👻MDS 26 || Kasus Baru

3.8K 490 26
                                    

"Lo tinggal di sini?"

"Kadang-kadang doang kalo gue lagi males pulang ke rumah. Apartement ini udah jadi rumah kedua gue."

"Emang orang tua lo ga nyariin?"

"Buat apa mereka nyariin gue? Lo liat sendiri, 'kan? Hari ini aja mereka ga nelpon atau nanyain kabar gue."

Jeda.

"Gue cuma dianggap sebagai sampah di keluarga."

Percakapan kemarin masih menghiasi pikiran Sheina. Ekspresi Ryan saat mengatakan hal menyakitkan itu sangat serius. Sheina tahu apa yang lelaki itu rasakan meskipun baru kenal.

Siapapun orang di dunia ini pasti tidak mau dianggap sebagai sampah oleh orang lain, terlebih lagi dalam keluarga sendiri.

"Lo punya adek?"

"Punya, tapi dia udah meninggal karena kecelakaan. Awalnya, gue anggap itu kecelakaan murni. Ternyata orang tua gue udah rencanain. Mereka mikir kalo punya anak cuma nambahin beban. Gue ga tau kenapa mereka berpikir kek orang primitif, padahal mereka sarjana. Tapi dari situ juga gue tau kalo setiap manusia punya insting pembunuh. Makanya gue ga percaya manusia, walaupun keluarga gue sendiri."

Obrolan hangat sebelum senja di rumah Pak Surya ikut melintas dalam ingatan Sheina. Ia masih tak habis pikir dengan ucapan Ryan dan juga perbuatan orang tuanya.

Serumit inikah dunia?

Tok! Tok! Tok!

Sheina mengerjap begitu mendengar ketukan pintu. Siapa orang yang datang pagi-pagi begini?

"Ya? Ada perlu apa?" Jemari Sheina memutar knop, mendapati pria seumurannya yang mengenakan seragam sekolah tengah berdiri ditemani seorang perempuan.

"Amnesia lo? Ga inget ini hari apa? Sekolah woi!" seru Ryan sambil berkacak pinggang—sudah mirip seperti emak-emak yang membangunkan anaknya untuk sekolah.

Kedua tangan Sheina menutup telinga agar terlindung dari suara Ryan.

"Gue ga bawa seragam."

"Makanya pulang dulu, gue anterin."

Bukannya mengiyakan tawaran Ryan, justru Sheina fokus menatap perempuan di samping Ryan. Mata mereka bertemu sebentar. Setelahnya, Sheina mengalihkan pandang.

"L-lo ke sini sendirian?"

Dahi Ryan mengerut, "iyalah. Emang sama siapa lagi?"

Hening.

"Shen, jangan bilang lo—"

"Haha, ngga lah. Gue cuma bercanda," sela Sheina.

"Ayo cepet anterin gue," tambahnya.

*****

Tin ....
Tin ....
Tin ....

Bunyi klakson meraung-raung di jalanan. Ada banyak pengendara motor, mobil, serta angkutan umum ikut mengantre menunggu lampu merah berganti warna.

Sebagian pengguna roda dua lebih memilih menyalip kendaraan di depannya tanpa memikirkan keselamatan diri sendiri atau orang lain. Sifat manusia yang kedua; ingin menang sendiri.

MEREKA DI SINI [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang