15. Yang Penting Tidak Bunuh Diri

300 69 26
                                    

Sebelum benar-benar tiba di kediamannya, Seokmin menyempatkan diri untuk mampir di sebuah mini market. Mendatangi jejeran buah. Berwarna-warni. Membuat mata segar memandangnya. Buah anggur, apel, mangga, pisang, jeruk, dan masih banyak lagi yang semuanya nampak manis. Kalaupun masam sesuai dengan rasa alamiahnya, pasti tetap menggiurkan jika dipadupadankan dengan madu dan es batu. Wow... Membayangkannya saja sudah membuat Seokmin menelan ludah tanpa sadar. Apalagi jika dikupas dan dimakan di saat matahari terik seperti sekarang ini. Setelah menimbang beberapa kemungkinan, mana buah yang disukai oleh seluruh orang yang ada di rumahnya terutama Jisoo, Seokmin memutuskan membungkus beberapa buah mangga untuk dibawa pulang.

Kegiatan tidak biasa Seokmin tidak berhenti sampai di situ. Begitu tiba di rumah, hal pertama yang Seokmin lakukan adalah mengecek keadaan dapur. Sepi. Namun beberapa hidangan siap santap telah tertata rapi di atas meja. Seokmin meletakkan buah mangganya di dekat wastafel. Membuka kulkas. Madu ada, es batu ada. Kini giliran lemari dapur. Bahan praktis membuat kue juga ada. Senyum Seokmin merekah sempurna. Bersemangat ia menaiki anak tangga. Mengetuk pintu kamar Chan beberapa kali, menanyakan keberadaan ibu mereka.

"Ada pertemuan istri petinggi perusahaan," kata Chan. "Ibu bilang akan pulang sebelum jam makan malam."

Seokmin hanya menganggukkan kepala lalu masuk ke dalam kamarnya sendiri. Tidak peduli meskipun Chan berteriak "tutup pintunya lagi". Melempar tas ransel ke atas ranjang. Cukup mengganti celana. Enggan menanggalkan kemeja abu-abu dari badannya meskipun sudah tercium bau keringat. Bercermin sebentar dan memperbaiki tatanan rambut, dengan tergesa Seokmin keluar dan mengecek kamar Jisoo. Diketuk sebanyak 3 kali namun tidak ada sahutan. Seokmin membukanya secara diam-diam.

"Syukurlah. Yang penting dia tidak bunuh diri," kata Seokmin, pelan. Usai melihat apa yang Jisoo lakukan di dalam sana. Menutup mata. Tertidur pulas dalam keadaan gelap. Sepertinya gadis itu dengan sengaja menutup gorden kamarnya.

Langkah selanjutnya adalah menuruni anak tangga dan kembali ke dapur. Sempat terkekeh karena Chan lagi-lagi berteriak agar Seokmin menutupkan pintu kamarnya. Mengambil seluruh bahan yang sebelumnya sudah ia periksa keberadaannya.

"Oppa ingin membuat apa?"

Selesai mencuci tangan, tangan Seokmin yang masih basah itu langsung disapukan ke wajah si adik. Membuat Jihoon mengerang sangat nyaring. Seokmin sangat nyaring tertawa. "Membuat bolu cokelat dan jus mangga. Mau ikut?"

Jihoon mengangguk antusias. "Aku pandai memegang mixer!"

Dan, setelah hampir satu setengah jam lamanya Seokmin dan Jihoon berkutat di dapur, akhirnya 2 hidangan yang terlihat sangat enak itu berhasil disajikan.

"Tolong bantu Oppa membawa semuanya ke halaman belakang. Oppa akan mengambil tikar piknik kita di lantai atas, sekaligus memanggil Chan dan juga Jisoo."

Jihoon bersemangat mengikuti instruksi. Dengan penuh kehati-hatian ia mengangkat satu loyang berukuran sedang berisi kue bolu cokelat yang masih panas ke halaman belakang. Dan Seokmin pun tidak kalahnya bersemangat memasuki kamar Jisoo. Tanpa permisi. Tanpa mengetuk pintu. Langsung saja ia membuka gorder. Cahaya terik matahari langsung menyerbu masuk.

"Cepat bangun, Putri Tidur!" teriak Seokmin.

"Aish! Apa yang kamu lakukan? Kenapa tidak mengetuk pintunya? Kamu melanggar perjanjian!"

Jisoo mengambil selimut demi menutupi wajahnya dari terpaan sinar matahari. Sayangnya Seokmin sangat cekatan mengambil alih kain tebal tersebut. Menyentuh dahi Jisoo, tidak panas. Aman. Galau boleh, tapi jatuh sakit jangan. Benar, kan? "Cepat keluar. Chan dan Jihoon mengajak kita bermain di halaman belakang."

Fanboy's Playlist (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang