27

488 54 1
                                    










Terlambat sudah, cowok yang menggunakan helm full face itu masih berdiam diri di depan rumah sang tambatan hati, namun sepertinya tambatan hatinya sudah memiliki orang lain. Dan dirinya tidak memiliki hak untuk melarang mereka bersama.

Dirinya saja yang bodoh meninggalkan seseorang yang sudah setia dengannya, dan berharap mendapatkan maaf dan kembali bersama. Ia menoleh kembali ke dalam rumah bercat biru coklat itu. Di sana berdiri seseorang yang sangat ingin ia peluk. Namun hatinya menyadarkan bahwa ia bukan yang di butuhkan.

"Maafkan aku Za," setelah mengucapkan kalimat itu, motornya segera ia nyalakan dan berlalu meninggalkan hening.

***

Aqeela terdiam di atas balkon kamarnya, setelah memastikan motor yang sangat ia kenal itu melenggang pergi. Dirinya turut masuk ke dalam rumah dan berlari ke arah kamarnya.

Meraih hpnya di atas meja belajar, Aqeela berjalan menuju kasurnya. Menghempaskan diri dengan kasar.

Aqeela membuka galeri fotonya, hanya untuk sekedar melepas dan membebaskan apa yang sudah selama ini menyesakkan hatinya.

"Kamu jahat Syya."

Tiga tahun lalu...

Saat itu Aqeela dengan semangat nya langsung ke dapur setelah melakasanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Ia ingin membuat sarapan untuk Rasyya dan menikmati berdua di hari minggu pagi. Membayangkannya saja sudah membuat Aqeela tak berhenti tersenyum.

Setelah satu setengah jam berkutat di dapur yang menghasilkan dua porsi nasi goreng dan dua potong waffle. Aqeela langsung ke kamarnya untuk membersihkan diri.

Menenteng paper bag, dengan percaya diri Aqeela berjalan menuju garasinya untuk mengambil motor.

Menempuh waktu lima belas menit, Aqeela kini sampai di depan  rumah pacarnya. Memarkir motornya. Aqeela berjalan ke arah pagar yang ternyata masih di kunci, padahal waktu siang akan tiba.

Aqeela memandang kesana kemari mencari satpam yang biasa berjaga di rumah Rasyya, namun seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan di rumah ini.

Hingga seorang tetangga mendatanginya. "Neng Aza yah?"

"Ya saya sendiri, kenapa ya Bu?" tanyanya heran. "Ohiya yang punya rumah kemana yah bu?" lanjutnya menunjuk ke arah rumah Rasyya.

Sedangkan bu berdaster di depannya masih sibuk merogoh kantong dasternya.

"Ini neng, titipan dari Rasyya," Aqeela meraih amplop putih di tangan ibu tersebut.

"Yaudah saya pamit dulu, permisi."

Aqeela langsung berlari mengejar ibu tadi, melupakan masalah amplop.

"Bu tunggu! Pertanyaan saya belum di jawab, yang punya rumah ke mana?"

"Neng Aza baca aja suratnya."

Aqeela memandang amplop putih itu kembali dengan perasaan berkecamuk, membiarkan ibu-ibu tadi pergi meninggalkannya.

Aqeela menepuk jidatnya, kenapa ia tidak menghubungi Rasyya saja. Aqeela langsung menyambar hpnya di kantong celana. Mencari kontak Rasyya namun nada tidak tersambung, percobaan kedua dan seterusnya sama.

Dengan rasa kecewa yang membelenggu, Aqeela kembali ke motornya. Menyimpan amplop itu ke dalam paper bag. Dan langsung melenggang pergi.

Aqeela dengan rasa penasaran tak sempat masuk ke dalam rumahnya, ia duduk di teras rumahnya dan mencari amplop tadi. Namun semakin ia ingin membuka amplop itu semakin rasa sakit di hatinya terasa.

"Sugesti aja palingan," ujarnya berusaha mengenyahkan rasa itu.

Perlahan ia membuka amplop itu, di dalamnya ada surat dan jepit rambut berbentuk bunga matahari. Tak ingin penasaran Aqeela langsung membuka surat tersebut.

Detik selanjutnya, air matanya meluruh tanpa di perintah. Ia membaca ulang setiap kata yang di tulis dengan rapi itu. Namun isinya tetap sama.

Sebuah perpisahan yang tak terpikiran sebelumnya oleh Aqeela.

"Kamu jahat syya!"

Setiap mengingat kejadian tiga tahun lalu, entah mengapa hanya tiga kalimat itu yang keluar dari mulutnya.

Hingga, seakan mendapatkan peringatan. Aqeela tiba-tiba bangun dan menggelengkan kepala keras.

"Ayo dong Aqeela Aza Calista! Tenang jangan  kayak gini!" ujar Aqeela mendoktrin diri sendiri agar jangan terlalu larut dalam kesedihan.

Ting!

Aqeela meraih benda yang berbunyi tadi, di layar terpampangn nama Asgar.

Kak Asgar :  Hay Qeel

Kak Asgar : sorry gue ganggu, gue cuma mau pastiin aja besok lo udah siap

Aqeela : Insya Allah kak

Aqeela : besok ketemu di mana kak?

Kak Asgar : kafe yang kemarin aja kali yah

Aqeela : boleh kak

Aqeela : nanti aku traktir, haha

Asgar : haha boleh deh

Aqeela : siap kak

Asgar : belum tidur?

Aqeela : ini mau tidur kak

Asgar : oh yaudah. Good night

Aqeela : iya kak
...

***

Asgariana tama, mahasiswa tingkat akhir yang kini merangkap menjadi asisten dosen karena kepintarannya, dan hal itu ia manfaatkan sebaik mungkin hingga mendapat kesempatan untuk membimbing mahasiswa yang ia suka.

Setelah kemarin ia berhasil bernegosisasi dengan cewek itu, sekarang ia lebih berani walau hanya sekedar mengirim pesan. Asgar berpikir seperti semesta mendukugnya, karena ia tidak sengaja menolong mamah cewek itu dan berakhir dengan bingkisan cookies yang sudah ia cicipi.

Asgar sudah seperti orang bodoh, membaca kembali pesan terakhirnya dan hanya di balas singkat, meski seperti itu justru dirinya merasa tertantang untuk mendekati juniornya itu dengan kedok membimbingnya menyusun skripsi.

Asgar bukanlah mahasiswa populer, namun rupanya cukup membuat orang-orang yang melihatnya terkagum. Dan public speaking yang bagus mendapat nilai plus saat pertama kali mengenal Asgar.

Asgar?

Asgar?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BERSAMAMU [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang