31. Di Mana 50%-nya?

316 75 37
                                    

"Aku tidak merasa keberatan kalau kamu meminta waktu. Dan kurasa itu jauh lebih baik daripada salah satu dari kita pergi begitu saja. Entah kamu yang lebih memilih dia, atau aku yang sudah terlalu lelah menunggu. Kamu salah. Tapi aku juga salah. Harusnya sejak awal aku meminta kejelasan, saat pertama kali mengatakan kalau aku menyukaimu." Usai menarik napas panjang dan berat, Seungkwan meneruskan kalimatnya. "Aku tidak tahu pasti kapan itu mulai terjadi. Tapi aku yakin sudah cukup lama tanpa kamu sadari karena semuanya terlalu natural. Kisah kalian mendapat terlalu banyak dorongan dan restu dari Tuhan. Harusnya semua ini menjadi mudah kalau diiringi kesadaran salah satu dari kalian. Dan aku tahu jalan mana pun tidak ada yang benar-benar lurus. Jadi aku memakluminya."

Seokmin tidak pernah merasa sekosong ini sebelumnya. Seokmin tidak pernah merasa seabstrak ini selain saat ini. Mata, telinga, mulut, bahkan detak jantung, semuanya berada di tempat yang berbeda. Bekerja dan mengerjakan hal yang tidak sesuai proporsinya. Ia tidak pernah merasa selinglung ini sebelumnya.

Padahal rasanya, baru hitungan menit yang lalu Soonyoung dan Minghao masih berada di sana. Mereka berempat tertawa bersama. Tidak ada rasa kosong, abstrak, bahkan linglung seperti ini sedikitpun. Mustahil Seungkwan yang membuatnya seperti ini. Juga tahu betul bahwa dirinya sendirilah yang mengakibatkan ini. Dan Seungkwan adalah korbannya. Seokmin adalah pelaku kejahatan yang sebenarnya. Seungkwan hanya bicara sebagai korban, atas kejahatan yang seharusnya tidak pernah Seokmin lakukan.

"Aku tidak bermaksud."

Seungkwan mengangguk. Memegang tangan Seokmin. Rasanya ia sangat ingin menangis. Seperti yang sudah-sudah, setiap kali ia melakukan sesi curhat dengan Minghao. "Sudah aku bilang kalau aku juga punya salah. Ini bukan sepenuhnya salahmu. Tapi aku dan Jisoo juga tidak sepenuhnya salah, kan?"

"Jisoo..." Seokmin menggantung kalimatnya sendiri. Bukan disengaja. Hanya lidahnya saja yang kelu. Orang asing itu terlalu banyak membuat kegaduhan. Di keluarga Seokmin, di kehidupan Seokmin, juga di hati Seokmin. Yang sialnya Seokmin tidak bisa menyalahkan gadis itu lalu meminta pertanggungjawaban. "Tapi itu tidak mungkin."

Seungkwan menutup mulutnya rapat-rapat. Menelan kalimat sumpah serapah dengan berat. "Mulut dan otakmu menolaknya. Tapi hatimu menerimanya. Bahkan Jisoo sudah memiliki rumah sendiri di sana."

Sejak tadi, ada yang sangat ingin Seokmin bantah. Ada yang salah dalam kalimat Seungkwan. Apa itu artinya? Ia tertarik pada Jisoo? Itu konyol. Sampai kapanpun, akan terdengar sangat lucu kalau ia sungguhan menyukai Jisoo. Karena apa pun alasannya, menyukai Jisoo adalah suatu kemustahilan yang masih sangat ia yakini. "Ini bukan kompetisi mengarang bebas. Jadi kamu tidak perlu melakukannya. Aku tidak menyatakan cinta kepadamu bukan berarti aku menyukai Jisoo. Aku hanya ragu."

"Mau kamu bantah bagaimanapun, sudah banyak yang melihat bagaimana cara kamu memandang Jisoo. Setidaknya itu yang aku tangkap karena aku terus memperhatikanmu." Seungkwan mendekat lalu berjingkit sedikit untuk mencium pipi kanan Seokmin. "Aku tahu kalau aku masih punya kesempatan. Setidaknya aku masih punya 50 persen dari hatimu. Jadi tolong katakan sesuatu. Kalau kamu memintaku untuk menunggu, aku siap. Karena aku sendiri pun tidak tahu harus bagaimana menerima kenyataan jika kalah dengan Jisoo."

Itu hanya kalimat gertakan agar Seokmin tidak terlalu lama diam. Agar Seokmin tidak terlalu lama menyakiti 2 orang perempuan sekaligus tanpa disadarinya. Maka dari itu, Seungkwan memutuskan langsung pergi meskipun dalam kalimatnya tadi terdapat permintaan kepastian.

Dan, keterkejutan Seokmin tidak berhenti sampai di situ. Tidak lama usai Seungkwan menghilang dari kediaman Seokmin, kini malah giliran Jisoo dan Mingyu yang menampakkan keberadaan mereka. Datang di waktu yang sama sekali tidak tepat, pikirnya. Ucapan Seungkwan tadi saja sudah cukup membuat Seokmin menderita meskipun tidak jelas rasa sakitnya berasal dari mana, apalagi dengan kedatangan Mingyu secara tiba-tiba seperti ini. Maka jangan salahkan Seokmin kalau nanti emosinya tidak terkontrol saat melayani seorang tamu.

Fanboy's Playlist (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang