Page 30: Our Dreams

8.2K 896 249
                                    

Empat bulan kemudian….

“Jangan sedih, gue janji bakal sering-sering telfon kalian. Yaa, meskipun gue tau peraturan agensi ketat banget, tapi bakal gue usahain ngabarin kalian terus.”

Hari ini adalah hari keberangkatan Zian menuju Korea Selatan. Cowok itu sangat serius dalam mengejar mimpinya untuk menjadi seorang bintang. Para sahabatnya termasuk anggota FAVE yang jumlahnya semakin sedikit itu mengantarkan Zian sampai ke bandara.

Zian membenarkan letak kacamata hitamnya sebelum merentangkan tangan lebar-lebar dan memeluk temannya satu per satu.

“My bro kembaran gue, uljima chingu-ya, naneun gwenchana, hyung. (jangan nangis bro, gue nggak pa-pa, bro).”

Reynand membalas pelukan Zian seraya menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu. “Take care ya, Zi. Semoga lo bisa menggapai mimpi lo.”

“Siap my brother, kita bakal sukses sama-sama. Tenang aja, nanti gue kasih tiket konser gratis jalur orang dalam.”

“Hm, thanks.”

“Glen, gue pamit, ya. Maafin kalau ada salah khilaf, biasanya gue emang sengaja,” kata Zian memeluk Glenka tapi cewek itu cepat-cepat melepas pelukannya.

“Baek-baek lo di sana, Zi. Mental kudu kuat kalau mau jadi idol mah.”

“Oke, Glen. Lo juga, kalau udah putus dari Aries langsung kabarin gue aja. Pintu hati gue terbuka lebar buat lo.”

Kemudian tatapan Zian berhenti di orang terakhir yang belum memberinya pelukan, Vania.

“Panpan….”

“Semoga ban pesawat lo kempes.”

Mwo, neo micheoseo?! (Apa, lo gila, ya?!)” Zian berniat menjitak dahi Vania tapi Reynand menahan tangan cowok itu. “Buset, patah tangan gue, Rey!” teriak Zian sehingga Reynand melepasnya. “Lagian cewek lo nih, doanya kaga pernah bener. Yakali ban pesawatnya kempes, lo kata angkot?! Aigoo… jinja napeun yeoja (Astaga, dasar cewek jahat),” gerutu Zian yang mulai keranjingan berbahasa Korea.

Sementara itu Vania hanya mendengkus dan tidak berminat memeluk Zian. Namun Zian memilih nekat dengan mendekap Vania secepat kilat.

“Iiihh… najis dipeluk kodok zuma!!”

Vania memekik geli sedangkan Zian malah ketawa-ketiwi. Reynand hanya menatap datar karena ia tahu Zian tidak pernah berniat buruk kepada Vania.

“Hehe… peluk dikit doang ya elah, meskipun lo kayak penyihir tapi gini-gini gue sayang sama lo, Panpan. Lo itu udah gue anggep kayak adek tiri gue sendiri.”

“Apaan sih! Semua orang selalu bilang kayak gitu setiap ketemu gue. Elo, Glenka, Mbak Lili, sampek Indomie Kare aja pengen ngadopsi gue jadi adeknya. Denger ya, gue nggak mau jadi adek, gue ini udah dewasa, bisanya bikin adek! Ya ‘kan, Rey?!”

Reynand mengangguk saja karena malas berperang dengan Vania.

“Tuh, Rey aja setuju. Emang cuma Rey doang yang bisa liat kedewasaan gue. Kalian semua sama aja, selalu nganggep gue anak bayi!”

“Ya gimana, soalnya lo masih ngedot sih….”

“Glenka! Nggak boleh bongkar rahasia negara! Lagian udah lama kok gue berenti ngedot!”
Glenka terkekeh, lalu meneliti penampilan Vania hari ini di mana ia mengenakan jaket denim kebesaran, sepatu  converse putih, juga rambut yang dikepang satu dan menyisakan poni anti badai yang lucu. Glenka pun gemas lantas mencubit kedua pipi Vania.

Sweet Karma (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang