Hanya karena Jisoo sudah tidak tinggal bersama keluarganya lagi, Seokmin jadi tidak berselera melakukan apa-apa. Termasuk nge-fanboy. Ya, sebuah keajaiban telah terjadi. Secara tiba-tiba mood-nya untuk nonton drama atau sekadar nonton video pendek kurang dari 5 menit saat grup idol melakukan promosi di music show, telah lenyap entah ke mana. Seokmin sama sekali tidak menyangka kalau dampaknya akan sebesar ini.
Bahkan saat sudah sadar bahwa ia telah jatuh cinta kepada Jisoo, Seokmin sama sekali tidak menduga kalau perasaan itu akan memberi pengaruh sekian besar. Yang Seokmin yakini, perasaannya terhadap Jisoo hanyalah perasaan suka seperti yang sudah-sudah. Seperti perasaannya terhadap Seungkwan dulu, misalnya. Perasaan cinta yang datang tanpa disangka lalu menghilang tanpa harus melakukan usaha keras.
Atau mungkin hanya pikiran Seokmin saja yang berlebihan. Mungkin efek dari perasaannya terhadap Jisoo yang sedang berada di puncak, jadi terkesan lebay. Berlebihan. Melebihi batas wajar. Ya... Mungkin. Jika memang benar, pasti beberapa hari ke depan Seokmin akan terbiasa dan pada akhirnya menjadi biasa saja.
Apalagi jika mengingat bahwa sekarang adalah hari libur semester. Baru masuk kuliah bulan depan. Ia memiliki banyak waktu untuk dilalui tanpa bertemu dengan Jisoo secara disengaja atau tidak. Jadi, kesempatan untuk move on berada di depan mata.
"Daripada mencoba move on, kenapa tidak coba membawa Jisoo kembali ke rumah ini lagi?"
Seokmin masih sangat ingat pertanyaan ayahnya itu, sesaat setelah Jisoo pamit untuk menempati tempat tinggalnya yang baru. Padahal saat itu Seokmin tidak menjawab. Tidak mengiyakan, namun juga tidak menolak. Entah kenapa Seokmin tidak berani. Malah bertanya balik kepada ayahnya. "Ayah setuju aku dengan Jisoo, atau dengan sahabatku yang sering datang ke sini?"
"Anak bodoh!" umpat ayahnya, memukul Seokmin dengan guling.
Rasanya Seokmin sangat ingin memaki ayahnya sendiri. Kenapa malah mengatai anaknya? Tapi Seokmin sadar. Pertanyaan itu memang terlalu bodoh untuk diajukan. Sudah sangat jelas apa jawabannya. Memangnya apa lagi? Kalau tidak setuju, mana mungkin kedua orangtua Seokmin terus menjodoh-jodohkan mereka berdua. "Tapi Jisoo tidak menyukaiku."
"Kata siapa?"
"Dia menyukai Mingyu. Orang yang dibicarakan Ibu dan Jihoon."
Ayah Seokmin mengangguk usai diam mengingat-ingat. "Yang mereka bilang mirip aktor itu, kan?" tanya beliau, untuk memastikan. Melihat Seokmin ikut menganggukkan kepala, beliau malah kembali mengambil guling dan memukul kepala Seokmin. Kali ini sedikit lebih keras. "Ayah tidak pernah mengajarimu menjadi pria pengecut seperti ini. Perjuangan Ayah untuk mendapatkan Ibumu dulu jauh lebih sulit, tahu?"
"Cih. Kalian sama-sama bucin."
"Tapi Ayah serius."
"Jadi bagaimana?"
"Bagaimana apanya?"
Seokmin meraung senyaring-nyaringnya. "Apa yang harus aku lakukan? Membawa Jisoo ke sini? Dia menyukai orang lain, Ayah... Lagipula sebelumnya aku sudah berusaha keras membujuk, tapi dia tetap ingin pindah. Orangtuanya saja gagal, apalagi aku."
Karena ucapan Seokmin benar, sang ayah jadi kehabisan kata-kata. Tidak hanya sekali-dua kali orangtua Jisoo membujuk agar anak gadis mereka tetap tinggal bersama Keluarga Lee. Keputusan Jisoo nampaknya sudah benar-benar bulat. "Tapi ngomong-ngomong, memangnya kamu sudah nembak Jisoo?"
"Aku sudah bilang kalau aku menyukainya."
Lagi-lagi jawaban Seokmin tidak nyambung. Dengan terpaksa beliau meninggikan volume sambil memberi penekanan di sana-sini, daripada memukul anaknya lagi. Khawatir akan bertambah bodoh. "Ayah tanya kamu itu sudah nembak Jisoo apa belum?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanboy's Playlist (✔️)
Fanfic[SEOKSOO GS Fanfiction] Dunia terlalu luas untuk digambarkan hanya melalui sebuah lagu. Apa pun itu genrenya, satu buah lagu tidak akan sanggup menandingi segala keajaiban yang terjadi di dunia. Maka dari itu, Seokmin memiliki playlist-nya sendiri...