Bab 32: Bunga Matahari

10K 1.1K 255
                                    

"Satu tangkai terakhir"

Sejak kepulangannya secara paksa, Renjun jauh lebih pendiam dan menghindari bersama dalam waktu yang lama dengan orang tuanya. Selain dipisahkan, kuliahnya pun putus tanpa berniat dilanjutkan. Jadi cara ia membuang waktu adalah membantu toko bunga milik adik ibunya. Renjun biasanya mengatur keuangan dan jadi kasir, walau sesekali berlatih merangkai yang berakhir gagal.

Ayahnya sempat memberi ponsel baru setelah membuang ponsel lama sang anak. Nomor baru dan kehidupan baru. Tapi tak ada guna jika masih di jaga ketat, nomor Jeno atau kak Taeyong saja tidak boleh tersimpan. Renjun menggunakannya hanya untuk internet, mencari pemberitaan yang mungkin bisa menyambungnya dengan Haechan. Walau tertebak, semua berakhir sia-sia. Terkadang di telepon dua saudara Lee, ia selalu berharap mereka menceritakan soal keadaan Haechan atau mendengar suaranya. Harapan semu yang selalu tersimpan di hati.

Hingga akhirnya satu paket terkirim di toko bunga sang bibi atas nama dirinya. Paket yang dikirimkan Taeyong tanpa pemberitahuan. Pesan tertulis di bawah alamat menarik perhatian, meminta jangan dibuka saat di rumah, seperti paket rahasia yang hanya ia dan si pengirim yang tahu. Setelah terbuka, Renjun mengerutkan kening pada isinya yang berupa satu kantong besar bibit bunga matahari. Rupanya di bawah ada selembar kertas yang membuat omega itu menghangat hingga nyaris menangis. Kekasihnya telah berkabar.

Bersabarlah hingga sang bunga menampakkan kuningnya.

- Matahari

/././.

Delapan bulan berlalu tanpa disadari setelah pertemuan terakhirnya dengan Haechan. Renjun begitu rajin menanam bibit-bibit bunga yang lima bulan lalu diterimanya, menambah pekerjaan untuk membuang waktu. Sekarang di depan rumah berjejer bunga matahari yang dirawat sungguh-sunguh oleh Renjun dengan keyakinan Lee Haechan akan menjemputnya. Beruntung kamar Renjun menghadap ke jalan, jadi sebelum tidur ia akan memandang bunga-bunga kuning itu sambil menitipkan doa keselamatan pada sang alpha. Menjadi rutinitas baru tiap harinya.

Hari itu entah kenapa membuat Renjun merasa gelisah selama di toko bunga. Ada yang salah tapi tidak tahu apa itu, seperti kejutan bakal datang tak lama lagi. Ia menatap jarum jam terus menurus, menunggu detik demi detik berganti. Menanti apa yang sebenarnya terjadi dari perasaan yang tak segera tuntas.

"Kenapa Renjun?" Bibinya menegur, keheranan karena kembali melihat sang keponakan terus melihat jam. Tergagap Renjun menggeleng, tersenyum malu-malu karena ketahuan bertingkah aneh. Ia pun tak bisa menjawab alasan terbesar bertingkah seperti tadi.

"Selamat siang..."

Suara cempreng mengalihkan perhatian Renjun dan bibinya, sama-sama menunduk pada tamu kecil yang tersenyum lebar. Di tangan kirinya ada es krim yang mulai cair, tapi tangan kanan memegang setangkai bunga matahari. Renjun ingat anak ini, salah satu teman bermain sepupu kecilnya yang cerewet dan tak bisa diam. Ada keperluan apa sampai dia kemari, membawa bunga pula yang entah dipetik dari mana.

"Lou kenapa kemari? Fei di rumah, tidak di toko." Si bibi duluan yang bertanya, beranggapan jika gadis kecil itu mencari sang anak yang sedang tidur siang.

Tapi Lou menggeleng, malah menatap Renjun yang juga memandangnya. "Mau cari kak Renjun."

"Aku?" Ia menunjuk diri sendiri yang diangguki Lou tanpa ragu.

Anak itu mendekat, menyerahkan bunga matahari tersebut yang diterima penuh kebingungan. "Katanya suruh kasih ke kak Renjun, ditunggu di taman dekat sekolah Lou. Oh, iya, itu dari pacar kakak. Begitu, sih, ngakunya."

Ada jeda panjang dalam otak Renjun mendengar pernyataan tak terduga dari seorang anak kecil. Telinganya jelas berdenging, syok luar biasa dan berharap bukan sebuah kebohongan. Ia lelah berharap hari demi hari, tapi apakah benar 'pacar' yang dimaksud adalah Lee Haechan?

Viridity - HYUCKRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang