22

807 139 6
                                    

Junkyu memetik senar pada gitar kesayangannya yang dia pangku. Sebuah nada sedih tercipta, menggambarkan kesedihan juga kebimbangan yang dirasakannya.

Setelah mencoba memaksa Hyewon untuk membuka mulut, hanya sebuah tawaan yang dia dapat. Dan sebuah kata 'bodoh' yang terlontar dari bibirnya setelah mendengar bahwa asahi mengaku amnesia.

Memang, sebelumnya dia sempat linglung untuk menyadari situasi. Tapi setelahnya dia juga berusaha berpikiran jernih, jika memang asahi amnesia tidak mungkin dia ingat dengan teman-temannya. Begitu juga mashiho yang kembali dia benci.

Amnesia bukan berarti melupakan semuanya bahkan untuk cara menulis. Amnesia hanya berusaha untuk menghapus memori ingatannya entah untuk satu tahun, dua tahun, bahkan sampai sepuluh tahun terakhir. Terutama kepada memori yang menyakitkan.

Lalu apa yang membuat kekasihnya berubah? Atau mungkin junkyu bisa mengganti pertanyaan itu pada dirinya sendiri.

Ada apa dengan dirinya? Kekasihnya telah kembali, namun rasa rindu itu bahkan tak sedikitpun menghilang. Kekasihnya ada didepan matanya, namun tak ada rasa menggebu dalam hatinya. Tak seantusias biasanya.

Kenapa dia merasa bahwa asahi yang dia klaim sebagai kekasihnya berbeda dengan asahi yang sekarang?

Memikirkan itu membuat junkyu tertawa hambar sembari menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum paksa.

Tak mungkin kan jika kekasihnya yang kemarin berbeda dengan asahi yang ini?

Lucu sekali jika benar.

drtttt


drtttttttt!

Ponselnya berdering, junkyu hanya menatap benda persegi yang bergerak itu dalam diam. Nama kontak asahi muncul di layar ponselnya, namun dia tak ada niat untuk mengangkatnya.

Padahal sebelum-sebelumnya, dia adalah pihak yang selalu mengabari lebih dulu. Bahkan walau mereka sudah seharian berdua, namun rasanya dia masih ingin bersama orang terkasihnya.

Junkyu menghela napasnya lagi, rasanya dia ingin menarik rambutnya sekuat mungkin. Saking peningnya kepalanya dengan prasangka kepada sang kekasih.

Meletakkan gitarnya, matanya dia pejamkan sebentar. Berusaha untuk mengingat momen manis dia bersama asahi. Tentang bagaimana ekspresi datar kekasihnya yang akan berubah menjadi menggemaskan saat salah tingkah kala dia goda. Tentang bagaimana tawa lebar kekasihnya saat bermain bola di bawah hujan. Juga bagaimana ekspresi haru kekasihnya saat dia memberikan gelang couple di tangannya.

Tautan erat genggaman tangan mereka yang terasa pas, pelukan mereka yang terasa hangat, juga ciuman mereka yang begitu manis. Semua momen itu terangkai indah di dalam otak junkyu, membuahkan senyuman kecil di bibirnya malam ini.

Hingga sebuah sekelebat bayangan mampir di pikirannya. Gambaran tentang adik kelasnya yang berwajah manis namun cantik bersamaan. Musuh abadi doyoung, juniornya juga.

"Bang yedam."



























Asahi melirik Yoshi yang saat ini hanya diam di sampingnya. Mereka tengah berada di gazebo belakang rumahnya, hanya berdua tanpa sang Ayah yang kini masih berada di kantor. Lembur katanya.

"Hyung masih tak ingin membuka suara?" Entah sudah berapa kali asahi melontarkan pertanyaan ini pada yoshi. Namun nyatanya, pria muda nan tampan itu masih diam dengan tatapan lurus kedepan.

Pemuda cantik itu mendengus kesal, dia tersenyum miris. "Kenapa hyung? Apa karena sebegitu cintanya kau kepada Arthur? Atau kau takut dia terluka? Lalu kemana dirimu dua tahun yang lalu? Dan juga apa yang diperbuatnya sekarang? Dia itu benar-benar mengacaukan segalanya! Dia merebut mashiho bahkan Dia merebut junkyu dariku! Dan semuanya semakin tidak terkendali!"

Yoshi menghela napasnya, dia memijit pangkal hidungnya. Pekikan asahi benar-benar membuatnya sakit kepala. "Kenapa kau selalu menyalahkan Arthur, bahkan setelah kalian bersama untuk waktu yang lama?"

"Karena dia selalu merebut milikku." Ucap asahi yang kini mulai menyendu. "Hidupnya bebas tanpa peduli jika dia akan kena amukan Ayah. Dia punya banyak teman yang menyenangkan dan aku iri dengannya. Bahkan hanya dengan perangainya, Arthur mampu membuat junkyu bertekuk lutut. Dan aku semakin membencinya." Desis asahi di akhir.

"Tanpa kau sadari, Arthur selalu berkorban untukmu." Timpal Yoshi yang tak tahan dengan perangai buruk asahi.

Asahi mendengus sinis. "Kau membelanya sekarang? Bukankah kau sama membencinya sepertiku?"

"Kau benar." yoshi kembali menghela napasnya. "Aku membencinya, karena dia munafik. Dan aku menyayangimu, karena itu kewajiban untukku."

Kening asahi mengerut, dia tak mengerti apa yang dimaksud Yoshi.

"Aku harus memujamu, bersikap baik padamu, memanjakanmu layaknya seorang putri, menyayangimu sebagaimana aku memiliki seorang adik juga menjagamu. Aku melakukannya karena itu kewajibanku dan syaratku agar tak membuat ayahmu menghilangkan Arthur selamanya." Jelas Yoshi panjang lebar. Dan asahi tak bisa menahan bola matanya untuk tak melebar, dia terkejut.

"H-hyung.."

"Aku sudah lama memendam ini semua, tapi kau semakin memuakkan setelah junkyu berhasil masuk ke dalam dekapanmu." Yoshi mulai berdiri tegak membelakangi asahi yang masih duduk dengan keterkejutannya.

"Arthur mengorbankan hidupnya untukmu, mengorbankan kehadirannya di dunia ini hanya untukmu, dia akan menjadi tameng untukmu saat orang-orang mulai bertindak jahat padamu. Arthur mengorbankan kasih sayang Ayah juga untukmu, biarlah dia dianggap sebagai bayangmu selama ini. Bocah itu bahkan tak peduli jika dia juga harus mengorbankan cintanya yang tulus untukmu!" yoshi mulai mengeraskan suaranya.

"Dia berusaha memberikan apapun yang kau inginkan! Dia bahkan menjalankannya dengan sempurna, agar ketika dia kembali pergi, junkyu menjadi milikmu! Berharap bahwa kalian berdua bahagia hingga ke altar!" Tubuh menjulang itu berbalik, menatap asahi yang kini tergugu di hadapannya.

"Asahi, bahkan dia juga iri padamu. Arthur selalu iri padamu, dia hanya bisa melampiaskannya dengan melakukan kenakalan dan menyakiti dirinya sendiri. Karena lebih daripada itu, dia amat menyayangimu."

Yoshi mulai berjalan pelan, bukan untuk menghampiri asahi dan memberinya pelukan hangat layaknya seorang kakak. Namun pria tampan itu memilih untuk pergi dari sana.

"Selama ini aku juga turut menghinanya, mencampakkannya dengan kata-kata kasar agar dia membenciku. Karena memang itu yang harus dia lakukan, bahwa aku pantas untuk dia benci setelah apa yang kulakukan selama ini."

"Yang terakhir adikku. Yah, walaupun diantara kita tak ada mengalir darah yang sama." Kekeh yoshi bercanda, namun asahi yang mendengarnya langsung terisak tangis.

"Buanglah egomu dan sikap yang tak terpujimu itu. Biarkan Arthur juga mencicipi kehidupan yang bahagia, biarkan dia muncul bukan sebagai bayang-bayangmu lagi."

Setelah pengakuannya secara panjang lebar pun, yoshi segera pergi dari sana. Meninggalkan asahi yang tenggelam dalam penyeselannya. Dia tak tahu selama ini tentang fakta yang sebenarnya. Dia menutup mata juga telinga tentang apa yang diperbuat Arthur untuknya.

Asahi hanya ingin dia yang dipuja, yang disayang dan tampil di hadapan publik. Asahi tak peduli dengan Arthur, karena memang dia membenci sosok itu sedalam yang dia tahu. Dia tak ingin tahu fakta bahwa Arthur lebih banyak berkorban untuknya, tak ingin tahu bahwa Arthur ingin kebahagiaan hadir di hidupnya yang dipenuhi kesedihan sejak dulu.

"Hiks..."

Asahi menepuk-nepuk dadanya keras. Tak peduli raungan kerasnya yang terdengar, dia hanya ingin melampiaskan rasa sesalnya yang selama ini dia tutup rapat-rapat hanya untuk kebahagiaannya semata.

Hingga sebuah pelukan hangat kini dia dapatkan. Dan tangisnya semakin keras kala merasakan bahwa seseorang yang tengah memeluknya adalah sosok orang tua tunggalnya. Ayahnya, yuta.

"Sayang, kau kenapa huh? Tenanglah, Ayah disini. Bernapaslah dengan baik." Ungkap yuta yang mulai di selimuti kepanikan.

Namun asahi tak mendengar, dia masih saja menangis keras. Hingga sebuah nama yang sudah lama tak dia ucap, kini kembali keluar dari bibirnya yang bergetar. Sebelum akhirnya kelegaan menyapanya dan Yuta yang di terpa keterkejutan langsung berteriak panik.

"asahi, mianhae...."

dear love | kyusahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang