Sebelumnya bagian ini adalah Boys Love. Ini hanya demi keperluan cerita. Saya minta tolong dengan sangat apabila kalian merasa tidak nyaman dengan bagian ini, jangan membaca. Saya menganjurkan kalian untuk tidak membaca bagian ini!
★★★
Hubungan yang cukup tabu membuat kita sempat canggung satu sama lain. Aku tahu aku bukanlah pasangan yang terbaik, tapi untukmu, aku akan mencoba.
—Alfa Giffard—
★★★
Maxim tengah menatap pantulan dirinya di cermin ketika ia menyadari bahwa ia telah berbeda, melenceng dari masa depan yang telah ia tata dari kecil, tentang persahabatan yang mungkin sudah berubah menjadi sebuah rasa yang salah.
Ia menghela napasnya ketika menatap foto dirinya dengan keempat sahabatnya di atas nakas.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa denganku? Aku ... Mencintai Alfa."
Begitulah awalnya Maxim mengetahui penyimpangan seksualnya dan perasaan tabunya kepada sahabatnya sendiri, Alfa. Itu terjadi ketika ia menginjak kelas sepuluh SMA.
Awalnya, semuanya berjalan baik-baik saja dengan Maxim yang selalu berusaha menekan perasaannya pada Alfa. Ia tahu kalau Alfa sangat membenci para kaum LGBTQ karena trauma dimasa lalunya. Mungkin lebih ke—Alfa pernah dilecehkan orang seorang kakek-kakek tua sewaktu kecilnya.
Tapi sepertinya itu tidak berjalan baik ketika hatinya mulai merasa sakit kala melihat Alfa dengan wanita-wanita-nya. Ketika Alfa mengangkat panggilan dari mereka dengan manis, ketika Alfa merangkul bahu mereka dengan romantis bahkan ketika Alfa memagut bibir mereka dengan panasnya. Dan yang paling sesak adalah ketika Alfa ketahuan menyetubuhi seorang wanita di hadapannya.
Maxim mencintai Alfa, tapi ia berusaha cintanya menjadi tak terlihat. Ya, pada saat kelas dua belas, Maxim akhirnya berusaha mencari pelarian dari rasa yang ia punya kepada Alfa, rasa yang sangat menyiksa.
Pagi itu ia datang ke club basket, mencoba untuk melupakan Alfa dan menjalin hubungan dengan orang lain. Joe, Sang Kapten Basket sekolah adalah kekasih pria pertama Maxim pada waktu itu.
Memang, awalnya Maxim pikir, dia mempunyai banyak persamaan dengan Joe. Tapi ternyata tidak, Joe bukanlah sebaik yang orang-orang kira. Beberapa kali Joe mengajak Maxim untuk pergi ke club Gay, tapi Maxim bukanlah orang yang suka menghabiskan waktu di club, bahkan Maxim lebih ke 'tidak menyukai' club.
Ya, kalian tahu masa lalu Maxim. Bagaimana Maxim hadir karena sebuah kesalahan yang terjadi di club. Itu membuat Maxim lebih berhati-hati dengan masa lalunya supaya tidak terjebak hal yang sama.
Ciuman panas yang dilakukan keduanya menjadi pengakhir hubungan dari Maxim dan Joe. Di malam musim gugur, Maxim sendirian di sebuah taman setelah Joe meninggalkannya pasca mereka mengakhiri hubungan.
Maxim merenungi nasibnya yang membuatnya mengeluarkan air mata. Maxim terkekeh. "Payah! Maxim payah!"
Maxim masih saja fokus dengan dirinya sendiri tanpa ia sadari sedari tadi seseorang mengikutinya dengan tatapan setajam elangnya. Ia berdiri di sana dan menghela napas kasar.
"Kalau kau jujur sedari awal, semuanya tidak akan serumit ini Maxim," gumamnya dan segera berlalu dari situ menghampiri motornya yang terparkir di ujung jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AXELLEON
Teen FictionBunyi tamparan yang sangat keras mendominasi di rooftop sekolah ini. "Gugurkan!" Ashanara memandang tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan laki-laki di depannya. "Tapi ini anakmu Ael!" Laki-laki yang tak lain adalah Axelleon itu memandan...