1. Perjodohan

165 25 12
                                    

Rasa sesak bagaikan kehilangan oksigen, air yang seolah menarik untuk jatuh semakin dalam, dengan rasa dingin yang menggigit, dan disertai kegelapan yang seolah menelannya.

Takut, gadis ini dipenuhi ketakutan.

Kedua matanya seketika terbuka dan oksigen berusaha ia ambil sebanyak-banyaknya. Raganya yang sudah terduduk di kasur bergetar hebat. Ia menghela napas setelahnya, mimpi buruk lagi.

"Lady Charise, Anda sudah bangun."

Seorang pelayan yang berstatus sebagai kepala membuka pintu kamar dan menyapa Nona Muda itu sekadarnya. Langkahnya berlanjut tanpa henti menuju gorden untuk membukanya lebar. Sinar matahari pagi langsung menyapa, dan gadis itu bersyukur ia sudah keluar dari mimpi buruknya.

Charise tidak mengerti, mengapa ia terkadang bermimpi tenggelam di lautan yang gelap dan dingin? Mimpi itu terkadang datang, dan selalu mengusik harinya. Karena jika mimpi itu datang, artinya hal buruk akan datang. Entah itu berkat atau kutukan, Charise tidak dapat membedakannya. Karena toh mimpi itu hanya sekadar pertanda, tidak ada yang bisa ia lakukan untuk mencegah hal buruk yang akan terjadi.

"Tuan Viscount dan Nyonya Viscountess menunggu kehadiran Anda di ruang makan untuk sarapan bersama. Mari bersiap-siap."

"Sarapan bersama? Itu bukan hal yang biasa," Charise bersuara atas pemberitahuan dari wanita yang kini berdiri di hadapannya.

"Ya, begitulah perintah Tuan Viscount," kepala pelayan menyahut dengan sebal. "Sebaiknya kita cepat, Lady. Aku tidak ingin Tuan Viscount mengamuk karena Anda terlalu lamban seperti siput."

Sebagai Nona Muda di kediaman Viscount, sayangnya nasib Charise memang tidak terlalu baik. Pelayan selalu melayaninya dengan setengah hati, seolah posisinya tidak dihargai di sini. Seluruh perhatian masih tertuju pada ibunya yang masih muda, cantik, dan menawan. Kehadiran Charise seperti tidak diharapkan, karena ia memang sama sekali tidak mendapatkan peran apa pun di sini. Bahkan mungkin kehadirannya memang tidak diharapkan?

Kali ini, gadis itu hanya bisa pasrah saja saat kepala pelayan beserta beberapa pelayan memandikannya. Gadis itu bahkan tidak menolak juga saat dipakaikan sebuah gaun sederhana. Karena ia sudah belajar bahwa ia tidak memiliki tempat di sini, jadi ia tidak boleh berharap untuk tampil dengan indah.

Charise akhirnya melangkah menuju ruang makan bersama kepala pelayan. Perasaannya tidak enak kala teringat akan mimpi buruknya. Sarapan bersama seperti ini bukanlah hal yang biasa. Pasti ada sesuatu yang ingin dibicarakan dan besar kemungkinan, itu adalah hal buruk. Masalahnya sekarang, hal buruk macam apa yang akan ia hadapi? Apakah bahkan lebih buruk dari kehidupan yang dijalaninya?

Pintu ruang makan dibuka dengan lebar setibanya Charise di sana. Terlihat kedua orangtuanya sudah duduk manis di meja makan. Gadis itu langsung membungkuk, "Selamat pagi, Ayah dan Ibu."

"Selamat pagi. Silakan duduk, Charise," jawab Viscount tersebut sekadarnya.

Hubungan antara orangtua dan anak ini sangat dingin, seolah bukan keluarga. Bahkan, mereka hanya bertemu di saat-saat tertentu saja. Karena sebisa mungkin, mereka saling menghindar dan menganggap kehadiran satu sama lain tidak ada. Charise pun tidak mengeluh, karena ia merasa lebih baik saat tidak dipedulikan oleh kedua orangtuanya. Ia merasa lebih aman saat kedua mata orangtuanya tidak tertuju padanya.

"Sebelum memulai sarapan, aku ingin memberitahumu sesuatu, Charise."

Kepala dari keluarga Viscount Aindrea buka suara. Perasaan gadis itu semakin campur aduk dan ia sudah merasakan sesak juga dingin bahkan tanpa perlu tenggelam di lautan. Perasaannya tidak karuan dan dipenuhi dengan perasaan tidak enak.

TRAUMA (ONEWE & ONEUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang