8. Julia Sakit.
“Lo nggak perlu repot-repot ke sini,” ujar Julia. Mereka bertiga duduk di ruang tamu bersama Jeje. Jeje terlihat sibuk menghabiskan lollipop pemberian dari Juan tadi.
Sementara Julia memperhatikan adiknya, Juan melirik Julia sekilas, kemudian beralih menatap Jeje lagi.
“Gue kebetulan lewat tadi,” alibi Juan. Laki-laki itu menggaruk sudut alisnya. Dia juga bingung mengapa motornya malah berhenti di depan rumah Julia. Seakan dia dulu-dulu sering ke sini.
“Serah,” jawab Julia tak acuh. “Btw, thanks buat lollipop itu. Jeje bisa diam akhirnya.” Julia berterima kasih meskipun terdengar setengah tulus.
“Buat kejadian yang lo lihat tadi anggap aja nggak pernah liat,” sambung Julia.
Juan menganguk. “Gue paham,” sahutnya. Kemudian tanpa di komando tangannya mendarat di dahi Julia. “Suhu badan lo masih panas. Mending lo istirahat lagi sana!” suruh laki-laki itu.Melihat perhatian dari Juan. Julia tiba-tiba tertawa pelan. “Lo kenapa jadi perhatian gini? Nggak ingat sama kelakuan lo selama ini ke gue?” tanya Julia setelahnya mendengkus geli.
Kata-kata Julia barusan membuat Juan bungkam. Laki-laki itu juga tidak tahu apa yang dia lakukan sebenarnya. Tangannya perlahan tertarik dan menjauh dari dahi Julia.
“Gue pamit. Jam makan siang udah mau habis. Itu ada jeruk gue beliin buat lo,” ucap Juan. Menunjukkan kantung kresek berisi jeruk.
“Pulang sana! Kehadiran lo di sini nggak gue harapin juga,” usir Julia terang-terangan.
Juan mengangguk pelan dengan senyum kecut. Tangannya kembali naik untuk mengacak gemas rambut pirang kecokelatan Julia yang pendek itu.
“Istirahat! Lo harus cepat sembuh biar bisa kerja dan adu bacot sama gue,” kata Juan.
Dengan wajah masam Julia memperhatikan Juan yang sudah menjauh dan ke luar dari rumahnya. Meniup rambutnya yang di buat berantakan oleh laki-laki itu.“Juan sialan!” umpat Julia.
Sementara di luar sana. Juan mengernyit melihat satu adik Julia lagi yang baru saja turun dari motor. Laki-laki berseragam SMA itu berjalan cepat ke arahnya.
“Ngapain lo ke sini?” tanya Galih dengan nada tidak suka.
Juan mengangkat bahunya acuh. “Sebagai musuh yang baik buat Juli, nggak ada salah, ya, kan gue jenguk di pas lagi sakit gini?” Pertanyaan itu yang dilontarkan dari mulut Juan.
Galih bersungut-sungut, tapi tetap membiarkan Juan pergi begitu saja.
Namun, sebelum benar-benar pergi dari sana. Juan juga dapat mendengar perkataan Galih yang cukup buatnya kepikiran sepanjang jalan.“Apa pun motif lo dekatin Kakak gue lagi. Gue ingetin jangan sampe untuk kedua kali, ya, lo sakitin hati dia.”
Juan juga aneh pada dirinya sendiri. Kenapa dia selalu sekhawatir ini dan seperhatian ini kepada Julia. Apa perasaan yang dulu masih belum usai?
KAMU SEDANG MEMBACA
JuanJulia [Pre-order]
ChickLitSejak satu tahun belakangan ini, Juan dan Julia resmi menjadi musuh bebuyutan. Karena di pertemukan dalam sebuah pekerjaan yang keduanya sama-sama menjadi pelayan toko baju. Toko tersebut saling berhadapan dan itu jelas saja menjadi picu utama dalam...