07.

3K 511 41
                                    

"A Ji mau kemana?"

Pertanyaan itu dilontarkan ketika Jeongwoo rebahan di kasur kakaknya yang lagi belajar. Jihoon menoleh sekilas, lalu kembali fokus pada buku paket tebal berisi kumpulan soal.

"SBM ITB." Jawab Ji mantap.

Jeongwoo tersadar, memang basic sang kakak beda dengan dirinya. Ji jurusan IPS sedangkan Jeongwoo IPA. Jadi ia tak begitu kaget saat mendengar pilihan masa depan sang kakak.

"ITB ya.."

"Lo?"

Jeongwoo menaikkan kedua alisnya, memperlihatkan raut bingung yang membuat sang kakak mengerenyit. Adiknya itu sebentar lagi lulus, tapi ia malah terlihat seperti orang kebingungan ketika ditanya soal masa depannya.

Ji tau Jeongwoo itu anak yang pintar. Bahkan anak kebanggaan orangtua. Dulu, saat Ji masih bandel dan begajulan, mama dan papa selalu membawa-bawa Jeongwoo. Ya, layaknya beberapa orangtua yang suka membandingkan sang anak. Hal itu juga dirasakan oleh Ji.

Jeongwoo yang selalu juara kelas, Jeongwoo yang sering ikut olimpiade sains, Jeongwoo yang nilainya selalu stabil dan tak pernah anjlok, Jeongwoo yang pintar, baik dan menurut, Jeongwoo yang sempurna bagi orangtuanya. Dan pujian lainnya tentang Jeongwoo yang sempat membuat Ji muak mendengar semua itu. Padahal, awalnya ia tak pernah iri pada kesempurnaan sang adik. Ia bersikap sebagai seorang kakak yang mengakui kehebatan adiknya, tapi ketika nasihat yang perlahan berubah menjadi hujatan, Ji jadi jengah.

Semua rasa bangga dan sayang terhadap sang adik yang selalu dibanggakan perlahan berubah menjadi iri dan api cemburu. Ji merasa tidak adil, lalu melarikan diri cukup jauh.

Makanya, sekarang ia heran melihat kelinglungan Jeongwoo saat ini. Masa iya seorang Park Jeongwoo yang hidupnya selalu terencana dengan baik itu tiba-tiba hilang arah?

"ITB juga apa ya?"

"Dih." Decak Ji. "Kok bingung?"

"Serius, gue bingung."

Dan tampang Jeongwoo sekarang memang memperlihatkan kalau ia tidak berbohong atau bersandiwara tentang kebingungannya. Maka dari itu, Ji bangkit dari kursi dan menghampiri sang adik di kasur. "Kalo lo gak tau mau kemana kampusnya, seenggaknya lo pasti udah tau mau masuk jurusan apa."

Jeongwoo menggeleng sekaligus meringis. "Park Jeongwoo?"

"Gue kesini makanya mau nanya ke lo, ada saran gak buat adik lo yang lagi bimbang ini?"

Ji mendengus, "ya lo minatnya mau kemana? Jangan coba-coba juga kalo seenggaknya lo gak bisa nguasain."

"Ya matematika sih paling."

"Yaudah." Jawab Ji singkat. "Pilihan kedua?" tanya Ji serius.

"Kimia.. Ya, selama ini itu sih yang gue bisa." Jawab Jeongwoo ngambang.

"Dua jurusan itu ada semua di kampus sini. Tinggal lo nya aja mau nentuin deket dari rumah apa jauh."

"Kalo pilihan kedua lo?" Tiba-tiba Jeongwoo balik bertanya.

Ji sempat terdiam sebentar, lalu akhirnya menjawab. "Manajemen, UNPAD."

"Di Nangor?"

Ji mengangguk, "gampang lah. Gue usahain pulang hari meskipun dari ujung ke ujung."

Sekarang Jeongwoo jadi punya gambaran untuk selanjutnya. Maka setelah itu ia tersenyum dan bangkit dari kasur sang kakak, "nuhun, A."

"Heh!" Ji menahan tangan adiknya.

"Apa?"

Ji mendengus lalu menatap sang adik serius, "apapun nanti yang lo pilih, gue bakal dukung. Begitu juga mama sama papa."

Dilhar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang