Ketika murid lain berbondong-bondong untuk pulang, justru kedua orang ini malah berada di rooftop.
Ryan mengambil rokok serta korek api gas, kemudian menyalakannya. Dengan santai ia menghisap rokok tanpa takut dipergoki oleh guru. Sedangkan Sheina diam memperhatikan kelakuan Ryan. Ia jadi teringat pada Febby, bukankah Febby melarang Ryan merokok?
"Lo mau ngomong apa? Cepet, gue pengen pulang biar bisa belajar buat ulangan besok," ujar Sheina tak sabar sebab dari 10 menit lalu Ryan cuma berdiri memandang lapangan sekolah.
"Bentar, tunggu rokok gue abis."
"Kenapa harus nunggu rokok lo abis dulu?"
"Biar lo tambah kesel," ucap Ryan diselingi embusan napasnya beserta asap.
Sheina geram. Akhirnya ia mengambil paksa rokok yang berada di mulut Ryan, lalu melemparkannya ke bawah.
"Udah abis, 'kan?"
Bukannya marah, Ryan malah tersenyum puas. Ia menunjukkan kotak kecil yang berisi rokok. "Ini apa?"
Sheina menghentakkan kaki sebal. "Yaudah, gue pulang aja."
"Bentar." Ryan mencegah Sheina, memegang tangannya agar tak turun ke lantai satu.
"Makanya cepetan mau ngomong apa?" tanya Sheina menekankan tiap kata. Sekarang Ryan 3 kali lipat lebih menyebalkan dari biasanya.
Cowok itu mematikan rokok, kemudian mendekat ke arah Sheina hingga menyisakan jarak beberapa sentimeter saja. Dari bajunya tercium bau rokok yang sangat menyengat, maka Sheina menutup hidung. Ia memang tak suka aroma begini.
"Jujur sama gue. Lo kenal Nayva? Adek gue," ucap Ryan nyaris seperti berbisik. Nada suaranya diturunkan untuk menunjukkan bahwa ia serius.
Ia melihat Sheina dengan tatapan seperti biasa, mengintimidasi. Seolah meminta penjelasan secara paksa.
"Kenal, itu ada di belakang lo," ungkap Sheina. Ia memilih untuk langsung jujur. Lagipula, kalau bohong pun, Ryan akan tetap memaksa.
Refleks Ryan menoleh. Ia pikir dengan melakukan itu bisa melihat kembali adiknya yang sudah lama berpisah, namun nihil. Tak ada apapun di belakang.
"Jangan bohong, Shen."
Sheina tertawa, "Lo lupa? Adek lo udah beda alam. Jadi, cuma orang kek gue yang bisa liat."
Astaga! Bahkan Ryan sendiri tampaknya lupa hal itu.
"Dia selalu ngikutin lo, mungkin maksudnya untuk jaga lo kalo ada bahaya. Dia juga yang udah nolongin kita waktu jalanin misi di rumah Pak Surya." Sheina membeberkan fakta yang harusnya sudah ia beritahu sejak 3 hari lalu.
Ryan tersenyum getir, lalu menjauh beberapa langkah dari Sheina. Ia kembali menatap lapangan yang kini sepi, tinggal tersisa tukang sapu.
"Lo mau ngomong sama dia?"
Butuh 2 menit bagi Ryan untuk mempertimbangkan tawaran Sheina. Memangnya kalau ia berbicara dengan Nayva, bisa meluapkan rasa rindunya atau justru membuka luka yang telah lalu?
"Ga usah," tolak Ryan terang-terangan.
"Kenapa?"
"Gue ga mau inget kejadian itu lagi, Shen. Lagian kalo Nayva liat kondisi gue sekarang, dia juga pasti benci sama gue karena penampilan gue kek berandal gini. Lo tau sendiri, 'kan? Gue di sini bukan siswa berprestasi, paling bisanya cuma bolos sekolah atau ke kantin pas jam pelajaran. Anak-anak di sini juga tau reputasi gue. Mereka ga ada bedanya sama orang tua gue, sama-sama benci gue," jelas Ryan sembari menyalakan rokok lagi, entah sudah yang keberapa kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEREKA DI SINI [TAMAT]
HorrorSheina Arsilia, gadis SMA yang terpaksa tinggal sendiri di rumah pemberian sang paman. Setiap hari ia lewati bersama 'mereka'. Peristiwa mengerikan dimulai ketika ia dan Rey-kakaknya-memutuskan untuk mencari keberadaan ayah mereka yang sudah menghil...