5. Pesta Minum Teh

52 15 18
                                    

"Kau memang berhati dingin ya, Harin. Tepat setelah melangsungkan acara pernikahan, kau malah langsung pergi berperang dan meninggalkan istrimu begitu saja. Bahkan tanpa menghabiskan sedikit waktu pun dengannya!"

"Jangan bicara hal yang tidak kau ketahui, Keonhee. Ini kewajibanku sebagai pemimpin pasukan. Tentu aku harus turun di medan perang apa pun yang terjadi, bahkan sekalipun itu di hari pernikahanku," sahut Harin sembari menarik tali kekang kudanya untuk keluar dari istal.

"Aku memang tahu kau sama sekali tidak mengharapkan perjodohan ini. Tapi ayolah, dia itu hanya gadis lemah. Seharusnya kau tidak memperburuk keadaannya dengan langsung pergi," balas Keonhee tidak mengerti.

"Dari awal aku memang sama sekali tidak berniat untuk bermain peran menjadi suami yang baik untuknya karena itu akan sangat melelahkan. Sebaiknya kita bergegas pergi sebelum matahari terbit karena aku yakin kau tidak akan bisa berhenti bicara."

Harin naik ke atas kudanya lalu ia memberikan kode kepada pasukannya untuk membentuk formasi. Malam ini juga mereka akan pergi ke perbatasan karena ada beberapa masalah dengan negara tetangga. Bagi Harin, setelah melewati upacara pernikahannya, hanya dengan cara ini ia bisa kembali menjadi dirinya. Karena dari awal, ia memang sama sekali tidak berniat untuk menjadi sosok suami yang baik. Ini bukanlah pernikahan yang ia inginkan, jadi jangan harap Harin akan berubah pikiran.

"Kau sungguh sama sekali tidak merasa bersimpati kepada istrimu? Kau tidak berpikir bahwa ia memiliki hak yang sama dengan seluruh perempuan di dunia ini untuk dibahagiakan oleh suaminya? Bahkan sedikit saja, apakah kau ada merasa kasihan dengannya?" Keonhee kembali bersuara di tengah derap langkah kaki kuda, masih memborbardir Harin dengan berbagai pertanyaan baru.

"Salahnya kenapa mau menikah denganku. Bukannya alasannya hanya karena harta dan gelar? Aku sudah memberikannya gelar dan aku tidak membatasi anggarannya. Seharusnya itu sudah cukup untuk membuatnya bahagia kan? Aku tidak melihat ia memiliki alasan lain untuk menikahiku. Rasanya tidak mungkin ia menikah hanya berharap untuk bahagia kan? Ia bukan anak kecil yang percaya akan omong kosong kebahagiaan dalam pernikahan. Walaupun aku tidak tahu berapa umurnya, tapi ia sudah melaksanakan upacara kedewasaan. Jadi ia seharusnya tahu bukan dengan cara pernikahan kalau mau bahagia," jawab Harin ketus.

"Bagaimana jika ia memang hanya menginginkan kehadiran seseorang untuk merasa bahagia serta aman dan bukan hal-hal yang kau sebutkan? Bahwa ternyata ia adalah sosok lemah yang membutuhkan seseorang untuk memperbaikinya?" tanya Keonhee lagi.

"Tahu dari mana hal yang ia inginkan bukan gelar dan uang? Orangtuanya terlihat seperti anjing kelaparan yang diberikan tulang saat Yang Mulia Raja memberikan penawaran separuh wilayah kekuasaanku yang terdapat tambang batu mulia sebagai ganti menikahi putri tunggal mereka. Apa yang membuat ia berbeda dari kedua orangtuanya? Buah jatuh itu tidak jauh dari pohonnya," sahut Harin yang semakin gusar dengan percakapan ini.

"Entahlah, ia tidak terlihat seperti tipe semacam itu? Ia makan sekadarnya dan berpakaian dengan sederhana. Lagi pula, sepertinya ia melalui hal buruk di rumahnya dulu bersama orangtuanya. Jadi tidak mungkin ia mirip dengan mereka."

"Sepertinya kau bersikap dengan sangat sok tahu padahal kau hanya sekali bertemu dengannya. Bisa saja itu hanya kedok untuk menimbulkan simpati dariku. Dia bukan perempuan pertama yang aku hadapi dan mereka semua sama saja kecuali gadis itu."

"Gadis masa kecilmu itu lagi?" Keonhee memutar bola matanya. "Sudah sepuluh tahun berlalu, Harin. Kau saja tidak bisa menemukannya selama ini. Berarti bisa jadi ia sudah tidak ada lagi."

"Jaga bicaramu, Keonhee! Ia pasti akan memenuhi janjinya denganku seperti aku yang menunggunya. Aku percaya dengannya dan dengan janji yang kami ikrarkan."

TRAUMA (ONEWE & ONEUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang