Bab 15: Peluk dan Cium

11.8K 1.5K 152
                                    

15. Peluk dan Cium

"Percaya padaku, semua bahagiaku ada pada dirimu"

Seperti prajurit yang kalah perang, Haechan benar-benar meninggalkan daratan China dan kembali ke negara asal. Mata yang berkobar dengan penuh keyakinan membuatnya tak berani membantah, menurut sembari menunggu kapan waktu yang tepat untuk memberontak. Tapi hal itu menyebabkan isi kepala Haechan bercabang dua, sangat sulit rasanya menembak dua burung dalam satu waktu. Ia harus menentukan prioritas yang lebih didahulukan dengan menanggung resiko ketika mengorbankan yang lain.

Tapi nyatanya keputusan itu sama tak tepatnya. Haechan seperti orang linglung dan sulit untuk fokus, tak seperti dirinya yang biasa. Berulangkali ia ketahuan melamun atau tak menyimak pembicaraan yang berlangsung, dan entah sudah berapa kali Sunwoo menegurnya agar tetap tersadar. Semua orang khawatir, takut jika sang ketua sedang sakit hingga bertanya berkali-kali keadaan Haechan.

"Maaf semuanya atas hari ini, terima kasih atas kerja kerasnya." Tutup Haechan setelah rapat berakhir. Semua orang berhambur keluar masih dengan tanda tanya di kepala, meninggalkan dirinya dan Sunwoo yang menetap di ruangan tersebut.

"Ada apa denganmu?" tanya Sunwoo, bersiap mengomel tak peduli Haechan sudah bersandar lemas di dinding yang begitu dingin.

"Hanya tak enak badan." Haechan menghembuskan napas, terlalu malu menjawab yang sesungguhnya. "Pergilah Sunwoo. Pak Choi sudah menunggu laporanmu hari ini."

Sunwoo mendengus, sengaja sekali membawa nama dosen agar dirinya berhenti mengomel. "Makan barang sedikit, aku tak ingin kau pingsan tiba-tiba." Ucapnya serius sebelum benar-benar pergi.

Akhirnya Haechan sendirian, tanpa ada suara berisik mulut-mulut manusia yang mengganggu. Ia menutup mata, berusaha menyamankan diri di dinding yang sebenarnya tak ada rasa enak sama sekali hanya demi tidur. Tidak seperti yang diharapkan, malah kepalanya yang berisik sekarang. Haechan benar-benar tak diijinkan istirahat barang sejenak.

"Hei, Haechan!"

Matanya yang tertutup perlahan terbuka, sedikit mendongak agar bisa melihat sosok yang berani membangunkannya. "Ku kira siapa?" ungkapnya menghela napas lega ketika Im Nara lah yang mendatanginya.

"Memangnya kau berpikir siapa?" tanya gadis itu sembari mengambil tempat di hadapan Haechan. "Minum lah agar tenagamu kembali."

Tanpa ragu Haechan menerima sekaleng susu putih yang diberikan Nara, berharap hal yang sama jika susu ini bisa mengembalikan energinya yang lari entah kemana. "Siapa lagi kalau bukan Sunwoo. Terima kasih atas minum gratisnya." Mereka berdua saling bersulang pada dua kaleng susu dan meminumnya dengan nikmat. Dua kepala yang paling sibuk di event terakhir ini seakan berusaha melupakan beban yang menggunung dengan menikmati segarnya susu yang masuk ke dalam tubuh.

"Sesungguhnya bukan waktu yang tepat bertanya, tapi aku penasaran." Nara tiba-tiba membuka percakapan, matanya yang membulat lucu menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi. "Apa yang mengganggumu, Haechan? Apa kau kurang puas dengan kinerja kami akhir-akhir ini tapi ragu mengatakannya?"

Haechan agaknya terkejut, tidak menyangka sangkaan Nara malah mengarah ke sana. "Tidak, tentu saja tidak! Kalian bekerja dengan baik, melebihi ekspektasiku." Sanggahnya cepat, berharap tak ada asumsi tambahan yang membuat salah paham.

"Jika begitu... masalah keluarga? Atau percintaan?" Nara rupanya masih mencoba menebak, tak menyerah mengorek informasi hingga rasa penasarannya terbayar dengan tuntas.

"Aku tak bisa menceritakannya dengan gamblang. Tapi... yah, keduanya." Hanya itu informasi yang bisa Haechan ceritakan, terlalu personal untuk disebarkan kepada siapa pun.

Viridity - HYUCKRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang