Hari menunjukkan pukul sembilan pagi ketika Taeyong terbangun dengan senyuman. Suasana hatinya terasa seribu kali lebih baik setelah peristiwa semalam.
Namun senyumnya luntur seketika setelah menyadari Nana tidak ada di sebelahnya.
"Nana?"
Taeyong meraih celana pendek yang dia lempar semalam dan di saat tengah memakainya, dia tanpa sengaja melirik meja belajar Nana. Di sana ada cukup banyak kertas yang Nana gunakan untuk menulis surat akhir-akhir ini.
Taeyong meraih salah satu kertas yang adalah tulisan Nana semalam. Perasaannya mendadak abstrak. Ada rasa bahagia karena mengetahui isi hati adiknya akan hubungan mereka, tetapi juga rasa marah atas ucapan sang Mama.
Dia memasukkan kertas tersebut ke saku celananya dan keluar kamar. "Nana!"
"Di dapur!"
Taeyong menghela napas lega setelah suara manja itu menyapa indra pendengarannya, lalu bergegas menghampirinya.
"Morning, baby."
Nana tersenyum manis. "Morning!"
"Pagi-pagi udah bikin khawatir aja. Kenapa gak bangunin kakak juga sih?" gerutu Taeyong sebal, kemudian mencuci wajahnya di wastafel yang tersedia di kitchen bar.
"Kakak keliatan nyenyak banget, Nana gak tega bangunin." Nana mengambil kotak tisu dari atas meja makan dan menghampiri Taeyong. "Kecapekan banget, ya?"
Taeyong memeluk pinggang Nana ketika gadisnya itu mengeringkan wajahnya. "Emangnya kamu gak capek gegara semalem, hm?"
"Umm... lumayan. Cuma kan semalem kakak sempet kehujanan, terus juga mungkin kemaren banyak aktifitas, jadinya lebih capek."
"Oh, iya, kakak mau ngomong tentang itu."
"Nanti aja, Nana mau bikin sarapan dulu."
"Eh!" Taeyong menahan Nana yang hendak pergi dari pelukannya. "Ini kamu seriusan mau bikin sarapan? Bisa?"
Nana tersenyum dan mengangguk. "Akhir-akhir ini Nana belajar banyak hal karena Nana mau mandiri, Nana gak mau ngebebanin kakak terus."
"Hust! Apaan sih?!" desis Taeyong tak suka.
Melihat Nana hanya tersenyum dan kembali menghadap ke kitchen bar, Taeyong menghela napas. Dia berdiri di belakang Nana lalu memeluk gadis mungilnya lagi.
"Denger, Sayang. Kamu itu sumber kebahagiaan kakak dan kakak bersyukur punya kamu. Jadi jangan dengerin Mama Sena, ya?"
Sontak Nana memutar tubuhnya dengan mata membola. "Kok kakak tau?!"
"Kakak baca surat yang kamu tulis di kamar."
Kejujuran Taeyong membuat pipi Nana bersemu merah, dia menunduk malu.
"Hei."
Taeyong membawa Nana untuk menatapnya. Dengan lembut menyatukan bibir mereka dalam lumayan lembut sembari mengusap pipi gadis itu penuh kasih sayang, membuat Nana terbuai dan memeluknya.
"You're the precious one I've ever had and I love you with all of my life. You know I'd never lied to you, don't you?"
Nana mengangguk kecil, lalu kembali menerima bibir Taeyong. Ditutup dengan kecupan di kening Nana.
"Guess that's that then, kecuali kamu mau kegiatan semalem terjadi lagi, hm?"
Nana menggeleng. "Nggak, masih pagi."
"Berarti nanti siang boleh? Aww!!" Taeyong berteriak kaget karena perutnya dicubit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother [✔️]
Ficção Histórica🔞 || 3rd pov || semi-baku Ketika kakak dan adik saling memiliki perasaan, apa yang akan terjadi selanjutnya? Berpisah atau terus perjuangkan hingga bertemu dengan titik terang? - 3rd pov, semi baku © Daeguddf 230921 // 250122