30.

1.8K 290 53
                                    

"Jangan ikutin gue." Putus Jeongwoo sambil menatap tajam Haruto.

Melihat adanya pergerakan dari Haruto yang akan menahannya lagi, Jeongwoo mendengus keras. "Kalo lo masih ikutin gue.."

"Jangan harap lo bisa temuin gue lagi."

Ancaman itu skakmat bagi Haruto. Maka dengan berat hati, Haruto berhenti. Ia memandangi Jeongwoo yang pergi meninggalkannya setelah perseteruan mereka yang Haruto rasa belum berakhir.

Jeongwoo pergi dengan segenap perasaan yang menyakitkan.

Haruto terduduk lemas, membayangkan hanya dalam hitungan jam hubungannya dengan Jeongwoo yang awalnya baik-baik saja langsung hancur dalam sekejap.

Haruto bahkan sempat berpikir, apakah ini yang Jeongwoo rasakan saat dirinya dulu memutuskan hubungan mereka waktu itu? Kalau memang iya, Haruto benar-benar menyesal.

Kedua matanya yang berkaca-kaca dengan air mata yang tertahan kini seakan menyerah dengan keadaan. Haruto sudah lama tidak menangis. Terakhir dia menangis saat bunda meninggal dunia, dan kini air matanya jatuh karena kehilangan orang yang sangat dicintainya.

***

Kalau kalian kira setelah perdebatan besar itu Jeongwoo bisa bernafas lega, nyatanya cowok itu malah semakin hilang arah.

Kepalanya yang sudah pening dia paksakan untuk tetap berpikir kemana dia harus berteduh. Pulang ke rumah dengan kondisi seperti ini hanya menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Begitu lama dia mengitari jalan kota pada dini hari dengan pikiran penuh.

Andaikan Junghwan masih tinggal di rumah, mungkin Jeongwoo langsung pergi ke rumah sahabatnya itu. Namun, mengingat Junghwan yang memutuskan untuk ngekost dan satu kost pula dengan Ji di Jatinangor, membuat Jeongwoo berpikir berkali-kali untuk nekat pergi kesana.

Karena sebenarnya dia sudah lemas tak berdaya, dia cuma butuh tempat singgah untuk sekedar menenangkan diri disamping apa yang telah ia alami tadi.

Hingga pada akhirnya, Jeongwoo berdiri didepan pintu kost Delon dengan mengetuknya pelan beberapa kali. Sambil menggigiti bibir dan meremat ujung parkanya, Jeongwoo menunggu teman sekelasnya itu membukakan pintu. Delon adalah harapan Jeongwoo satu-satunya kali ini.

"Hah, Jeongwoo?" Pintu terbuka dengan Delon yang sepertinya sedang mengumpulkan nyawa. Mata cowok itu yang tadinya menyipit tiba-tiba membulat, memandangi Jeongwoo dari atas sampai bawah.

Dini hari datang dengan kondisi yang berantakan dan begitu menimbulkan tanda tanya, Delon membukakan pintu lebar-lebar lalu menyuruh Jeongwoo untuk masuk. "Gue kira siapa-"

"Del, sorry sebelumnya. Gue numpang tidur bentar ya disini?" Pinta Jeongwoo lirih.

Delon mengerjap, melihat mata Jeongwoo yang sembap bukan main, Delon menduga pasti ada sesuatu yang terjadi menimpa temannya itu. Maka tanpa bertanya apa-apa lagi, Delon pun mengangguk mengiyakan.

Keesokan harinya, Jeongwoo beranikan diri bercerita tentang kehidupan pribadinya terlebih soal masalahnya semalam pada Delon.

"Semalem itu.. gue putus sama pacar gue, Del."

Delon terhenyak, lantas mengalihkan atensinya pada Jeongwoo yang menunduk murung. "Serius?"

Jeongwoo mengangguk pelan, tanpa sadar tangannya mulai menguliti jemarinya sendiri. "Semalem gue berantem hebat sama dia. Dan gue bingung mau pulang kemana."

Dilhar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang