19.

2.1K 319 48
                                    

"Haru, jangan bilang siapa-siapa ya aku kecelakaan gini. Cukup kamu sama Bi Inah aja yang tau."

"Kenapa?"

"Nanti kalo mama sama papa tau atau A Ji tau, bisa-bisa aku gak dibolehin bawa motor."

Obrolan singkat itu masih terngiang-ngiang saat Haruto mengantar Jeongwoo ke rumah sakit.

Padahal setelah kejadian ini Haruto harap Jeongwoo tidak usah lagi bawa motor, biar dirinya saja yang kembali mengantar jemput seperti biasa. Kalaupun nanti dirinya tidak bisa, lebih baik Jeongwoo naik taksi daripada bawa kendaraan sendiri.

Beberapa saat kemudian ia melihat Jeongwoo keluar dari ruang dokter, kakinya masih pincang, tapi dia bilang lukanya sudah diobati oleh dokter. "Kata dokter apa?"

"Gapapa sih, tulang aku juga ga kenapa-kenapa kok. Ya.. keseleo palingan."

"Nanti aku panggilin tukang urut langganan aku ya." Haruto memapah Jeongwoo untuk berjalan.

Jeongwoo berdecak, "lagian akutuh bawa motor udah dipaling pinggir tau! Bisa-bisanya mobil sialan itu nyerempet aku. Punya dendam kali ya itu mobil."

Haruto meringis, "namanya juga musibah."

Selagi mereka berjalan menuju lobby untuk dijemput supir Haruto, Haruto kembali bertanya  pada sang pacar. "Tadi itu.. yang nolongin kamu siapa? Temen kamu?"

"Huh?" Jeongwoo menatap Haruto bingung. "Bukan temen aku, kebetulan aja dia ada pas aku diserempet. Kayanya anak kampus juga, tapi gatau anak mana."

Mendengar penjelasan itu Haruto mengangguk, dalam hati ia merasa lega karena cowok songong itu bukanlah teman Jeongwoo.

"Aku gabisa bayangin kalo gak ada dia tadi. Mungkin aku pingsan kali, soalnya gaada yang bantuin aku selain dia." Lanjut Jeongwoo saat keduanya berada diperjalanan pulang. Haruto terdiam, kalau begini jadinya, mau tak mau Haruto harus melupakan kejadian tadi karena bagaimanapun juga, cowok songong itu sudah menyelamatkan Jeongwoo.

***

"Aduh, Mang sakit!" Rengek Jeongwoo saat kakinya diurut oleh Mang Darman, tukang urut langganan Haruto dan anak Angkasa dari dulu. Kalo mereka babak belur habis balapan atau berkelahi, biasanya langsung beres sama Mang Darman.

"Tenang, bageur. Sok tarik napas, buang.. Mang ge ieu pelan-pelan da.." (Tenang, anak baik) kata Mang Darman menenangkan, selagi tangannya mengurut pelan kaki kanan Jeongwoo yang keseleo.

"Tah udah!" Mang Darman menepuk-nepuk kaki Jeongwoo setelahnya, meluruskan kaki itu juga sedikit menekukannya untuk terakhir kali. "Dah, bageur. Ayeuna mah ulah lulumpatan heula." (Dah, anak baik. Sekarang mah jangan lari-lari dulu)

Jeongwoo mengangguk kecil, tapi benar kata Haruto, walaupun awalnya terasa sakit, beberapa saat kemudian Jeongwoo merasa kakinya yang berat kini terasa ringan. Ya walaupun masih sedikit sakit karena perlu waktu untuk pulih.

"Nuhun, Mang."

"Eh gimana, udah selesai geningan?" Tanya Haruto yang baru muncul ke ruang tamu. Lelaki itu datang bersama dengan Bi Inah dari dapur yang membawakan minum untuk Mang Darman.

"Udah, Har. Tuh, bentar lagi ge udah bisa jalan biasa da." Kata Mang Darman menjelaskan.

Haruto mengangguk. Sepeninggal Mang Darman, cowok jangkung itu membantu Jeongwoo untuk berjalan setelah dipijat. "Masih sakit gak?"

Dilhar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang