu menyakitkan, sementara dia sendiri jomblo.
"Drama apalagi ini? Kuatkan hati hambamu ini," batin Sheina.
"Kamu lupa kalo aku hari ini ada ekskul basket? Kamu pulang duluan aja." Ryan terkekeh pelan.
"Yaudah, aku tungguin kamu," balas Febby tetap pada pendiriannya.
"Gausah, nanti kelamaan. Kamu pulang bareng sama anak gembel ini ya," jawab Ryan sembari menunjuk Sheina.
Tunggu! Ryan menyebut Sheina 'anak gembel'. Bener-bener minta ditampol. Sabar Sheina.
"Udah, ekskul-nya mau mulai. Bye sayang, jangan lupa makan." Ryan melambaikan tangannya.
Febby hanya terdiam ketika punggung Ryan mulai menjauh ke sisi kiri lapangan.
****
Di gerbang puluhan murid saling dorong-mendorong agar bisa pulang lebih cepat.
Perkiraan Sheina kali ini meleset, nyatanya sampai 15 menit setelah bel pun kondisinya masih ramai seperti lautan manusia.
"Rame banget," ucap Sheina lesu. Seluruh tubuhnya seakan-akan tak sanggup bergerak.
"Aku tau jalan pintas. Kita ga harus lewatin gerbang ini. Mau ikut?"
Tawaran Febby menarik perhatian Sheina, ia pun menuruti tanpa bertanya terlebih dahulu.
Febby menuntun tangan Sheina agar tak terlepas akibat banyaknya orang di sana.
Sampai lah mereka di gudang sekolah. Pencahyaan yang minim dan buku-buku berserakan semakin menambah kesan horor.
Sekedar info, gudang SMA Pertiwi berbeda dengan sekolah lain. Di sini gudangnya hanya terdapat lemari kayu tua yang berisikan buku lama.
"Mana jalan pintasnya?" Sheina bertanya agak takut, sedangkan Febby terlihat biasa saja.
"Itu." Febby menunjuk lurus ke depan.
Tepat di hadapan mereka ada jalan yang cukup dilewati oleh satu orang. Jalannya begitu sempit. Bisa dibilang itu bukan jalan, melainkan lorong.
Sejenak Sheina mempertimbangkan keputusannya untuk melewati lorong ini. Lebih baik berdesakan di gerbang daripada harus seperti ini.
"Ayo!"
Dengan cekatan Febby menarik kembali tangan Sheina. Ia berjalan selangkah di depan, melewati lemari tua yang bersandar di dinding bercat hijau.
Susah payah Sheina meneguk saliva-nya, takut kalau tiba-tiba 'sesuatu' mengejutkan dirinya.
"Feb, tungguin," desis Sheina memohon.
Pasalnya di sini sangat gelap, setitik cahaya pun tidak ada. Sheina merutuki diri sendiri kenapa ia mau diajak ke sini?
1 menit terasa begitu lama. Mereka menyusuri lorong yang dipenuhi kotoran tikus. Di sebelah kanan terlihat jelas selokan yang sudah tak terurus.
Manik mata Sheina tertuju ke sebuah gundukan tanah yang mengeluarkan bau aneh.
Sheina berhenti sebentar, kemudian ia mengamati sekilas.
"Apa ini?"
"Shen, jangan sentuh apapun. Ayo jalan lagi biar cepet keluar," titah Febby.
Sheina mengangguk tanda mengerti. Sebenarnya ia juga tak mau berlama-lama di tempat begini.
Sinar matahari sore berada di ujung, ini pertanda bahwa mereka telah keluar lorong.
Akhirnya Sheina bisa bernapas lega, jantungnya hampir copot tadi.
Benar kata Febby, itu memang jalan pintas. Buktinya mereka sekarang sudah ada di depan gerbang. Sepertinya lorong tadi mengitari SMA Pertiwi.
"Jalan pintas itu cuma kamu yang tau?"
Febby menggeleng.
"Ryan sama Nara juga tau."
"Setiap hari lewati situ?"
"Kalo keadaan mendesak atau buru-buru."
Gila sih! Berani banget.
"Oh iya, Nara mana?" Sheina baru teringat.
"Dia hari ini ekskul."
Drttt .... Drttt ....
Handphone Sheina bergetar. Sesegera mungkin ia melihatnya.
Notifikasi dari Rey, tumben si om duda ngechat.
Om Duda
P
Salam dulu
Sheina menghela napasnya. Kebiasaan abangnya kalau chat pasti pertama pakai "p", ga bisa salam gitu?
Awas saja jika chatnya tidak penting! Membuang waktu berharga Sheina.
Om Duda
Assalamu'alaikum adekku
Waalaikumsalam
Gausah manggil adek, jijik.
Gue jemput ya
Ada yang mau diomongin
TO BE CONTINUED~
Selamat hari raya Idul Adha
Yeyy akhirnya bisa makan daging 😭
Jangan lupa tinggalkan jejakmu kawand!
Byee😙
KAMU SEDANG MEMBACA
MEREKA DI SINI [TAMAT]
HorrorSheina Arsilia, gadis SMA yang terpaksa tinggal sendiri di rumah pemberian sang paman. Setiap hari ia lewati bersama 'mereka'. Peristiwa mengerikan dimulai ketika ia dan Rey-kakaknya-memutuskan untuk mencari keberadaan ayah mereka yang sudah menghil...