Bab 4: Di Bawah Hujan

19K 2.7K 190
                                    

"Kita harus berhenti berharap sebelum semua berubah menjadi lebih mengerikan"


Sejak pertemuan terakhirnya dengan Haechan, Renjun agaknya menjadi sedikit penasaran tentang lelaki itu. Apakah si brengsek Haechan masih ada hingga sekarang atau ia berubah menjadi lebih buruk? Tolong jangan berpikir aneh-aneh, Renjun hanya ingin memastikan dugaannya benar jika Lee Haechan tetaplah si bajingan brengsek seperti di masa lalu.

Observasinya dimulai dari orang terdekat. Tapi kendala utama teman-teman Renjun sangatlah sedikit, sumber info pun terbatas. Tapi setidaknya teman-teman Renjun bukanlah si norak seperti dirinya, yang bahkan tak sadar kalau Lee Haechan adalah ketua senat di FEB. Renjun tahu sifat cueknya memang mendarah daging, hanya saja tak menduga jika bakal separah itu. Minimal ia pernah mendengar nama Haechan, tapi tidak ada satupun yang menyinggungnya. Jadi Renjun tidak sepenuhnya bersalah atas ketidaktahuan ini.

Xu Yiyang menjadi sasaran pertama. Perempuan cantik itu adalah temannya bersama Yangyang karena punya keadaan yang sama, perantauan dari China. Ia begitu baik pada Renjun sejak dulu bahkan mau paham atas masalahnya dan bukan si munafik yang gemar menggosip. Sekarang Yiyang sibuk menjadi bagian dari lembaga pers mahasiswa, yang merupakan cita-citanya sejak dulu. Aneh memang dia malah terjebak di akuntansi, bukan di jurusan jurnalistik.

"Sudah kubilang yang datang terakhir harus mentraktir." Renjun menggoda Yiyang yang datang dengan wajah lelah dan kesal, rambutnya bahkan terikat asal. Lucu sekali bagaimana omega cantik itu ketika frustasi melanda.

"Diam kau kesayangan ibu Kang!" ungkapnya kesal sambil menjatuhkan tumpukan buku tebal mengenai mata kuliah akuntansi pemerintahan. Renjun tersenyum jenaka, paham akan apa yang terjadi selanjutnya setelah Yiyang duduk. Tentunya mengoceh dan menghina ibu Kang tanpa habis.

"Dia mencoret-coret tugasku dan mengatakan jika isinya kosong seperti apa yang kutulis di website lpm!" Yiyang sampai tidak bisa berkata-kata, hatinya sangat panas mengingat apa yang perawan tua itu katakan. "Pantas tidak ada satu pun alpha yang mau mendekatinya, omega itu terlalu berhati dingin seakan dunia bisa dikuasai di bawah kakinya!"

"Woah... makin kasar saja hinaanmu pada ibu Kang."

Yiyang memperbaiki ikatan rambut dan tetap marah-marah. "Bayangkan orang sebaik diriku bisa semarah ini, sudah separah apa isi mulutnya tadi."

"Oke manis, berhenti mengoceh karena telingaku ikut panas. Ambil saja minuman apapun, kutraktir untuk mengobati sakit hatimu."

Wajah Yiyang yang menggelap mulai bersinar lagi. "Begitulah cara sahabat bekerja," lalu memukul bahu Renjun main-main. Ia langsung melesat ke mesin otomatis setelah uang Renjun sudah di tangan. Benar-benar perempuan itu, jika ada traktiran radarnya cepat sekali bekerja.

Satu kaleng susu coklat dan dua roti titipan Renjun telah ada di meja mereka sekembalinya Yiyang merampok isi dompet Renjun. "Sekarang bantu aku merevisi semua tugas sialan ini."

"Siap tuan putri!" jawab Renjun malas-malas.

Ada keheningan panjang diantara mereka berdua, sibuk pada fokus masing-masing bahkan Renjun sempat lupa tujuannya. Oh, iya bertanya tentang Haechan! Apakah ini waktu yang tepat? Mengingat situasi mereka yang rasanya tidak cocok untuk segera beralih topik. Lalu kapan lagi kalau tidak sekarang, bukan?

"Yiyang..." Renjun menggigit bibir, masih memikirkan kemungkinan terburuk atas pertanyaan ini. Tapi nasi telah menjadi bubur, kata-kata tidak bisa ditarik kembali karena Yiyang telah mengangkat kepalanya dan memberikan fokus 100% kepada Renjun.

"Ada apa?"

"Tiba-tiba aku penasaran ketua senat tahun ini siapa yang mendudukinya?" pembuka macam apa itu? terlihat sekali kebodohannya kali ini.

Viridity - HYUCKRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang