BAB 10

659 64 1
                                    

Part ini fokus pada kehidupan Rasyya.



Hari minggu ini cuaca sedang mendung, semalaman hujan tak berhenti turun menapaki tanah. Akibatnya laki-laki yang masih tenggelam dalam selimuntnya masih enggan untuk membuka matanya sedangkan jarum jam sudah menunjukkan tepat pukul 10 pagi.

"Syya? Udah bangun belum?"

Teriakan dari luar kamarnya tidak ia pedulikan, ia masih enggan untuk membuka matanya.

"Sayang... ayo bangun, di bawah ada papah kamu loh."

Mendengar kata Papah, membuat Rasyya rasanya makin tidak mau untuk bangun dari tidurnya. Tapi, kata-kata lembut itu mau tidak mau ia bangun dan bersiap ke kamar mandi.

"Syya, ayo nak. Bunda tunggu yah."

Suasana di meja makan cukup membuat nafsu makan Rasyya hilang, di sana ada Papahnya yang duduk dengan aura tegas pemimpin.

"Mau makan apa nak?"

"Nanti aja Bunda, Rasyya makan roti aja."

Bunda mengangguk, lalu melanjutkan sesi makannya. Mengabaikan tatapan sang suami pada sang anak yang seakan tidak peduli.

"Gimana sekolah?"

Suara tegas itu membuat Rasyya berhenti mengunyah, ia menoleh pada sang Papah yang tadi bertanya.

"Biasa aja," jawabnya berusaha santai dan lanjut memakan roti selainya.

"Kamu tau kan, apa yang Papah harapkan sama kamu?"

Rasyya mengangguk enggan, ia sangat ingin marah jika Papahnya sudah membahas hal yang dapat memicu emosinya.

"Syya, habis sarapan tolong bantu bunda bersihin kolam yah?"

Rasyya tahu itu pengalihan, agar tidak ada lagi hal yang terjadi seperti sebelum-sebelumnya.

"Iya Bunda, yaudah Rasyya udah selsai."

Rasyya berdiri meninggalkan tatapan tajam sang Papah yang seakan siap membunuhnya. Namun Rasyya dapat melihat Bundanya yang mengelus punggung tangan Papahnya.

***

Amran Rayensyah merupakan pengusaha batu bara. Ia sudah lama berada di bisnis itu sebelum ia bertemu dengan Rana Hestia sang istri yang memiliki wajah rupawan.

Mendengar sang Istri sedang mengandung ia semakin over menjaganya, dan semua samakin berlanjut setelah mengetahui bahwa sang calon bayi berjenis kelamin laki-laki seperti impiannya.

10 tahun kemudian.

Amran dan sang istri merawat anaknya dengan sangat baik, terbukti dengan prestasi yang ia raih 5 tahun belakangan ini.

"Papah bangga sama kamu, sebagai keberhasilan kamu, Papah kasih kamu hadiah!"

Rasyya yang waktu itu berusia 10 tahun sangat bahagia, akhirnya setelah meraih berbagai macam penghargaan sang Papah memberinya hadiah.

"Serius Pah? Makasih Papah!"

Bocah 10 tahun itu berteriak heboh yang membuat kedua orang tuanya tersenyum melihat tingkahnya.

"Pah, Rasyya mau---" ucapan Rasyya terpotong.

"Mau apa hm? Hadiahnya udah nunggu kamu di rumah." mendengar itu rasa bahagia pada dirinya berlipat ganda, ia tidak sabar untuk segera sampai ke rumahnya.

20 menit perjalan mereka sampai, Rasyya  tanpa ba-bi-bu langsung turun dari mobil dan masuk kedalam rumahnya, di susul kedua orang tuanya.

"PAH HADIAHNYA MANA!" Seru Rasyya heboh pasalnya ia sudah mengelilingi seluruh isi rumah namun belum menemukan apa yang ia cari.

"Di kamar sayang, ayo ikut Papah." Papahnya datang dari belakang dan langsung berjalan menuju kamar Rasyya yang ada di lantai dua.

Rasyya yang melihat itu mengerutkan keningnya, ia sudah memeriksa kamarnya namun ia tidak menemukan barang satupun kotak berbentuk kado.

"Ini hadiah nya sayang," Rasyya di buat bingun, Papahnya menunjuk meja belajarnya yang di penuhi tumpukan buku baru. Ia lalu menoleh pada sang Papah meminta penjelasan.

"Pah?" Rana sama terkejutnya dengan Rasyya, di sana hanya ada tumpukan buku. Apa yang ia bayangkan tidak sesuai dengan ekspeatasinya. Rana sebetulnya sudah mendunga maksud kata hadiah dari sang suami.

"Pah! Kok buku?"

"Kok Buku? Buku itu jembatan ilmu Rasyya, kamu justru harus bahagia Papah udah beliin kamu buku untuk jenjang SMP. Sebentar lagi kamu masuk SMP kan?"

Rasyya terdiam di tempat, Papahnya memang ambisius untuk membuat Rasyya nomor 1.

"Yaudah, makasih Papah. Rasyya mau isitirahat dulu." seru Rasyya tak bersemangat lagi, kedua orang tuanya sudah meninggalkannya di dalam kamarnya sendiri.

***

"Sayang?"

Rasyya terperanjat kaget, ia menoleh ke sumber suara. Ternyata Bundanya.

"Iya Bunda?" Rasyya baru sadar jika sedari tadi ia terus melamun di kolam renang.

Rana yang melihat itu tersenyum dan duduk di samping sang putra.

"Anak Bundan makin besar, sebentar lagi lulus. Kamu mau lanjut di mana nanti?" tanya Rana.

Sebelum menjawab, Rasyya menghela napasnya. Seharusnya Bundanya sudah tau kemana ia harus lanjut setelah lulus nanti.

Tak mendapat jawaban, Rana tersenyum simpul, ia mengelus rambut Rasyya di sampingya. "Maafin Bunda yah, Bunda ngak bisa bujuk Papah."

Rasyya hanya menggelengkan kepala, ini bukan salah Bundanya, tapi Papahnya yang memilili ambisi yang terlalu tinggi.

"Ngak Bunda, Rasyya bakal nurutin semua mau Papah sampai Papah puas," ucap Rasyya, ia tidak mau membebani Bundanya dengan keegosian sang Papah.




BERSAMAMU [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang