25. Penculikan Juan

84 15 13
                                    

25

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

25. Penculikan Juan

Kepalanya terasa pening, ringisan kecil terdengar dari mulutnya. Matanya kemudian terbuka secara perlahan. Juan mengernyit, berusaha menyesuaikan cahaya lampu yang ada di langit-langit ruangan.

Juan perlahan duduk. Dia baru sadar kalau sekarang berada di atas tempat tidur yang empuk, beda sekali dengan kasurnya yang keras di kosan.

“Gue di mana?” Juan bersandar di kepala ranjang, bertanya-tanya keingungan sambil menengadah.

Laki-laki itu berusaha mengingat apa yang terjadi. Setelah menyadari kejadian itu, Juan hendak turun dari tempat tidur itu. Akan tetapi, dia baru tahu kalau kakinya dirantai besi.

“Woy! Lepasin gue, bangsat!” umpat Juan dengan teriakan. Matanya menatap nyalang pintu di depan sana. Dia tidak tahu siapa dalang di balik semuanya.

“Woy! Gue bilang lepasin gue!” Sekali lagi Juan berteriak, tetapi seakan tak ada yang mendengarnya. Juan mengentak-entakkan kakinya, berharap rantainya bisa terlepas. Akan tetapi, tak sesuai harapan.

“Gue sumpahin, siapa pun yang udah berani bawa gue ke sini, dia mandul seumur hidup!” teriak Juan.

“Lah, gue emang mandul kan?” tanya salah satu pengawal—Yanto—yang ada di balik pintu pada temannya. Mereka saling pandang.

Pengawal berkepala plontos—Anton—mengangguk pelan. “Lo emang mandul, tapi nggak sama gue, bego!Anak gue rata-rata susun paku di rumah, noh! Gimana dia nyumpahin gue jadi mandul coba?”

Keduanya langsung terdiam saat seseorang berjalan mendekat ke arah mereka. Kepala mereka langsung menunduk hormat pada orang itu.

“Dia udah bangun?”

Baik Yanto dan Anton pun mengangguk. “Udah, Bos.”

“Oke, buka pintunya,” titahnya dengan dagu terangkat tinggi.

Yanto langsung membukakan pintu kamar. Membiarkan sang bosmasuk Dan membuat Juan terpaku dan menganga melihatnya.

“Sayang, kamu udah bangun?” tanya Dian dengan senyuman yang tersemat di bibirnya.

“Ma?” Juan kembali mengatupkan bibirnya. Kedua tangannya langsung terkepal. “Mama dalang di balik semua ini, iya?”

Dian tertawa pelan seraya mengangguk. “Mama nggak bisa melakukan apa pun setelah penolakan kamu soal perjodohan itu. Maka itu, Mama mengambil jalan pintasnya,” Dian duduk di pinggiran kasur, “yaitu menculik kamu.”

Rahang Juan mengeras, urat lehernya terlihat seiring menatap nyalang pada ibunya sendiri.

“Mama gila?” sentak Juan.

Dian langsung mengernyit. “Kamu tega sekali ngomong gitu ke Mama.” Wajahnya memelas. “Mau jadi anak durhaka kamu, Juan?” tanyanya  sarkas.

“Saya nggak peduli! Mama yang selalu tega sama saya. Dari kecil Mama selalu bertindak agar dapat keuntungan bagi diri sendiri.” Juan mengepalkan tangannya lagi. “Apa rencana Mama sebenarnya? Sampe-sampe mau jodohin aku.”

JuanJulia [Pre-order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang