3. Pembeli julit

181 37 23
                                    

3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

3. Pembeli julit

Toko sejak siang tadi ramai akan pengunjung. Baik Julia dan Juan sama-sama melayani pembeli dengan baik. Sementara bos mereka masing-masing bersyukur dalam hati karena hari ini terhindar dari yang namanya pertengkaran kecil dari dua manusia itu.

“Mbak! Kok baju-baju di sini agak mahal, ya. Di toko depan tuh, murah-murah kok,” ujar salah ibu pembeli.
Jelas saja mendengar itu Julia panas dingin. Sialan! Itu bisa bikin tokonya tidak laku nanti.

“Ibu salah pasti.” Julia mencoba tersenyum manis. “Baju di sini lebih bagus Bu, makanya baju mereka lebih murah. Lagian harganya nggak jauh kali kok Bu,” lanjut Julia.

Si Ibu nampak tidak percaya. “Ah, masa sih, saya baru ke sana tadi. Dan dilihat dari mereknya. Sama kok,” ujarnya.

Dalam hati Julia menggerutu kesal. Bilang aja nggak mau beli di sini, makanya banding-bandingin barang mereka sama toko di depan.

Gini nih jadi, karyawan toko. Kalau tidak ramah disalahin dan tidak bisa tahan sabarnya, ya, gini. Harus sabar lihat ibu-ibu julid sama barang-barang toko.

“Ya, udah, Bu. Kalau nggak mau beli di sini, Ibu silahkan beli di toko depan. Bukan Ibu aja yang mau saya layani,” ucap Julia dengan senyum paksaan.

Raut wajah si Ibu tadi langsung jengkel. “Mbak ngusir saya gitu?” kata si Ibu nyolot.

“Bukan, Bu.”

“Alah! Bilang aja, iya. Kalau tahu pelayanannya begini, saya nggak masuk ke toko ini tadi.” Si Ibu berjalan pongah ke luar dari toko.
Beberapa para pembeli sedari tadi mendengar perdebatan mereka. Kini kembali memilih beberapa baju yang menarik.

Julia menghela napas pelan. Selain Juan yang suka bikin darah tingginya kumat. Pelanggan seperti tadi, juga tak kalah saingnya sama Juan. Sama-sama bikin sinting.

“Kenapa, Lia? Mbak denger tadi kayak ada suara berdebat.” Mbak Zeni ke luar dari ruaangannya. “Kamu nggak berantem sama Juan lagi kan?” todong wanita beranak satu itu.

“Nggak Mbak. Itu tadi ada pembeli yang beda-bedain harga jual kita sama toko di seberang,” sahut Julia. Menghapus keringatnya di kening dengan tisu.

Zeni langsung bertolak pinggang. “Heran,” ujarnya seraya menggeleng. “Bilang aja, dia nggak mau belanja di sini. Pake banding-bandingin harga jual kita lagi.”

“Udahlah, kamu layani pelanggan kita lagi. Mbak mau masuk ke dalam lagi, anak Mbak lagi tidur soalnya.” Zeni menepuk bahu Julia. Menyemangati gadis itu.

Julia mengangguk. Gadis itu mengembuskan napasnya kecil. Mencoba memasang senyum sebaik mungkin. Dan berjalan mendekati pelanggan yang sedang memilah beberapa baju-baju mereka.

Di sore harinya. Toko baru berangsur sunyi. Di situlah Julia duduk di dekat pintu masuk. Gadis itu mengusap keringatnya.

Memang di dalam toko ada kipas angin. Akan tetapi tetap saja dia berkeringat karena lelah mencarikan bahan yang sesuai dengan keinginan pelanggan.

JuanJulia [Pre-order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang