Bab 31: Negosiasi

7.9K 1K 329
                                    

"99% hidup dan mati"

Disclaimer: dijaga ketikannya, jangan ketik kasar agar tidak mendapat blokir!


Angin berhembus menabrak gorden coklat yang berkibar akibat jendela tidak tertutup, menyebabkan cahaya masuk ke dalam ruang kamar lantai dua, tempat di evakuasinya Haechan dari pingsan. Setelah berbicara penuh emosi dengan sang ayah, ia jatuh pingsan yang tentu mengembalikan fisiknya menjadi manusia. Dan setelah sembilan jam tak sadarkan diri, mata itu pelan-pelan terbuka sembari fungsi otak mulai berjalan mengingat kejadian semalam.

Tenggorokannya terasa kering, bangun pun tak berdaya, tapi lebih baik daripada hari kemarin. Haechan menaruh resiko besar dengan berubah menjadi serigala kala tubuh melemah. Ia mengaktifkan telepati, memanggil siapapun yang mendengar untuk mengambilkan minum. Yang masuk terlebih dulu tentu adalah ibunya, membuka pintu dengan kasar dan memeluk erat-erat sang anak yang akhirnya terbangun.

"Anak ibu selamat! Dewi Bulan terima kasih membiarkan Haechan hidup."

"Aku hanya demam," jawab Haechan bersamaan dengan suara yang pecah. Tenaganya sekarang tak cukup kuat mendorong ibu yang bersikap berlebihan agar menjauh. Sungguh pelukan ini menyiksanya.

Beruntung pelayan datang membawa obat, satu teko air, dan makanan berat yang berhasil mendistraksi ibunya untuk melepas pelukan. Haechan berusaha bangun sendiri selagi kepala pelayan membantu mengatur bantal menjadi sandaran punggung. Rupanya ia masih terlalu lemah untuk sekadar duduk tegak. Ibunya lah yang bertugas menyuap setiap sendok makanan ke dalam mulut, tak lupa omelan tentang Haechan yang sering lupa kesehatan diri sendiri. Ia tidak punya kesempatan membantah, setiap kali mau membalas ibu bakal memasukkan nasi yang membungkam Haechan.

Setelah meminum obat dan kenyang, nyonya Lee memeriksa suhu badan sang anak. Demam mulai turun, sepertinya malam nanti malah sudah sehat. Alpha memang punya kemampuan sembuh dengan cepat, jadi jika demam begini cukup tidur suhu tubuhnya akan kembali normal. Dielusnya rambut sang anak yang berantakan, teringat isi telepon semalam yang harus dikatakan pada Haechan. Apakah ini waktu yang tepat?

"Apa yang ingin ibu katakan?" Mengetahui ekspresi ibunya yang berubah, Haechan memberanikan diri bertanya sembari berharap bukan kabar mengejutkan. Ia terlalu lelah merasa kaget selama dua hari belakangan.

"Ibu tidak yakin kau sudah siap bertemu orang lain saat sakit begini."

Pernyataan ibunya malah makin membuat penasaran, siapa yang ingin bicara dengannya? "Memangnya siapa bu?"

Helaan napas sangat berat nyonya Lee keluarkan, digenggam tangan anaknya meminta keyakinan. "Semalam ada telepon atas nama Lee Jeno. Dia mengaku sahabat Renjun dan meminta waktu mengobrol denganmu."

"Jeno?" Kembali ia ulang nama yang terasa asing disebut ibunya. "Ada keperluan apa dia meminta mengobrol?"

"Dia mengaku pada ibu akan membantumu menyelesaikan masalah ini dengan mate Im Nara."

Tak seperti yang diduga, hari ini pun tetap mengejutkan. Haechan sama sekali tak tahu perempuan itu punya mate. Dan Jeno mau membantunya? Keajaiban macam apa yang sedang terjadi selagi ia terlelap. Atau jangan-jangan Haechan belum bangun. Rasa-rasanya semua yang ibunya katakan seperti bunga tidur. Sangat mustahil.

/././.

Yang Haechan anggap mustahil nyatanya benar terjadi. Lee Jeno datang dan masuk ke kamarnya dengan seseorang lelaki tinggi yang terasa familiar. Kerutan di dahi makin dalam semakin keras dirinya mengingat. Hingga akhirnya kafe tempat Renjun bekerja muncul.

"Kau sudah sembuh?" Jeno berbasa-basi, tanpa dipersilahkan sudah duduk di sofa yang ada di kamar tersebut.

Haechan yang memang duduk di sofa sejak menunggu mereka mengangguk kaku. Matanya beralih pada alpha lain yang tetap berdiri. "Bukankah kau salah satu karyawan di kafe tempat Renjun bekerja?"

Viridity - HYUCKRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang