35.

2.7K 345 122
                                    

Tiga tahun yang lalu, Haruto masih kelas satu SMA.

Suara derum motor balap yang menggema sepanjang jalan turut menghiasi malam kali ini. Pasalnya, semua kumpulan motor itu berencana untuk tawuran karena ada salah satu anggota yang dikeroyok oleh geng motor lain tanpa sebab.

Dengan bermodalkan pisau lipat yang ia punya, Haruto ikut tawuran. Layaknya anak laki-laki pada umumnya, saat itu dia tidak merasa takut karena bersama dengan anggota lainnya, terlebih dia percaya pada sang petinggi. Pasti tawuran ini bisa berakhir dengan kemenangan di angkasa.

Namun sayang, belum sempat mereka bertindak jauh, polisi membubarkan dan menangkap mereka karena dianggap meresahkan warga. Pada saat itu pula, Haruto kecewa karena dibalik tawuran besar yang terjadi, para petinggi malah kabur tanpa memperdulikan anggotanya yang tertangkap.

Haruto dibawa ke kantor polisi, juga ditahan. Bersama teman-temannya yang lain, Haruto tidak bisa berkutik. Dia hanya memandang kosong jeruji besi yang mengurungnya malam ini.

"Har.. kumaha?" (Har.. gimana?) Lirih Doy kebingungan.

Haruto merenung, cowok jangkung itu tersadar saat seorang polisi membebaskannya, menyuruhnya keluar karena tidak jadi ditahan.

Haruto tau hal itu terjadi pasti karena ayah yang melakukannya. Tapi melihat tidak ada tanda-tanda ayah ada disana, menjemputnya, Haruto bingung. "Ayah mana?"

"Bapak di rumah." Jawab seorang pria yang sepertinya suruhan ayah.

Haruto melihat ayah duduk diruang tengah rumahnya sendirian, dia berdiri cukup jauh dari sang kepala keluarga. "Bagus kamu ya."

Haruto menunduk sembari menelan ludahnya cukup berat.

"Bergaul sama si Topan. Topan kabur, kamu yang ditahan. Jangan kamu pikir ayah gak tau kelakuan kamu."

Haruto sudah mengira kalau hal ini akan terjadi. Dari awal dia bergabung geng motor, ayah menentangnya dan juga membenci Haruto yang malah salah pergaulan karena mengenal Topan.

Ayah tau pemuda itu, eksistensi Topan di kota memang sudah bukan hal yang asing lagi. Topan yang dikenal sebagai preman yang memegang beberapa tempat hiburan malam di Bandung, ayah tau semua itu.

Maka ketika tau putra sulungnya bergaul dengan orang semacam itu, ayah menentang. Tapi Haruto tidak peduli, menurutnya Topan sangat mengerti dirinya dibanding ayahnya sendiri.

Apalagi, hubungannya dengan ayah tidak akur setelah Haruto tau ayah dekat dengan seorang wanita yang tak lain adalah sekretarisnya itu.

"Kamu bisa gak jangan malu-maluin ayah? Bisa jangan lagi berurusan sama polisi?"

Haruto masih bungkam, matanya juga tidak berani menatap sang ayah.

"Ayah emang bukan presiden atau pejabat, tapi ayah juga malu kalo punya anak bermasalah kayak kamu. Apa kata orang kalo nanti mereka tau ayah punya anak kelakuannya gak jauh beda sama preman? Kamu pikir ayah gak malu?"

Jemari Haruto mengepal dibawahnya. "Jangan sok jago kamu."

"Kamu disini karena ayah bebasin kamu. Ayah harus sampe minta tolong orang buat kamu bisa pulang."

Tanpa sadar, obrolan menegangkan itu juga disaksikan oleh Aira yang mengintip dari lantai atas. Ia melihat kakaknya yang mematung sedang dimarahi ayah.

Ayah mendengus keras, kepalanya menggeleng tidak habis pikir dengan kelakuan putra sulungnya tersebut. "Sekali lagi.. kamu berurusan sama polisi, jangan harap ayah bantu. Biarin aja kamu ditahan, anak gak tau diri."

Ayah meninggalkan Haruto sendirian disana, pria paruh baya itu keluar dari rumah. Tidak menetap, entah pergi kemana. Haruto hanya bisa menarik napas panjang dan tak sengaja menangkap adiknya yang ada diatas.

Dilhar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang