Tengah malam, di saat orang-orang terlelap tidur, justru Sheina terbangun. Ada satu hal yang dia lupakan, tapi mengapa harus malam-malam begini ingatannya berfungsi dengan baik?
Langkah gontai Sheina menelusuri ruang tamu serta dapur, lalu menaiki tangga untuk sampai ke kamar Rey.
Ya, kamar Rey menjadi tujuannya. Sheina lupa memberikan gelang dan foto tadi saking asyiknya membaca novel, sebenarnya karena ada Ryan juga. Pria itu pulang dari rumah Sheina sekitar pukul 20:00, sekalian menumpang makan malam. Jadilah kepala Sheina tadi pusing sekali melihat perdebatan di meja makan, apapun mereka debatkan.
Sesampainya di depan pintu kamar Rey, Sheina mengetuknya pelan.
"Bang," panggilnya. Namun tidak ada sahutan. Apa mungkin Rey sudah tertidur pulas?
Sheina iseng memutar knop. Seketika pintu terbuka lebar, berarti Rey tidak menguncinya. Di dalam pun lampu tak dimatikan, lemari pakaian juga terbuka, menampilkan pakaian-pakaian Rey yang berserakan sampai ke kasur. Tetapi orang yang Sheina cari tidak ada.
"Lampu kamar ga dimatiin, bajunya berantakan lagi. Bang Rey itu orang apa bukan?" gerutu Sheina. Mau tak mau ia harus membereskan semuanya.
20 menit berlalu, akhirnya pekerjaan Sheina selesai lebih cepat dari perkiraan. Sekarang kamar Rey telah rapi.
Niat Sheina untuk memberikan kedua benda tadi diurungkan karena Rey tak kunjung pulang. Sheina bersiap mematikan lampu, namun manik matanya mendadak melirik pada sebuah buku tulis yang sebelumnya ia letakkan di atas nakas.
"Ini punya Bang Rey? Sejak kapan dia rajin nulis?"
Lembaran pertama Sheina buka, sederet tulisan tangan Rey yang mirip seperti tulisan dokter menghiasi kertas putih itu. Meskipun tidak begitu jelas, tapi Sheina dapat memahami tulisan Rey.
Rencana pencarian tempat tinggal ayah
Sheina membaca dengan teliti tanpa melewatkan satu huruf. Ternyata buku ini berisi rencana Rey untuk menemukan keberadaan ayah mereka. Rey juga menulis petunjuk-petunjuk kecil yang mungkin bisa membantu.
Jadi, selama ini walaupun Rey bersikap seolah tidak peduli lagi terhadap ayahnya yang sudah berbuat kejam padanya, tapi ia masih berusaha mencari. Hal ini menyadarkan Sheina pada sifat manusia yang ketiga, yaitu 'rela melakukan apapun demi orang tersayang, meski ia sudah banyak membuat luka'.
"Lo ngapain ke kamar gue?"
Tiba-tiba Rey muncul. Ia mengenakan jaket hitam, plus menenteng helm. Secepat kilat ia merebut buku yang Sheina baca.
"Ga usah nyentuh barang-barang gue."
"Emang abang beneran mau cari ayah? Katanya udah ga peduli lagi?"
"Keluar, gue mau tidur," usir Rey.
"Jawab dulu, Bang."
"SHEINA! GUE BILANG KELUAR DARI SINI!"
Baru pertama kali Rey membentak dan mengusir Sheina dengan lantang. Sebelumnya, semarah apapun Rey, dia tak pernah membentak Sheina.
Sheina memilih mundur, Rey tidak mau diajak bicara sekarang. Mungkin nanti dia bisa mencoba lagi.
"Yaudah, gue keluar. Niat gue masuk ke kamar lo buat ngasih ini, tadi ada anak kecil yang nitip terus suruh kasih ke lo."
Rey langsung berdiri setelah memperhatikan gelang serta foto pemberian seseorang itu beberapa detik.
"Dari siapa lo dapet ini?"
Sheina yang berada di ambang pintu membalikkan tubuhnya. "Gue ga tau nama dia, tapi katanya kalian sahabatan."
KAMU SEDANG MEMBACA
MEREKA DI SINI [TAMAT]
HorrorSheina Arsilia, gadis SMA yang terpaksa tinggal sendiri di rumah pemberian sang paman. Setiap hari ia lewati bersama 'mereka'. Peristiwa mengerikan dimulai ketika ia dan Rey-kakaknya-memutuskan untuk mencari keberadaan ayah mereka yang sudah menghil...