6. Akibat JuanJulia

137 29 24
                                    

6

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

6. Akibat JuanJulia

“Bayam satu ikat berapa, Bu?” Julia bertanya dengan tangan memilah beberapa sayuran yang terlihat segar.

“Lima rebu, Neng. Bahan bakar naik sekarang,” jawab si Ibu penjual.

Julia mengernyit. “Ini bahan bakar naik, kenapa sayur juga ikut naik harganya?” tanya Julia seakan tidak terima.

“Ya begitulah, Neng. Saya jualan harus ambil untung juga, nggak mungkin buntung kan?” ucap si Ibu.

“Lima rebu ambil dua ikat, Bu, bisa?” tawar Julia.

Si Ibu menggeleng. “Nggak dapat, Neng.”

“Si Ibu kayak sama siapa. Padahal saya udah langganan di warung Ibu,” ucap Julia. “Jadi, ya, dua ikat lima rebu. Deal!” tukas Julia.

Si Ibu hanya bisa pasrah. Dan mengambil kantung kresek untuk tempat sayuran Julia.

Melihat itu Julia mengusung senyum. “Gitu dong, Bu. Ibu jadi makin cantik,” ucapnya.

“Neng kalau muji saya pas ada mau ya,” dengkus si Ibu. “Ini semua belanjaan kamu, kan? Biar saya hitung semuanya,” ucap Ibu itu.

“Bentar, Bu.” Julia mengecek kembali semua belanjaannya. Setelahnya mengangguk. “Bungkus, Bu. Udah semua itu.”

Si Ibu warung mengangguk. Fokus menghitung belanjaan Julia.

“Enam puluh rebu semuanya, Neng.”

“Banyak amat,” gumam Julia. “Perasaan cuman belanja buat makanan besok.” Gadis itu mengeluarkan dompetnya dan membayar belanjanya.

“Makasih ya, Bu.” Julia menerima kantung kresek berisi semua belanjaannya hari ini.

“Sama-sama, Neng. Besok jangan datang ke sini lagi. Kalau nawarnya nggak kira-kira,” seloroh si Ibu. Sudah biasa melakukan itu dengan Julia.

Julia mengibaskan tangannya. “Alah, si Ibu! Nanti kalo saya nggak ke sini, Ibu pasti kangen,” goda Julia.

“Bisa aja si Ibu. Saya dulu ya, Bu,” pamit Julia. Tersenyum ke pembeli yang lain.
Di sepanjang jalan menuju tokonya. Julia tak henti-hentinya ditawarkan untuk singgah ke berbagai macam toko dan warung oleh penjualnya.

“Neng, Juli! Ada ikan seger, nih. Nggak mau beli?” tawar si Bapak penjual ikan.
Julia menghentikan langkahnya. Tertarik untuk membeli ikan itu.

“Ikan bandel sekilonya berapa, Pak?” tanya Julia. Sudah langganan dengan para penjual di sebagian pasar ini.

Si bapak penjual tadi langsung tertawa, ingat sekali kebiasaan Julia yang selalu menyebut ikan gembung dengan ikan bandel. Pernah ditanya sama si Bapak kenapa Julia menyebutnya ikan bandel. Maka dengan gamblang Julia pun menjawab, “Ikannya bandel sih, Pak. Udah tau gembung tetap berenang juga.” Jawaban itu tidak pernah dilupakan oleh si Bapak tadi.

JuanJulia [Pre-order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang