Bab 20: Pagar Yang Menjulang Tinggi

8.5K 1.2K 132
                                    

"Kau yang membangun pembatas ini,

Kuharap kau pun yang menghancurkannya"

Trigger Warning: kekerasan / mention of blood


Mobil sedan itu mendadak jadi garang di jalanan, melewati setiap kendaraan yang dirasa mengganggu perjalanannya yang sangat terburu-buru. Ada banyak jerit klakson yang menghantam mobil, menegur si pengendara agar bersikap seperi manusia beradab. Jalanan ini bukan miliknya, dia tak punya hak untuk menjadi bar-bar.

Tapi apa peduli Lee Haechan ketika hidup dan mati tengah dipertaruhkan di sini. Dari apartemen Nara menuju kamar sewa Renjun terasa sangat jauh, makanya mengebut menjadi pilihan, tak peduli berapa kali menembus lampu merah. Adrenalin Haechan bukan terpacu pada lajunya mobil, tapi tentang keadaan Renjun yang sangat mengkhawatirkan.

Ia mengetahui ada yang disebut 'luka pengkhianatan' lebih cepat dari orang-orang pada umumnya. Menginjak umur sebelas tahun, tepat di depan matanya, Haechan melihat betapa tersiksa sang ibu merasakan kesakitan akibat dari pengkhianatan yang dilakukan ayah kandungnya. Alasan yang tentu makin mengobarkan api kebencian pada sang ayah.

Hari itu, untuk kesekian kalinya ayah tidak pulang, menyisakan rumah besar hanya berisi Haechan dan ibu serta para pelayan. Walau telah menaiki angka sebelas, Haechan tanpa ragu menawarkan tidur bersama, merindukan pelukan sayang ibu ketika dirinya masih lah balita yang lucu. Omega cantik itu tersenyum, memberi izin Haechan bermanja-manja padanya. Tapi bukan seperti yang diharapkan, ia malah melihat sang ibu tiba-tiba meraung kesakitan di tengah malam yang begitu hening dan damai.

Alpha kecil itu sangat panik, membuat kerusuhan tengah malam di rumah besarnya. Meminta kepala pelayan menghubungi dokter agar bisa mengobati ibunya, tapi gelengan kepala yang didapatkan. Ia nyaris mengamuk, memarahi semua orang karena membiarkan nyonya Lee kesakitan. Akhirnya dengan keterpaksaan, kepala pelayan Nam menjelaskan yang seharusnya belum diketahui kepada alpha yang bahkan belum menginjak usia dewasa. Makin bencilah Haechan pada sang ayah.

Tapi lihatlah sekarang, mereka berdua menjadi sama persis karena pernah menyakiti pasangan masing-masing. Melukai dengan cara paling mengerikan, meninggalkan luka yang sulit hilang hingga bertahun-tahun. Haechan langsung menggeleng, dirinya berbeda dengan sang ayah. Ia tak melakukan dengan sengaja, semua tanpa persetujuan. Mereka tetaplah berbeda.

Parkir dengan asal-asalan, Haechan terburu-buru berlari masuk ke dalam gedung. Melewati dua pijakan tangga agar mempersempit waktu, menuju kamar Renjun yang diharapkan membuka pintu tanpa kekurangan apapun. Ingin membuktikan jika Nara berbohong dan seluruh omongannya cuma omong kosong yang dibuat untuk menggertak Haechan.

Sesampainya di depan kamar Renjun, pintu coklat itu tertutup rapat tanpa ada tanda-tanda keberadaan Renjun di dalam sana. Napasnya memberat, ketakutan muncul ketika ia sadar tak bisa merasakan kehadiran sang kekasih di dalam kamar. Pikiran positif dimunculkan oleh otaknya, mungkin Renjun sedang keluar membeli makan atau sesuatu yang penting. Tidak perlu panik berlebihan, mate-nya akan pulang.

Haechan memilih duduk bersandar di pintu, menyalakan ponsel yang sempat diabaikan. Untuk pertama kalinya nama Na Jaemin adalah muncul paling banyak menghubungi di pukul setengah tiga pagi. Ada enam panggilan tidak terjawab, perasaaan Haechan makin tak enak. Tapi ia memilih mengabaikan barang sebentar walau rasa penasaran muncul lebih banyak, Renjun adalah prioritas utama.

Belum sempat menekan tombol panggil pada nomor Renjun, Haechan mendapati eksistensi Jaemin yang terkejut melihatnya sembari membawa kantung plastik berisi makanan. Tatapan mata itu menjadi dingin, ada kemarahan besar yang tersembunyi di sana. "Apa yang kau lakukan di depan kamar Renjun? Sudah puas bersenang-senangnya?"

Viridity - HYUCKRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang