23. Penyesalan

93 14 7
                                    

23

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

23. Penyesalan

Motor Rafa berhenti di halaman rumah Julia. Laki-laki itu membantu Julia membuka helm.

“Kenapa lo bilang kita pacaran sama mantan lo?” tanya Rafa yang sebenarnya sedikit menuntut. Dalam hatinya sedikit terbesit harapan.

“Soal tadi, gue minta maaf. Gue ngomong kayak gitu, biar Juan bisa jauh dari gue.” Julia meringis tak enak.

Rafa tersenyum kecut. Bagaimana bisa dia berharap pada Julia, setelah malam itu, Julia menolaknya mentah-mentah.

“Gue udah pikirin ini dari lama,” ujar Rafa membuka suara malam itu.

Julia menatapnyadengan saksama, membiarkannya mengambil tangan gadis itu dan menggenggamnya.

“Nggak tahu kenapa, entah kapan perasaan ini datang.” Rafa terlihat mengembuskan napasnya pelan. “Gue udah mastiin ini, Lia. Kalo gue benar-benar sayang sama lo. Sayang yang diartikan bukan sebagai sahabat kecil, meainkan sebagai laki-laki pada seorang perempuan Gue cinta sama lo.”

Julia dapat melihat ketulusan dari mata Rafa.

Namun, Julia tak bisa memungkiri kalau sisi hatinya berbeda pada teman kecilnya ini.

“Rafa ...,” Julia menjeda seperkian detik, “... gue bingung.” Julia menunduk, menatap tangannya yang masih Rafa genggam. “Tapi, maaf,” Julia mengangkat wajahnya, “gue nggak bisa nerima lo karena ….”

Julia tak melanjutkan ucapannya lagi.
Rafa tercekat, dadanya terasa amat sesak. Untuk pertama kali, Rafa ditolak seperti ini.

“Karena lo masih sulit ngelepas masa lalu lo, kan?” tebaknya. Dia memaksa membuka suara, agar tak terlihat betapa rapuhnya dia sekarang.

“Bukan gitu,” sela Julia cepat. “Gue cuma takut kalo gue akhirnya nanti ditinggalkan. Gue sedikit trauma.” Julia memelankan suaranya di akhir kalimat.

“Gue bukan Juan atau ayah lo, Lia. Gue bisa pastikan kalo gue nggak bakal ninggalin lo.” Rafa mengeratkan genggaman tangannya pada Julia. Menatap gadis itu sendu. “Jadi pacar gue, ya.”

Satu tangan Rafa naik untuk mengusap pipi Julia dengan lembut. Bersamaan itu, mereka mendengar suara motor bising. Julia tertegun melihat punggung seseorang yang amat dia kenali.

Setelah itu, tatapan Julia naik, balas menatap Rafa dengan senyuman tipisnya.
“Gue nggak bisa, Raf. Sorry, masih banyak gadis lain yang pantas jadi pacar lo,” tolak Julia lagi. Mungkin Julia akan dikatakan sombong atau jual mahal karena sudah berani menolak laki-laki sebaik Rafa. Akan tetapi, Julia terlalu takut untuk membangun sebuah hubungan baru. Dia takut untuk kedua kalinya.

Rafa mengangguk pelan dengan senyuman tipis di bibirnya. “Gue paham. Seharusnya gue nggak maksain lo buat jadi pacar gue. “Rafa tertawa kecil.Tangannya kembali naik untuk mengusap rambut pendek Julia.

JuanJulia [Pre-order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang