#17 B

1.2K 146 12
                                    

Enjoy
.
.
.
.

"heh! Lu apa-apaan sih chan! Lu mau bawa gue kemana hah?!"

Jeno yang dari tadi ditarik Ichan pergi terus memberontak ingin kembali keruangan kembarannya.

"Chan!! Gue mau balik mau nemenin buna! Lepasin gue woi"

Ichan masih tetap tidak menggubris ucapan Jeno dan tetap menarik Jeno pergi dengan sekuat tenaga.

Dan akhirnya mereka sudah berdiri di taman rumah sakit dan saat itu juga Ichan berhenti menarik-narik Jeno.

"ngapain coba kita disini?" tanya Jeno sewot.

Ichan memejamkan matanya untuk menekan emosinya juga dari pada ia ribut sama Jeno.

"Jen... Tolonglahh"

"tolong apaan?"

"bukan tolong apa-apa.... Tapi gue cuma minta tolong pengertian lo buat bang Mark" jelas Ichan.

"gak ada ya! Mark udah bikin Jivan celaka terus dan lo malah belain dia! Inget chan, gue juga masih marah sama lo!"

"yakalo kayak gitu lo marah sama gue aja! Lampiasin marah lo ke gue, lo maki lo tampar lo pukul juga gak papa... Tapi mohon lo ngertiin bang Mark. Dia lagi gak baik-baik aja" ujar Ichan memelas. Jeno berdecih sambil mendorong pundak Ichan.

Tindakan Jeno ini tanpa sadar membuat sedikit hati Ichan terasa perih.

"lo mau belain sepupu lo teruskan? Sama kayak gue yang bakal jadi benteng buat adek gue terus. Jangan mentang-mentang gue cinta sama lo gue gak berani ngelukain lo...."

Deg

Perkataan Jeno itu sukses membuat Ichan terdiam.

"J-Jen.."

"Apa? Lo mau belain Mark lagi?" Jeno udah mojokin Ichan lagi tapi kali ini Ichan ngegeleng lemah.

"lo cinta sama gue?" tanya Ichan lirih.

Dan kali ini Jeno yang dibuat terdiam dengan pertanyaan Ichan.

"Hah? L-lu ngomong apaan chan?" Jeno berkilah dan disitu bisa Ichan liat kalo yang Jeno omongin tadi justru malah kejujuran.

"coba ulangin Je? Lo cinta sama gue?" ulang Ichan.

Jeno ngegeleng dengan wajah datar. "gak lah gila kali ya gue mau nyelingkuhin Renjun, dah lu salah denger doang"

Dan kesekian kalinya Ichan patah karna fakta Jeno yang sudah punya pacar yang sedang ia perjuangin.

Ichan kemudian menunduk, mengalihkan tatapannya dari Jeno. Perasaan sesak itu kembali tetapi kali ini dirasakan oleh keduanya.

Pelupuk mata Ichan mulai menggenang air mata, rasa sesaknya sudah tidak bisa ia tahan lagi.

"lo beneran cinta sama Renjun?" tanya Ichan dengan suara bergetar. Jeno sadar akan hal itu.

"ya-yaiyalah... Kamu tau kan aku udah sejauh apa sama injun" Jawab Jeno dengan nada yang lebih lembut.

Ichan mendongak kan kepalanya memberanikan menatap Jeno walaupun dia tau rasanya bakal semakin sesak.

"Jen...  Apa udah gak ada lagi celah buat gue masuk?"

Jeno melihat itu. Tatapan tulus yang Ichan berikan setiap saat. Mengingatkan Jeno tentang Pundak dan waktu yang selalu Ichan berikan padanya dan tanpa sadar itu membuat Jeno lebih bergantung kepada seseorang didepannya ini.

Air mata Ichan jatuh dan Jeno dengan reflek menyeka air mata itu.

"jangan nangis" bisik Jeno.

Bukannya berhenti, air mata itu malah semakin berlomba-lomba untuk keluar. Tangis Ichan semakin pilu dan itu membuat Jeno sakit melihatnya.

Grep

Jeno merengkuh Ichan dalam pelukannya, ia sudah gak sanggup melihat air mata itu terus keluar dari orang yang ia sayang.

"jangan nangis.... Aku ada disini"

"hikss... Percuma ....... Ragamu memang disini buat aku hikss.... Tapi hati kamu punya orang lain"
.
.
.
.

Diruang tunggu operasi sekarang hanya ada Mark dan buna Doyie. Kedua orang tua Mark sudah pulang beberapa menit yang lalu dan membiarkan si putra sulung ikut menunggu di rumah sakit.

Ke khawatiran masih menyerang Mark, pintu ruang operasi masih tertutup belum menunjukan tanda-tanda operasi sudah selesai.

Bayangan-bayangan terburuk terus menghantui pikirannya. Dan ketakutan terbesarnya adalah kehilangan Jivan.

Kegelisahan Mark terus diperhatikan oleh buna. Doyie sudah tau penyakit mental yang diderita Mark karna sebelumnya Jivan sudah bercerita. Dan buna tau kalo kekhawatiran yang Mark rasakan dapat memperburuk kesehatan mentalnya.

"Mark... Tenang ya? Doain aja Jivan yang terbaik kamu jangan khawatir tuhan pasti memberikan kebaikan untuk Jivan" ujar buna .

"tapi bun... Kalo Jivan-"

"jangan berpikir seperti itu ya? Jivan pasti baik-baik aja"

Dan ya... Pada akhirnya hanya kalimat penenang lah yang dapat Mark dengar, karna pada kenyataannya semua tidak baik-baik saja bahkan ketakutannya menjadi kenyataan.

"Maaf tuan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi benturan di kepala pasien cukup keras sehingga membuatnya cedera kepala serius dan terjadi pendarahan terus menerus"

"dan dengan berat hati kami nyatakan pasien atas nama Nauval Jeevan Manendra telah meninggal dunia"

Bagaimana dengan Mark? Rasanya ia akan terjun bebas dari gedung ini dan mati menyusul kesayangannya.

TBC

Selamat menikmati :))

Enemy Or True Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang