Matahari terbenam lebih lama saat musim panas. Sehingga saat makan malam usai pun, sinar matahari masih setia menemani. Deburan ombak juga masih setia terdengar diiringi dengan suara burung di angkasa. Suasana yang sangat damai untuk mengakhiri hari.
Tapi itu bagi orang lain.
Sejujurnya Charise tidak mengerti mengapa perasaannya sama sekali tidak nyaman. Ia tidak pernah merasakan hal semacam ini selama dua tahun belakangan. Setelah resmi menikah dengan Harin, Charise selalu menghabiskan harinya dengan tenang tanpa hambatan seperti ini. Sebenarnya apa yang telah terjadi padanya?
"Charise? Sepertinya kau agak pendiam hari ini. Kenapa? Kau tidak suka dengan pilihan berliburku? Apakah kau ingin pulang kembali?'
Harin memecah keheningan di ruang makan, seperti biasa, tapi kali ini terdengar sedikit nada kekhawatiran dalam suaranya. Entahlah bagaimana bisa, Harin pun tidak mengerti. Namun melihat respon istrinya, bagaimana Harin tidak khawatir dan bertanya-tanya? Wanita yang tadinya tersenyum lebar kini tak menunjukkan pergerakan ekspresi yang tampak positif. Wajahnya bahkan cenderung suram, tampak tidak menikmati liburan ini.
Sementara Charise yang ditanya langsung berusaha mengangkat kepalanya dari piring makan malamnya untuk menatap Harin. Ia berusaha tersenyum sekuat tenaga, hanya supaya lelaki itu tidak merasa bersalah karenanya. Charise masih ingat betul pesan kedua orangtuanya, bahkan sudah ditanamkannya betul-betul dalam pikirannya. Ia tidak boleh mengacaukan suasana. Harin tampaknya bahagia dengan liburan ini dan Charise tidak boleh merusaknya bahkan sedikitpun.
"Tidak kok. Sepertinya aku agak lelah setelah perjalanan panjang. Setelah beristirahat malam ini, aku pasti akan baik-baik saja."
"Kalau ada apa-apa, katakan saja padaku, Charise. Salahku yang tidak mengatakan akan berlibur ke pantai di saat bisa saja kau tidak suka tempat ini."
"Tidak Harin, aku menyukainya. Jangan merasa bersalah," ucap Charise meyakinkan.
"Baiklah. Ngomong-ngomong, di mana kau mengenal Nyonya Mitchell? Atau lebih tepatnya dari mana Nyonya Mitchell mengenalmu karena sepertinya kau tidak mengenalinya?" tanya Harin mengalihkan percakapan.
"Aku tidak yakin. Rasanya aku tidak mengenal beliau, tapi entah mengapa beliau malah mengenalku. Aku tidak memiliki ingatan pernah berada di sini."
"Begitu ya? Mungkin kau hanya melupakannya saja karena ke mari saat masih kecil."
"Mungkin saja itu yang terjadi."
Charise sesungguhnya skeptis akan hal itu, tapi ia tetap mengiyakan ucapan Harin. Di ingatannya, ia banyak dikurung di dalam mansion. Jadi mana mungkin bisa mengenal seseorang dari tempat yang jauh dari tempat tinggalnya dulu? Apalagi Charise yakin betul bahwa ia tidak pernah menginjakkan kaki di sini.
"Sudah mulai larut. Silakan kembali ke kamar, Charise. Kau pasti sangat lelah. Aku berniat untuk berkeliling sebentar sebelum tidur."
"Baik, aku akan kembali ke kamarku. Terima kasih atas makan malamnya."
Charise berdiri lalu membungkuk di hadapan Harin sebelum melangkah bersama pelayannya kembali ke kamar. Charise akhirnya merasa lebih baik setelah berendam di air hangat dan mengganti pakaian dengan lebih nyaman. Sepertinya ia hanya kelelahan, makanya bereaksi berlebihan atas kehadiran laut.
Pandangannya terkunci pada matahari yang terbenam di ufuk barat. Salah satu jendela kamarnya menampilkan proses matahari terbenam dan perlahan langit berubah warna menjadi oranye. Tak perlu menunggu lama, warna gelap mulai mendominasi dan bulan purnama muncul.
Sinar keperakan bulan purnama terpantul di atas permukaan laut yang gelap. Jantung Charise mendadak berdebar tidak karuan. Rasanya pemandangan ini familier, tapi dengan cara yang buruk. Rasanya pernah terjadi sesuatu yang membuatnya memimpikan tenggelam di lautan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAUMA (ONEWE & ONEUS)
FanfictionCharise memiliki banyak luka di masa lalu. Sementara Harin terjebak di masa lalu. Benang takdir menarik mereka untuk mendekat dan saling terlibat dalam sebuah pernikahan politik. Tapi Charise dengan banyak luka di masa lalu tidak bisa mencintai. Beg...