"Jeno, makasih banyak, ya!"
Jeno yang melihat Nana datang-datang langsung berucap terima kasih pun mengernyit keheranan. "Makasih buat apa?"
"Nana paham kenapa Jeno pakein Nana hoodie sebelum lari kemarin, biar Nana nggak jadi tontonan, kan?"
Jeno ingin saja bertanya lebih tentang tontonan apa yang Nana maksud, akan sangat menyenangkan untuk menjahili sifat polos Nana, tetapi ada hal yang lebih penting. "Siapa yang ngasih tau lo?"
"Kak Taeyong yang jelasin."
Walau Jeno tahu hubungan Taeyong dan Nana sedekat itu, bahkan hampir menyerupai seorang Ibu untuk Nana, tetapi bukankah sedikit aneh jika Taeyong membahas hal vulgar seperti ini?
"Bang Taeyong nggak ngelakuin hal aneh-aneh kan sama lo?"
"Aneh-aneh gimana?"
"Ya... misalnya nyium lo selain di pipi sama kening."
"Memangnya bisa ciuman selain di dua tempat itu?"
"Bisa. Di bibir, leher, dada, perut, dan bawahnya lagi," ujar Jeno sedikit melirih pada akhir.
Dirinya merasa berdosa sekali memberi tahu Nana akan hal ini, tapi Jeno juga tidak ingin Nana sepolos itu mengingat dia tinggal di rumah itu hanya dengan Taeyong karena mama mereka tengah sibuk bisnis di luar kota.
Jeno bukannya berasumsi buruk, hanya saja mewanti-wanti. Terlepas dari kedekatan Nana dan Taeyong, mereka berdua tetaplah lawan jenis.
Ingat dengan perkataan Taeyong semalam, Nana menggeleng. "Nggak ada yang aneh-aneh, kok. Kak Taeyong jaga Nana dengan baik."
"Syukurlah kalo gitu." Jeno tersenyum lega. "Ayo ke kantin."
"Sebentar, masih ada yang mau Nana tanyain."
Jeno yang sudah beranjak, memutuskan kembali duduk. "Kenapa?"
Nana meremas jemarinya, bibir dalamnya dia gigit karena ragu untuk mengatakan hal yang ada di kepalanya.
"Ngomong aja," ujar Jeno lembut seraya mengelus surai sebahu Nana.
"Nana nggak tau kenapa, tapi jantung Nana akhir-akhir ini sering berdetak kenceng banget. Jeno tahu kenapa?"
"Lo ngerasa sesak napas nggak? Pusing? Mual? Kurang tidur?"
"Nggak, kok. Cuma detak kenceng aja, nggak bikin sakit, malah bikin Nana seneng."
"Sekarang lo lagi ngerasain?"
Nana menyentuh dadanya dengan kedua tangan. "Hmm... sedikit, tapi ini nggak sekenceng yang Nana ceritain barusan."
"Kalau begitu lo harus pastiin dulu lo berdetaknya pas kapan, kalo udah tau, kasih tau gue."
"Tapi untuk sekarang, Jeno nggak ada diagnosa buat apa yang Nana alami?"
Jeno tertawa, cara bicara Nana memang selalu lucu di matanya, belum lagi beberapa kata yang tak pernah Jeno duga akan keluar dari mulut gadis mungil itu.
"Ih! Kok malah ketawa sih?!"
"Lagian lo kayak lagi ngobrol sama dokter aja pake kata diagnosa segala," kekeh Jeno. "Tapi menurut pengalaman, gue berdetak kayak yang lo rasain pas gue liat, deket, atau ngobrol sama cewek yang gue suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother [✔️]
Fiksi Sejarah🔞 || 3rd pov || semi-baku Ketika kakak dan adik saling memiliki perasaan, apa yang akan terjadi selanjutnya? Berpisah atau terus perjuangkan hingga bertemu dengan titik terang? - 3rd pov, semi baku © Daeguddf 230921 // 250122