BAB 09

662 68 0
                                    




Alin sedang berada di rumah Rasyya ia menunggu sahabatnya itu untuk ia ajak menemaninya ke toko buku. Di rumah Rasyya hanya ada dirinya dan pembantu Rasyya, ia memang sudah terbiasa untuk berkunjung meski Rasyya masih di sekolah.

Mendengar deru mobil Alin langsung berdiri untuk membuka pintu.

Alin terdiam di depan pintu, ia melihat Aqeela turun dari mobil Rasyya.

"Eh Hai Lin, udah lama?" Alin hanya mengangguk dan tersenyum pada Aqeela.

"I--iya baru aja." jawab Alin gugup, ia menurunkan pandangan dan melihat tangan Rasyya dan Aqeela saling bergenggaman.

"Kayaknya lo sibuk, gue jalan duluan deh."

"Eh Lin, lo mau pergi sama Rasyya yah?" tanya Aqeela tidak enak hati.

"Ngak kok, eh gue harus jalan dulu."

Aqeela memandang kepergian Alin dengan raut wajah bersalah. Sedangkan Rasyya hanya mengedihkan bahu tidak peduli.

"Ayo masuk," ajaknya pada Aqeela yang masih berdiri diam.

"Gue pulang aja deh, kayaknya Alin mau pergi sama lo."

"Tapi gue ngak mau, gimana dong?"

Pernyataan itu membuat Aqeela mencubit tangan Rasyya. "Jahat banget lo." rutuknya.

"Lo tuh yang jahat, udah ayo masuk."

Akhirnya, mau tidak mau Aqeela masuk mengikuti Rasyya. Sudah lama ia tidak ke rumah ini.

"Mau minum apa?" tanya Rasyya yang ikut duduk di samping Aqeela.

"Apa aja deh, Bunda belum pulang?"

"Biasalah." jawab Rasyya acuh.

Mendengar itu Aqeela menghela napas, ia tahu permasalahan keluarga Rasyya.

"Jangan sedih gitu ah."

"Siapa yang sedih sih."

Keduanya lantas tertawa menikmati waktu sore bersama di ruang tamu.

***

"Bodoh banget lo Lin, bodoh, bodoh!"

"Hey? You okay?"

Alin menoleh, mengeryitkan dahi pada laki-laki yang berdiri di depannya.

"Ya," jawab Alin langasung berlalu namun belum sempat ia berjalan sebuah tangan menahan langkahnya.

"Kenapa yah?" tanyanya.

"Gue bisa bantu lo buat misahin mereka."

Alin menautkan alisnya bingun. "Mereka?"

"Iya sahabat lo dengan mantannya."

Alin semakin bingun dari mana orang ini mengetahui permasalahan yang di alaminya.

"Udah, lo mau ngak?" tawar orang itu lagi.

"L---lo---?"

"Ayo ikut gue kita bicara di kafe."

Alin hanya mengikuti langkah orang asing di depannya, ia begitu penasaran siapa orang ini. Datang di waktu yang pas dengan kesedihan yang di alami Alin.

Setelah duduk di pojok kafe keduanya langsung memesan makanan untuk menemani pembicaraan mereka.

"Sebelumnya, gue ......"

***

Di taman komplek Aqeela dan Rasyya berjalan-jalan, setelah mengantar Aqeela pulang. Ia di ajak oleh mantannya itu untuk berjalan-jalan di taman kompleks yang sedang ramai dengan orang-orang yang menikmati senja.

"Qeel?"

Aqeela menoleh, "kenapa Za?"

Rasyya diam apakah ini waktu yang pas untuk mengutarakan isi hatinya.

"Ngak jadi,"

Aqeela hanya menggelengkan kepala, ia sebenarnya tahu apa yang akan di katakan Rasyya, namun semesta berpihak padanya pasalanya ia belum siap untuk kembali sebelum semua pemicu masalah selesai.

Keduanya kembali diam larut dengan suasana hati yang bergemuruh.

"Pulang yuk!" seru Aqeela yang sudah berdiri diikuti Rasyya di belakang.

"Thanks yah, lo udah bikin gue jadi seperti sekarang. Gue ngak tahu kalo lo ngak ada."

Rasyya yang mendengar penuturan Aqeela tertawa, ia mengusap-usap rambut Aqeela.

"Lo jangan sedih lagi yah, gue sama sahabat-sahabat lo ada untuk lo."

Aqeela terseyum, "yaudah yuk."

"Yuk apa nih?" goda Rasyya pada Aqeela.

"Apa sih Syya, malu tauuu."

"Ihh sok malu gemessss!"

Aqeela langsung berlari mengejar Rasyya yang sudah jauh di depannya.

"Ihh bikin gemas." Aqeela menggerutu sendiri.

***

"Lo pahama kan?"

Alin hanya diam belum berbicara, sejujurnya ia tertarik namun apakah ini pilihan yang tepat untuk mendapatkan sang sahabat?

"Gue---"

"Lo bisa hubungin gue besok buat keputusan lo."

Setelah itu orang tersebut meninggalkan Alin sendirian di dalam kafe.

Alin sampai di rumahnya, ia menemukan  bunda dan ayahnya yang sedang menonton tv.

"Hay Bun, Yah, Alin istirahat dulu yah."

"Udah makan sayang?"

"Udah Bunda!" teriak Alin yang sudah berada di dalam kamarnya.

Pukul 01:40.

Alin tidak bisa tidur, ia terus memikirkan penawaran orang misterius kemarin.

Sejujurnya ia tergiur namun ia juga masih ragu untuk mengambil keputusan tersebut.

"Cukup untuk mengalah Alin, rebut kebahagian lo!" Alin bangun dari tidurnya langsung mengambil hp di samping mejanya.

"Halo?"

"Bagus, lo udah punya keputusan?"

"Ya, ta---."

"Lo ngak perlu khawatir, lo aman oke?"

BERSAMAMU [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang