BAB 17

547 64 3
                                    






"Michi Hey? Jangan di pikirin yah. Nanti kita cari solusinya bareng-bareng."

"Aku masih ngak nyangka aja gitu," Rey meghela napas, ia sama dengan Michi mereka tidak habis pikir dengan apa yang sudah di lakukan sahabat mereka sendiri.

"Kita pura-pura ngak tau aja dulu yah, nanti kalo punya waktu yang pas kita bongkar semua Oke?"

Michi mengangguk mengerti.

***

"Silahkan duduk Bu Amira."

Amira mengangguk, tadi pagi ia mendapat telpon dari kantor polisi bahwasannya satu tahap lagi kasus kecelakaan yang di alami Aqeela akan terkuak.

"Gimana Pak perkembanganya?"

"Sudah 90% Bu, kami harap ibu bersabar. Supir taksi yang di tumpangi anak ibu ternyata di bayar, beliau juga sebagai korban."

Amira kembali mengangguk, "Terima Kasih Pak, semoga kasusnya secepatnya selesai."

Polisi sudah mengantongi identitas semua pelaku, itu yang membuat dirinya bernafas lega. Setelah pulang dari kantor Polisi, Amira berkunjung ke makam sang suami.

"Mas, sejak kamu pergi Aqeela lebih banyak murung," ujar Amira dengan air mata yang mengalir.

"Tapi jangan khawatir yah, aku akan selalu jaga Aqeela sesuai pesan mu."

Setelah puas melepas rindu Amira berdoa di makam sang suami, tak lupa mencium batu nisanya.

***

Ica : Syya gue ke rumah lo yah?

Rasyya : sini aja ca

Ica : thanks gue sama rey

Rasyya : oke, gema sama jeje?

Ica : biasalah

Rasyya : y udah, gue tunggu

Tok tok tok

"Siapa?"

"Bibi Mas."

Rasyya berdiri membuka pintu kamarnya, "kenapa Mbak?"

"Neng Alin nyariin mas," Rasyya mengangguk, ia menutup kamarnya dan turun menuju ruang tamu.

"Kenapa Lin?"

"Gue mau ngomong serius."

Rasyya menaikkan Alis bingun. "Ngomong aja," jawabnya acuh, sejujurnya ia masih marah soal Alin yang menampar Aqeela di sekolah.

"Ngak di sini," Alin menarik tangan Rasyya menuju halaman belakang rumahnya.

Keduanya terdiam cukup lama setelah sampai di gazebo, sejujurnya Rasyya ingin meminta penjelasan tentang Alin yang menampar Aqeela, namun ia pikir bukan waktu yang pas.

"Kenapa Lin?" tanya Rasyya yang sudah jengah dengan keheningan di antara mereka.

"Gue mau lo jadi pacar gue."

Rasyya menoleh pada Alin yang masih menutup matanya, ia tidak kaget dengan Alin yang menyatakan perasaannya.

"Lin?"

"Gue tau ini salah, tapi gue udah lama suka sama lo. Sebelum lo pacaran sama Aqeela."

"Gue tau," Alin menoleh kaget.

"Lo--- tau?" cicitnya berusaha menyembunyikan keterkejutannya.

Rasyya mengangguk. "Ya, dan gue harap lo ngak usah terlalu berharap sama gue. Selama ini gue cuma Anggap lo sebatas sahabat. Sorry Lin."

BERSAMAMU [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang