19. Sarapan pagi
Dua toko yang saling berhadapan itu tutup pada pukul sepuluh malam. Baik Bos Wendi maupun Bos Zeni, masing-masing menutup toko ditemani pegawainya.
Wendi menggembok toko, kemudian memberikan kunci itu pada Juan. “Besok kamu yang buka toko, saya ada urusan penting,” pesannya.
Juan menerima kunci toko. “Bos mau ke mana?”
Wendi mendengkus geli. “Kepo kamu.” Tidak menghiraukan Juan yang mencebik kesal, Wendi berjalan mendekati Zeni yang masih berbicara dengan Julia.
“Besok ada acara keluarga. Kayaknya Mbak sore baru datang ke toko. Kamu yang buka toko, ya.” Itu pesan Zeni.
Julia mengernyit. “Tumben, Mbak. Biasanya kalo ada acara keluarga, Mbak paling males datang.”
Zeni ngenyir. “Ada urusan penting soalnya,” bisik wanita itu.
Julia semakin heran. “Urusan apa, sih, Mbak?” tanya Julia sudah telanjur kepo.
Zeni diam-diam mengulum senyumnya. “Nanti aja aku kasih tahu, deh. Kalo semua rencananya udah ditentuin.”“Udah?” tanya Wendi begitu tiba di dekat Zeni.
Zeni mengangguk pelan. Menatap Julia kembali. “Mbak duluan, ya. Kamu hati-hati pulangnya.”
Dua orang itu berlalu dari sana. Meninggalkan Julia maupun Juan dalam keterdiaman. Sungguh, dua bos itu terlihat sangat anehdan patut dicurigai.
“Gue tebak, kalo ada yang mereka sembunyiin dari kita,” tebak Juan. Tangan laki-laki itu mengusap dagu. Tak sadar kalau sudah mendekati Julia.
“Kayaknya, sih,” jawab Julia spontan. Seakan sadar siapa lawan bicaranya, Julia melirik Juan dengan tatapan malas. Gadis itu menghela napas. Mengaitkan tas selempangnya di bahu kiri. Kemudian, melenggang meninggalkan Juan di belakang.
“Eh, Jul! Tunggu dong!” Juan berlari kecil untuk mengejar Julia. Keduanya sama-sama menghentikan langkah ketika sampai di depan pasar. “Pulang bareng gue, yuk!” ajak Juan setelah terdiam sejenak.
Julia tak menjawab. Gadis itu hanya mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
Menjadikan Juan menghela napas. “Ayolah, Jul! Hitung-hitung buat balas budi karena semalam lo udah izinin gue nginep di rumah lo,” ujarnya. Sebenarnya mencoba untuk membujuk hati Julia yang membeku seperti es itu.
“Nggak usah. Gue naik angkot aja,” tolak Julia.
Juan mendecak pelan jadinya. “Udah malem gini, angkot mana ada yang lewat. Ayolah, Jul! Niat gue baik padahal.”
Saat Juan sibuk membujuk Julia agar pulang bersamanya, satu motor berhenti tepat di depan keduanya. Sontak membuat Juan berhenti membujuk Julia.
Orang yang di atas motor itu membuka helmnya, kemudian tersenyum ke arah Julia.
KAMU SEDANG MEMBACA
JuanJulia [Pre-order]
ChickLitSejak satu tahun belakangan ini, Juan dan Julia resmi menjadi musuh bebuyutan. Karena di pertemukan dalam sebuah pekerjaan yang keduanya sama-sama menjadi pelayan toko baju. Toko tersebut saling berhadapan dan itu jelas saja menjadi picu utama dalam...