.
.
.
.****
"Lah! Dini mana?!" tanya Dhea yang baru sadar kalau sahabat nya yang satu itu gak ikut bersama mereka.
"Lo sih! kenapa cuma Andra sama Bara aja yang lo ajak," timpal Sasya melirik sinis ke arah Dhea yang sudah duduk di bangku kantin itu.
"Ya ... maaf gw gak tau, nih juga gara gara lo!."
"kok gw?," tanya Andra bingung.
"Yak!, siapa suruh lo terlalu ganteng!"seru dhea menatap kesal pada Andra.
"Apaan nih kok ribut-ribut?," tanya Dini yang baru datang dan berdiri di belakang Sasya.
Sontak mereka semua pun menengok ke belakang Sasya, "Tau nih, sorry tadi lupa sama lo," ucap Sasya.
"Aelah gak apa-apa kali, sudah pada pesen makanan belum?."
"Belum, pesenin ya hehe" pinta Dhea sambil menyengir.
"Mau apa?."
"Seperti biasa aja, gw mah gak cerewet,"jawab Dhea.
Dini mengangguk dan berbalik.
Brukk...
"Aww, sakitt anjirr siapa sih lo?!."
Dini mendongak untuk melihat orang yang menabrak nya itu, dan yang ia lihat pertama kali, adalah wajah dingin dari laki-laki yang mengenalkan dirinya dengan nama 'Alan', yap! Alan lah yang sekarang berdiri tegak di depannya ini.
"Lo ngapain disini?, pakai nabrak segala lagi, hidung gw sakit anjing!!," seru Dini.
Karena perdebatan mereka, beberapa murid di kantin itu mengalihkan pandangan mereka untuk melihat kejadian itu.
Sedangkan Alan tetap diam dengan kedua tangan yang masuk di saku celananya. Ia membungkukkan sedikit tubuhnya untuk menyelaraskan tinggi badannya dengan Dini, pasalnya Dini hanya memiliki tinggi badan sebatas dada Alan.
"Ini tempat umum, dan kalau punya mata di pake, jangan lo pajang di rumah,"sindir Alan.
"Iya gw tau! lo buta apa gimana? gak liat nih mata gw disini!," balas Dini sambil menunjuk kedua mata nya.
"Sudahlah din, buru pesenin gih" ucap Sasya berniat memisahkan mereka.
Dini menghela nafas kasar, lalu pergi memesan makanan nya, ia sempat melirik sinis Alan saat melewati laki laki itu.
Setelah gadis itu pergi, Alan menengok ke dua teman nya yang sudah duduk semeja dengan sahabat sahabat Dini.
"Gak ada meja lain?," tanya Alan dingin sambil melihat sekeliling nya dan ternyata memang benar.
Semua meja sudah penuh diisi para siswa-siswi yang makan Disana.
"Kagak ada, lo gabung sini aja lah," sahut Andra. Karena tak ada lagi, mau tak mau laki-laki itu pun harus duduk di sana.
"Kalian gak ada yang pergi pesen makanan?," tanya Dhea.
"Gw aja, Andra lo pesen apa?," tanya Bara.
"Gw bakso satu, kalau Alan gak usah lo tanya lagi, penenin yang kayak biasa aja," jawab Andra.
Bara pun segera pergi dari sana.
"Kalian pindahan dari kota mana? sorry tadi di kelas gw gak terlalu perhatiin,"ucap Sasya sambil melihat ke arah Andra.
"Jakarta"
"Kalian bertiga saudara ya?." Kini giliran dhea yang bertanya.
"Yeee... sembarangan kalo ngomong lo, kami bertiga nih bukan sodara, sengaja pindah kesini karn--" ucapan Andra seketika terhenti karena tatapan tajam dari Alan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Talaskar [End]
Teen Fiction{Belum di revisi} TALASKAR. Bila mendengar satu kata itu maka yang terbayang di pikiran mereka adalah sekelompok perempuan. Satu dari sekian banyak geng motor lainnya yang hanya beranggotakan perempuan. Tak ada satu pun lelaki di dalam geng itu. D...