T U J U H B E L A S

767 45 2
                                    



.
.
.
.
.
.

"Akh!"

Nana spontan menarik tangannya dari sudut bibir Jeno, menjauhkan kapas dengan cairan antiseptik yang dia pegang. "M-Maaf, Nana nggak sengaja."

"Bukan salah lo, emang lukanya yang terlalu kebuka. Sini, biar gue aja."

Jeno mengambil kapas di tangan Nana, mendekat ke kaca dinding dan mengobati lukanya sendiri.

Nana memandangi semua itu dengan sendu, sampai perlahan pandangannya memburam dan air mata jatuhnya kembali membasahi pipi.

Jeno yang melihat dari pantulan kaca bergegas menghampirinya. "Lo kenapa? Ada yang sakit?"

Nana menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis tersedu-sedu. "Ini semua salah Nana, seharusnya sejak awal Nana dengerin omongan Jeno dan bisa tegas atas perasaan Nana, mungkin semuanya nggak serumit ini."

"Hei..."

Jeno menarik kedua tangan Nana dan menggenggamnya lembut. "Setiap hal pasti punya sebab-akibat, termasuk urusan hati. Gue suka sama lo, yang berarti gue siap terima konsekuensinya, entah itu perasaan gue ditolak atau bersaing sama cowok lain buat dapetin lo, dan tonjokan Bang Taeyong juga salah satu konsekuensi itu."

Kedua tangan Jeno menangkup pipi Nana dan menyeka air matanya. "Jadi, lo jangan nyalahin diri lagi. Ini bukan kesalahan lo, bukan kesalahan gue, dan bukan kesalahan bang Taeyong, karena takdirlah yang bikin kita ketemu dengan situasi ini."

"Tapi kak Taeyong salah, dia mukul Jeno dan bilang Jeno cowok yang nggak baik, padahal..."

"Padahal?" ulang Jeno yang penasaran.

Nana menunduk. "Kak Taeyong sebenernya dijodohin sama Mama Sena, katanya dia nggak suka cewek itu dan bakal berusaha ngebatalin perjodohannya, tapi malem itu, di kamar kak Taeyong, Nana justru ngeliat cewek itu duduk di atas badan kak Taeyong."

"Jadi itu alasan lo kabur dari rumah tiga minggu lalu?" tebak Jeno yang langsung dijawab Nana dengan anggukan pelan. "Apa bang Taeyong berusaha buat jelasin?"

"Tadi dia narik Nana ke tempat yang sepi dan bilang mau jelasin, tapi Nana nggak mau denger apa-apa lagi. Keputusan Nana sudah bulat, Nana mau ngehapus perasaan Nana dan Nana nggak mau liat kak Taeyong lagi."

Jeno terkejut bukan main. Dia ingat betul keraguan di wajah Nana saat diminta menjauhi Taeyong dengan alasan incest, tapi kini gadis ini berani mengatakan hal sekasar itu?

"Well, bagus kalo lo emang mau ngehapus perasaan lo, tapi gue nggak suka kata-kata lo yang terakhir. Gue nggak tau sebesar apa kekecewaan lo, tapi inget-inget lagi, siapa yang nemenin dan ngerawat lo dari kecil, siapa yang ngebela lo saat tante Sena marah, dan siapa yang tenangin lo saat lo ketakutan karena petir."

Brother [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang