"Pelakunya masih ada di sini."
Semua mata tertuju pada satu orang, yaitu Sheina. Ia menyela perkataan sang inspektur. Kata "pelaku" mengartikan bahwa kejadian ini adalah pembunuhan.
"Ya, kami dari pihak kepolisian menduga kalau insiden ini sudah direncanakan seseorang, entah siapa dan apa motifnya. Maka dari itu, kami meminta kerjasama kalian," sambung inspektur.
Ada satu hal yang mengganggu pikiran Sheina. Jas itu ... jas yang ia temukan di toilet. Mana mungkin ada orang yang sengaja membuang sebuah jas, apalagi masih layak pakai.
"Kami tadi menemukan kejanggalan atas kematiannya dan kami ingin menginterogasi beberapa orang yang mungkin berada di dekatnya saat kejadian itu."
Para pengunjung masih terkejut hingga membuat keadaan ricuh kembali, ada orang yang sedang berbisik satu sama lain atau ada juga yang hanya melamun tak mengerti situasi, contohnya Ryan.
Pria dengan tubuh berbalut jaket itu hanya menyimak sambil mendengarkan musik lewat earphone, entah sejak kapan ia memakainya. Apapun kondisinya, santai adalah hal terpenting bagi Ryan.
"Diharap tenang dahulu, kami dari pihak kepolisian akan memeriksa barang-barang yang kalian bawa satu persatu," kata inspektur lagi.
"Bapak yakin bisa meriksa semuanya? Kurang lebih ada ratusan orang di sini, ditambah mereka juga mempunyai urusan tersendiri. Kenapa bapak ga periksa orang-orang yang berada di dekatnya saja?" tanya Sheina dengan ekspresi santai. Mungkin dia sudah melupakan darah tadi.
Satu orang di belakang Sheina bersuara membetulkan perkataan Sheina, "Betul, Pak. Kami punya urusan masing-masing, apalagi saya harus ke kantor cepat-cepat."
"Dan juga ... jangan lupa periksa orang yang memainkan handphone saat kecelakaan terjadi," ucap Sheina kembali.
👻👻👻
17 orang berkumpul di dekat TKP. Orang-orang ini adalah yang dicurigai sebagai pelaku berdasarkan dari rekaman CCTV di sana. Termasuk Sheina dan Ryan. Sudah pasti mereka juga termasuk, mengingat keberadaan mereka yang berdiri tak jauh dari korban. Sementara 15 orang lainnya dicurigai karena memainkan handphone saat kejadian.
Mustahil rasanya hanya ada 15 orang yang bermain ponsel, tapi memang itu kenyataannya.
Inspektur Gerald bersama polisi lainnya mulai menginterogasi, kini tiba giliran Ryan.
Pria itu masih setia mendengarkan lagu lewat earphone sampai polisi memanggil pun ia tak mendengarnya. Pak inspektur akhirnya menghampiri Ryan.
"Kamu dari tadi saya panggil dengar tidak?! Mau saya tembak?" seru pak inspektur sambil mengacungkan pistolnya ke wajah Ryan.
Sontak Ryan mencopot earphone-nya dan melihat ke arah polisi dengan ekspresi terkejut. "Buset, gausah nembak saya juga, pak. Nanti saya mati, emak saya nanyain kenapa anaknya yang ganteng ini ga pulang-pulang?"
"Nama kamu siapa?" tanya pak inspektur to the point. Sepertinya ia malas berbicara lama-lama dengan Ryan.
"Ryandy Pratama Putra bin Suryono."
"Saya ga perlu tau nama bapak kamu."
"Siapa tau bapak mau kenalan sama ayah saya, jadi saya kasih tau namanya. Bapak juga bisa mutualan instagram, cari aja Sur_yono, baru bikin," jawab Ryan semakin membuat polisi kesal. Kok bisa ada makhluk kayak dia?
"Diam! Kamu boleh bicara ketika jawab pertanyaan saya saja."
"Y."
Inspektur Gerald menyuruh bawahannya untuk mencatat nama Ryan dan apa saja jawabannya saat diinterogasi. Pertanyaan pertama pun dimulai.
"Apa tujuan kamu ke stasiun? Kelihatannya kamu masih anak sekolah dan ini adalah jam sekolah, kenapa kamu kesini? Bolos?"
"Ga bolos, udah izin ke guru juga. Saya kesini buat nemenin dia ke rumah omnya." Ryan menunjuk Sheina.
"Kamu ada dimana sebelum kejadian?"
"Sekitar 20 menit sebelumnya, saya sempet ke toilet. Bapak-bapak tukang sapu itu juga liat, dia keluar dari toilet perempuan. Mungkin salah masuk toilet."
Sekilas pak inspektur memperhatikan si tukang sapu yang sedang mengobrol dengan pengunjung lainnya, ia sudah diinterogasi tadi. Memang katanya ia salah memasuki toilet.
Namun, sayangnya di dekat toilet tidak terpasang CCTV. Di stasiun ini CCTV memang belum lengkap.
"Sheina Arsilia." Sheina menyebutkan namanya sendiri sebelum polisi bertanya, ia merupakan orang terakhir yang diinterogasi.
"Tujuan saya kesini sama kayak Ryan. Sebelum kejadian, saya ga kemana-mana. Saya juga sempat ngobrol sama korban, meskipun dia selalu liat handphone, tapi orangnya ramah. Dia bilang mau naik kereta karena ada pekerjaan mendadak dan juga ... dia bukan orang Indonesia," tutur Sheina memberi informasi.
Pak inspektur menghela napas, ia memijat pelipisnya sendiri. Mungkin ia merasa sedikit pusing untuk memecahkan kasus ini.
Sheina yang mengerti keadaan itu langsung memberikan saran yang jenius. Ia mendekati pak inspektur, lalu berbicara dengan pria paruh baya tersebut.
"Saya punya saran, menurut saya yang harus dicurigai hanya 5 orang, sementara yang lainnya boleh pergi dari sini." Ucapan Sheina tentu membuat inspektur Gerald mengangkat kembali kepalanya dan melihat ke arah Sheina dengan ekspresi heran.
•oOo•
Tersisa 5 orang di TKP, diantaranya ada Sheina, Ryan, tukang sapu stasiun, pemuda berpenampilan seperti preman, dan pria berjas hitam.
Kini identitas korban sudah diketahui, ia berkewarganegaraan Korea Selatan, tetapi sering ke Indonesia untuk menjalankan bisnisnya. Maka, tak salah jika Sheina meminta hanya 5 orang yang patut dicurigai.
Pihak kepolisian telah memeriksa area dekat jasad korban dan menemukan pecahan handphone. Hal itu membuktikan bahwa sebelum meninggal, korban sempat memainkan handphone seperti kata Sheina.
"Semuanya udah diperiksa, sekarang gue mau pergi," ucap pemuda berpenampilan seperti preman lengkap dengan rambut ala anak punk. Dari leher hingga tangan tergambar jelas tato yang semakin membuatnya tampak seram.
"Tunggu, penyelidikan ini belum selesai," cegah inspektur.
"URUSANNYA APA SAMA GUE?" Suara preman itu melengking.
"DIAM!" bentak inspektur sembari mengacungkan pistolnya.
"LO MAU TEMBAK GUE? GA TAKUT! BAPAK GUE TENTARA, GUE BISA LAPORIN KE DIA!"
"Tenang, Pak." Polisi lainnya ikut menenangkan inspektur Gerald, perlahan ia menurunkan pistol.
"Jangan egois jadi orang, kita semua di sini juga punya kesibukan, tapi masih sabar nunggu karena penyelidikan ini penting. Sekarang gue tanya, emang bapak lo bakal belain lo kalo dia tau sikap anaknya kayak gini?" sela Sheina.
"Mending diem kalo gabisa bantu apa-apa, jangan kek gini, jadinya lo keliatan bodoh," lanjut Sheina masih dengan sikap santainya.
"Brengs*k!" umpat pria itu.
Suasana hening, kelima orang beserta polisi sepertinya sudah menyerah menangani kasus yang lumayan sulit ini.
"Maaf, mau tanya, setelah ini apa yang kita lakukan?" tanya seorang pria berjas.
"Karena masing-masing dari kalian punya kesibukan, jadi saya putuskan bahwa penyelidikan untuk hari ini sampai sini dulu, besok akan dilanjut. Kalian boleh per ..." Kalimat inspektur Gerald terpotong oleh ucapan seseorang.
"Tunggu! Saya tau siapa pelakunya."
©MEREKA DI SINI
Udah sebulan ga up, hm. Sebenernya hiatus karena seminggu sakit + 3 minggunya males awokawok. Jgn lupa vote + komen :)
By: Agen Intel
22:40.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEREKA DI SINI [TAMAT]
HorrorSheina Arsilia, gadis SMA yang terpaksa tinggal sendiri di rumah pemberian sang paman. Setiap hari ia lewati bersama 'mereka'. Peristiwa mengerikan dimulai ketika ia dan Rey-kakaknya-memutuskan untuk mencari keberadaan ayah mereka yang sudah menghil...