3. Angry Bird VS Burung Perkutut

422 83 48
                                    

Hari Rabu, Tanggal 4 Agustus 2021. Merupakan tanggal yang sama sekali tidak bisa Jisoo lupakan. Bukan karena tanggal tersebut merupakan tanggal kelahirannya. Bukan pula tanggal ulangtahun ayah atau pun ibunya. Apalagi tanggal ia resmi menjadi seorang sarjana, karena sekarang ia baru menginjak semester ke-5. Perjalanannya untuk menjadi seorang sarjana masih terlalu jauh. Dan jika kalian bertanya apakah kejadian di tanggal tersebut baik ataukah buruk sehingga Jisoo tidak dapat melupakannya, jawabannya adalah buruk.

Buruk. Sangat buruk. Jauh lebih buruk dibandingkan kejadian 2 tahun lalu, saat Jisoo mau tidak mau harus menerima kenyataan bahwa ia tidak dapat berpartisipasi dalam pertandingan futsal antar fakultas di Universitas Hanin sebagai salah satu perwakilan dari Fakultas Ekonomi.

Sore itu, seperti hari-hari biasanya, sehingga Jisoo tidak mendapat petunjuk sama sekali bahwa kejadian buruk tengah menunggu kedatangannya, kedatangan Jisoo di rumah disambut oleh 2 orang lelaki bertubuh besar dan tegap. Keduanya terus memaki seakan kedua orangtua Jisoo akan kabur dari tanggung jawab.

Tanggung jawab apa?

"Jadi ... bagaimana?" Jisoo bertanya dengan penuh kehati-hatian. Menatap kedua orangtuanya yang masih tersengut ingus akibat menangis mempertahankan semua harta benda yang ada di rumah, meskipun kedua orang penagih hutang tadi sudah tidak lagi berada di rumah mereka. Untuk saat ini, Jisoo hanya bisa mengambil tindakan berupa menyajikan teh hangat untuk keduanya. Berharap aroma teh yang khas dapat menenangkan mereka.

"Kita harus kembali ke kampung halaman," ujar Ayah Jisoo.

Sebagai anak tunggal, Jisoo bersyukur selalu dilibatkan atas segala keputusan. Termasuk langkah kedua orangtuanya untuk meminjam uang ke pihak penyedia pinjaman, karena semakin hari jumlah pelanggan restoran mereka semakin menurun. Sedangkan kebutuhan mereka tidak pernah menurun. Yang ada malah semakin menumpuk, meskipun Jisoo mengandalkan beasiswanya. Mengingat bangunan restoran adalah bangunan sewa, Jisoo tidak merasa heran.

Dan, atas keputusan kedua orangtuanya kali ini, Jisoo sama sekali merasa itu bukan lah masalah. Jisoo tidak peduli dengan kisah perkuliahannya di masa mendatang. Yang terpenting sekarang adalah membuat kedua orangtuanya merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tanpa pikir panjang Jisoo menganggukkan kepala. "Kita masih punya rumah dan ladang di sana. Kita bisa menjual rumah ini dan membayar semua hutang."

"Kami, Jisoo," Ibu Jisoo meralat. Cara bicara beliau sudah jauh lebih baik dibandingkan detik-detik pertama Jisoo tiba di rumah. "Kamu harus tetap di sini untuk meneruskan kuliahmu. Tidak perlu mencemaskan kami."

"Tapi..." Gadis Bermarga Hong itu diam sejenak. Coba menarik kesimpulan sendiri. "Ah, ya... Benar. Aku bisa kuliah sambil bekerja di sini. Setiap weekend aku akan mengunjungi kalian."

"Kamu fokus kuliah saja," kini Ayah Jisoo yang meralat ucapan anaknya usai meneguk teh hangat yang disajikan. Nyatanya, metode yang Jisoo terapkan membuahkan hasil. Teh hangat tersebut benar-benar berhasil membuat kedua orangtuanya merasa jauh lebih baik. Setidaknya itulah yang dapat Jisoo lihat. "Hasil menjual rumah ini bisa membayar hutang dan sisanya akan ditabung untuk kuliah dan biaya hidupmu di sini. Kami berdua akan kembali ke kampung halaman dan kembali mengelola kebun di sana. Setiap bulan Ayah dan Ibu akan mengirimkan uang. Kamu tidak usah bekerja. Kuliah saja sudah pasti sangat melelahkan. Ayah tidak mau kuliahmu menjadi terbengkalai karena kelelahan mencari uang."

Ibu Jisoo mengangguki. "Sebenarnya kami sudah memprediksi penagih hutang tadi akan datang. Makanya kami tidak membuka restoran hari ini. Kami khawatir mereka tetap memaksa masuk meskipun rumah terkunci dan membawa semua barang-barang di rumah. Tapi kami tidak menyangka kalau mereka datang tepat di saat kamu pulang kuliah. Harusnya masalah seperti ini tidak melibatkanmu. Maafkan kami..."

Fanboy's Playlist (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang