👻MDS 14 || Keanehan

4.4K 644 43
                                    

Terima kasih untuk kamu yang masih stay di sini. Gapapa, vote dikit tapi punya pembaca setia, eakk.

Maap, lagi sad nii😭

•••••••




"Mau kemana?" tanya Sheina selepas rentetan kejadian yang menimpanya dari pagi hingga malam begini.

Usai lampu di rumah yang tiba-tiba padam, kini mereka keluar menaiki motor Rey. Rupanya, tadi token listrik sudah habis, makanya lampu bisa mati.

Rey melajukan motornya lumayan kencang, berbelok ke tikungan sebelah kiri memasuki gang bertuliskan "Jalan Kuyang II".

Sheina membacanya sekilas, nama jalannya bikin merinding. Bagaimana dengan warga di sini? Apakah tampang mereka seram sehingga nama jalannya jadi seperti ini?

Motor berhenti tepat di halaman rumah mewah. Tanaman yang tertata rapi, arsitektur yang modern, dan pilar-pilar besar menyambut kedatangan kakak beradik itu.

Sheina berpikir bahwa Rey membawanya ke salah satu rumah pejabat. Karena memang bangunan semewah itu cocok ditempati kalangan artis atau pejabat terkenal.

"Gila! Ini kalo ngepel lantainya ga cape apa?" Sheina berdecak kagum menatap sekeliling.

"Pasti ada pembantu lah. Gausah norak gitu," ucap Rey ketus.

Mereka berjalan memasuki halaman depan yang luas. Tetapi aneh, gerbang utama tak dikunci dan juga tak ada security yang berjaga. Wahh maling bisa bebas keluar masuk nih!

"Ketok pintunya," perintah Rey pada Sheina yang masih terkesiap memandangi benda-benda mewah di sekitarnya.

"Itu 'kan ada bel! Ternyata lo lebih norak."

Jari telunjuk Sheina memencet bel yang tertempel di dinding dekat pintu.

Ting tong ....

Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu sang pemilik rumah keluar.

Seorang pria tua mengenakan pakaian serba hitam ditambah jenggot putih panjang berhasil membuat Sheina ngeri.

Dia menatap dua orang kakak beradik itu secara bergantian.

"Silahkan masuk."

Perasaan Sheina campur aduk saat melangkah, heran serta takut. Penampilan bapak itu mirip seperti dukun atau sejenisnya.

Tanpa basa-basi Sheina duduk di sofa putih. Ruangan di dalam pun tak kalah mewah, semuanya bernuansa putih.

"Siapa yang suruh kamu duduk?" tanyanya sambil melotot ke arah Sheina.

"Emang harus ada yang nyuruh, Pak?"

"Na!" Rey sengaja menyenggol lengan Sheina agar ia berdiri kembali.

Sheina menuruti arahan abangnya, sementara si bapak aneh itu malah duduk sendiri.

"Kalian jangan sentuh apapun karena semua barang di sini mahal. Kamu tau? Sofa di belakang kamu itu bertabur emas, harganya ratusan juta."

Sheina melirikkan matanya sekilas. "Ga peduli," desisnya pelan.

"Bahkan vas bunga di hadapan kalian saya beli 2 miliar," timpalnya.

Telinga Sheina sedari tadi sudah panas mendengarkan celotehan tak berfaedah itu. Sebenarnya dia pamer atau sekedar memberitahu saja?

"Maaf, Pak. Tujuan kita kesini bukan buat dengerin ...." Sheina buka suara sebab tak tahan lagi.

"Jangan panggil saya pak."

"Terus apa? Om? Kakek? Uyut? Mas? Akang?"

Kedua kali, Rey menyikut kasar lengan Sheina, menyuruhnya diam. Kemudian Rey mulai berbicara.

"Jadi gini, Mbah. Saya yang tadi sore dateng ke sini."

"Kamu tidak perlu memberitahu, saya sudah tahu maksud dan tujuan kamu kemari. Saya ini orang sakti, masa depan pun saya tau," ucapnya memotong omongan Rey.

Sheina yang semula menunduk, kini mendongakkan kepalanya bersemangat. "Kalo gitu bapak pasti tau siapa jodoh saya! Kira-kira siapa pak?"

Mbah dukun itu memejamkan matanya, mungkin ia sedang menelisik masa depan Sheina dan mencari jawaban.

"Tidak ada."

"Hah? Maksudnya?"

"Saya tidak dapat menemukan siapa jodoh kamu."

"Cih! Tadi sombong katanya bisa tau masa depan orang," batin Sheina.

Segera Rey mengalihkan topik pembicaraan yang mulai ngawur ini karena tujuan ia mendatangi dukun itu untuk bertanya mengenai masalah Sheina.

"Mbah, kasih tau cara biar hantu di rumah saya ga ganggu lagi dan hilangin kemampuan adik saya," ujar Rey mantap, sedangkan Sheina melongo mendengar perkataan Rey.

"Gampang, kamu cuma perlu siapkan satu lilin dan cari ruangan kosong yang sudah lama tak dipakai. Kemudian laksanakan ritual pemanggilan arwah, lalu bicaralah pada 'dia' yang mengganggumu," jelasnya panjang lebar.

Sheina mundur selangkah, penjelasan dukun itu agak menyeramkan.

"Dan ... masalah kemampuan adikmu, saya ga bisa bantu. Itu sudah takdir, dia istimewa. Tapi hati-hati kalau ada makhluk yang meminta pertolongan, tak semua makhluk itu berniat baik."

Sheina meremas kuat jaket Rey, perasaan dia tidak enak berada di tempat ini. Apalagi saat dukun itu terus memandangnya.

"Sekarang kalian cepatlah pulang, ini hampir larut malam. Jangan lupa praktekkan yang saya beritahu tadi."

Rey mengangguk mengerti, ia keluar lebih dulu dibanding Sheina.

Lantas Sheina buru-buru keluar, membuka handle pintu berwarna putih dengan ukuran besar itu. Tetapi tangan seseorang mencegahnya.

"Tunggu sebentar!"

Terpaksa kepala Sheina menoleh. Dukun itu ... berdiri menggenggam sebuah pisau berukuran sedang.

"A-ada apa?" Nada suara Sheina semakin gemetar, menandakan ia ketakutan.

"Bawa ini kalau kamu pergi. Ingat! Jangan sampai kamu salah memilih jalan hidupmu."

Pria itu memasukkan pisau ke dalam plastik hitam, lalu memberikannya kepada Sheina.


©MEREKA DI SINI

MEREKA DI SINI [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang