Bab 23: Feelin' 22

8.7K 1.1K 78
                                    

"Aku kacau"


Tidak tahu apa yang terjadi, isi kepala Renjun telah mengosong sejak bersinggungan mata dengan wanita omega itu. Dan entah kapan keduanya telah duduk di salah satu meja kosong dekat pintu masuk. kehadiran ibu Haechan di tempat kerjanya meninggalkan banyak pertanyaan yang membuat bising kepala. Pasti berkaitan dengan Haechan, tidak ada alasan selain itu.

"Bagaimana pekerjaanmu di sini? Apa nyaman?" nyonya Lee memulai percakapan tanpa melepas senyum cantik di wajahnya. Renjun masih tak menyangka perempuan berkelas ini sangatlah ramah, bukan tipikal bangsawan arogan yang sering ditemuinya.

"Di sini... sangat menyenangkan." Jawab Renjun yang masih agak bingung. "Mmh... nyonya Lee kenapa..."

"Ibu!" potong nyonya Lee dengan ekspresi tak senang, tersinggung pada panggilan yang Renjun pakai. "Jangan pakai panggilan itu lagi, kita bukan orang asing. Kau adalah calon menantuku, jadi panggil 'ibu' juga."

Tenggorokan Renjun mengering, mendadak haus dan butuh air untuk dibasahi. Entah harus tersanjung atau tertekan, panggilan itu tidak di waktu yang tepat. Bagaimana bisa dirinya memanggil 'ibu' pada nyonya Lee jika hubungannya dengan Haechan masih tidak jelas. Mereka memang mate, tapi masalah yang terjadi belakangan memberi ragu pada kepastian yang ada.

Rupanya ekspresi Renjun ditangkap baik oleh nyonya Lee, kegelisahan yang tidak berhasil ditutupi ditambah bumbu kebingungan yang kental. Helaan nafas berat tidak mampu dihindari, nyonya Lee menarik tangan Renjun yang berada di pahanya untuk dielus lembut, memberi kenyamanan yang mungkin dibutuhkan.

"Ibu tidak tahu masalah kalian tapi melihat situasi yang terjadi akhirnya memutuskan datang kemari untuk melihat keadaanmu." Penuh sayang, nyonya Lee menggeser kursinya mendekat ke Renjun. Ia mengelus pipi si manis yang tidak bisa menahan kesedihannya, mengingat kenangan yang sangat menyakitkan itu.

"Jujur berat sekali mengetahui Haechan kembali menghancurkan barang-barangnya di kamar seperti dulu ketika dia marah. Setelah masuk SMA hingga kuliah, emosi Haechan menjadi stabil, bahkan berubah penurut seperti dirinya di masa kecil." Senyum kecil tidak terelakkan, mengingat masa damai walau ada percikan yang tak bisa dihindari dari ayah dan anak setidaknya lebih baik daripada sebelumnya. "Setelah mengenalmu suasana hatinya makin membaik, seakan punya alasan untuk merasa bahagia."

Tanpa dikatakan pun Renjun tahu, ia adalah korban dari keburukan dan kebaikan Lee Haechan. Hanya saja dia butuh banyak waktu mencerna semua kejadian yang lebih banyak sakitnya jika berhubungan tentang alpha itu. Dosa apa yang terjadi pada Renjun di masa lalu hingga punya garis takdir yang mengerikan sampai tidak terlihat 'akhir bahagia' di ujung sana.

"Jika nyonya Lee... maksud saya ibu, datang kemari untuk memaksa memaafkan Haechan, saya belum sanggup." Renjun menggeleng, berusaha menolak bujukan yang mungkin keluar dari bibir nyonya Lee. Dimana-mana ibu akan tetap membela anaknya mau sebesar apapun kesalahan mereka. Jadi jika kedatangan nyonya Lee kemari memintanya kembali pada Haechan, ia benar-benar tidak siap.

"Tidak Renjun, ibu tidak kemari untuk memintamu kembali dengan Haechan. Melihat anak lelakiku sekacau itu tentu meninggalkan rasa khawatir yang besar." Nyonya Lee akhirnya menyerah berpura-pura, menunjukkan kesedihan tanpa dibuat-buat. "Haechan menjadi kurus dan sulit makan, ia pun sering menghilang entah kemana tiap harinya, sangat susah dihubungi. Terkadang dua kali dalam seminggu kamarnya akan porak poranda seperti terkena badai. Karena keadaannya separah itu, ibu ingin melihatmu juga. Mengetahui apa yang sedang terjadi."

"Saya..." Renjun akan pecah tangisnya jika berani melanjutkan ucapan yang tertahan di ujung lidah. Ia tidak ingin memperlihatkan sisi lemah pada siapa pun, tidak di saat seperti ini. Dan seperti telah terikat, nyonya Lee memeluk Renjun begitu erat, membagi pundaknya jadi tempat bersandar pada kesedihan yang menyiksa si manis.

Viridity - HYUCKRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang