13. Kedatangan Mama

96 19 17
                                    

13

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

13. Kedatangan Mama

Motor Juan berhenti di halaman rumah Julia. Laki-laki itu dengan gesit turun darimotor dan langsung mengambil alih Jeje dari gendongan Julia.

“Biar gue yang bawa Jeje masuk,” ujar Juan.

Julia hendak membantah, tetapi tak jadi mengingat Juan itu sangat keras kepala. Dia pun memilih membukakan pintu. Membiarkan Juan meletakkan Jeje di  kamarnya.

“Makasih,” ujar Julia tulus yang sejak tadi hanya mengekori Juan.

Juan mengangguk. “Sans aja, kayak sama siapa.” Laki-laki itu bahkan tidak sadar telah menepuk bahu Julia sebanyak dua kali. Gerakan tangannya itu terhenti sesaat setelah menyadari perlakuannya . Sontak Juan pun menarik tangannya dan menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal.

“Gue pulang dulu, ya,” pamit laki-laki itu.
Julia berniat mengantarkan Juan sampai halaman rumah, tetapi mereka malah bertemu dengan Galih. Julia menahan napas, dia tahu kalau Galih ditemukan dengan Juan akan berakibat fatal. Mengingat adiknya itu sangat membenci Juan.

“Ngapain lo ke sini? Bukannya udah gue bilang, jangan pernah deketin kakak gue lagi?” tekan Galih. Tas di punggungnya menandakan kalau dia baru pulang  kerja kelompok.

Juan tersenyum tipis. “Gue deket sama kakak lo cuma mau jadi temen biasa aja. Nggak lebih kok,” balasnyasantai. Kemudian, Juan menoleh ke Julia. “Jul, gue pulang, good night.”

Entah sengaja atau tidak, Juan malah mengusap kepala Julia. Menjadikan Galih semakin tersulut amarah. Laki-laki itu hampir saja hendak mengejar Juan yang sudah naik ke motor, kalau saja Julia tak menahan tangannya.

“Ini udah malam, nggak baik buat keributan. Tetangga pasti terganggu nantinya,” tahan Julia.

Setelah melihat motor Juan menjauh, Julia langsung menatap adiknya dengan intens. “Kamu dari mana?”

“Dari rumah temen, ngerjain tugas kelompok.” Galih menjawab dengan tenang. Meski dia tahu sang kakak tidak bisa ditipu dengan mudah.

Julia malah bersedekap dada. “Kakak tahu kamu bohong,” sarkasnya. Membuat Galih semakin bungkam, tidak berani membuka suara lagi.

Sementara Julia menghela napas pelan. “Kakak udah bilang, kan? Kamu nggak usah kerja, biar Kakak aja yang cari uang. Kamu cukup belajar dan lulus dengan nilai yang sempurna, itu udah buat Kakak bangga.” Julia memejamkan matanya sesaat. “Kalau kamu kerja, otomatis kamu nggak fokus belajar. Kakak mohon sama kamu, sekolah dulu yang rajin. Nanti setelah tamat, baru terserah kamu, mau kerja sambil kuliah, Kakak dukung.”

Galih menatap Julia dengan tatapan sendu. “Tapi aku nggak mau ngerepotin Kakak terus. Cukup Kakak banting tulang selama ini. Dari mulai kerja buat biaya pengobatan Ibu waktu itu, sampai sekarang untuk biaya sekolah aku dan Jeje.” Galih menjeda ucapannya sebentar, mengembuskan napasnya perlahan. “Aku cuma nggak mau jadi beban Kakak,  sedangkan aku udah punya tenaga buat kerja. Aku janji, sekolah aku nggak bakal terganggu karena aku kerja. Dan, aku akan buktiin ke Kakak, kalau aku bisa. Bisa lulus sekolah dengan nilai yang bagus meski aku kerja sampingan juga.”

JuanJulia [Pre-order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang