Setelah menunggu beberapa saat, seorang petugas medis keluar dari ruangan tempat Taeyong ditangani.
Nana langsung membuka pintu itu, namun ternyata masih ada dokter perempuan di sana tengah berbincang dengan Taeyong.
Nana menunduk saat Taeyong membalas tatapannya. "Maaf, Nanaㅡ"
"Apa boleh pembicaraan kita ditunda dulu, Dok?" tanya Taeyong, menyela kalimat Nana.
Dokter tersebut tersenyum. "Baiklah, kita lanjutkan lagi nanti. Sekali lagi jangan gerakin jari-jari kaki kamu atau retaknya semakin parah."
Nana terkejut mendengar itu, sampai dia tidak sadar bahwa dokter tadi sudah melalui tubuhnya.
"Kalo nggak ada kepentingan, keluar."
Nana tersadar. Dia pun menutup pintu tersebut sebelum berdiri di samping bangsal Taeyong. Menatap kaki kakaknya yang diperban dengan berkaca-kaca. "A-Apanya yang retak?"
"Apa peduli kamu?" tanya Taeyong ketus. Sontak Nana menatapnya tak percaya.
"Dan ngapain kesini? Bukannya nggak mau liat kakak lagi?"
Nada dingin itu sangat menusuk relung hati Nana sampai air matanya mengalir begitu saja.
Taeyong dengan cepat mengalihkan pandangannya, sekuat tenaga berusaha tidak luluh.
"Waktu itu, Nana nggak bermaksud ngomong begitu. N-Nana cuma..."
Jika dia mengatakan hari itu dia dibutakan rasa sakit hati, Taeyong mungkin akan meminta kesempatan dan Nana luluh untuk kesekian kalinya.
Tidak, perasaan itu harus tetap dihapuskan.
"Kalo begitu, Nana keluar. Maaf sudah ganggu kakak."
Dengan berat hati Nana membalikkan badan, namun sebelum itu benar-benar terjadi, tangan Taeyong lebih dulu menahannya.
"Kamu bahkan nggak kasih kakak kesempatan untuk ngejelasin semuanya... kamu jahat, Na."
Rasa bersalah menggerogoti Nana setelah mendengar nada serak Taeyong, karena dia tahu, Taeyong bukan orang yang mudah mengekspresikan diri apalagi menangis.
"Sekalipun semuanya kakak jelasin, nggak akan ada yang berubah di antara kita, Kak."
"Jadi sekarang kamu lebih berpihak sama mereka?"
"Bukan begituㅡ Akh!" Nana memekik karena Taeyong menghempaskan tangannya.
"Seandainya kamu kasih tau kalo sejak awal cuma kakak yang punya perasaan bersalah ini, mungkin kakak nggak akan berjuang senekat ini dan bikin situasi rumit. Tapi mulai detik ini kamu bakal hidup tenang karena kakak nggak akan perjuangin perasaan ini lagi."
Air mata Nana semakin deras membasahi pipinya, hatinya sakit sekali mendengar ucapan Taeyong walau itulah yang seharusnya mereka lakukan.
ceklek
Pintu tiba-tiba dibuka, menampakkan seorang perempuan yang membuat dada Nana semakin ngilu. Itu perempuan yang menyebabkan kesalahpahamannya dengan Taeyong.
"Astaga, kenapa bisa begini? Kamu gapapa?"
"Gapapa. Tolong bantu aku duduk ke kursi roda, aku mau nonton pertandingan lagi."
Yeri mengangguk dan mengambil kursi roda yang tersedia di ruangan itu.
"B-Biar Nana bantu."
"Nggak usah, Na. Biar aku aja, sekalian latihan jadi istri yang baik buat kakak kamu nanti."
Jawaban Yeri membuat Nana hanya bisa tersenyum tipis sembari meremat rok sekolahnya.
Setelah Taeyong duduk di kursi roda, Yeri menoleh pada Nana dan tersenyum. "Ayo kita nonton pertandingannya lagi."
![](https://img.wattpad.com/cover/263723973-288-k332328.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother [✔️]
Historical Fiction🔞 || 3rd pov || semi-baku Ketika kakak dan adik saling memiliki perasaan, apa yang akan terjadi selanjutnya? Berpisah atau terus perjuangkan hingga bertemu dengan titik terang? - 3rd pov, semi baku © Daeguddf 230921 // 250122