L I M A B E L A S

814 44 7
                                    

Jeno menoleh kala pintu di belakangnya tiba-tiba dibuka, seketika senyumnya mengembang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno menoleh kala pintu di belakangnya tiba-tiba dibuka, seketika senyumnya mengembang. "Sini."

Nana mendekati Jeno, kemudian Jeno menuntun Nana untuk duduk di antara pahanya dan memeluk gadis itu dari belakang.

"Gue kangen banget sama lo," gumam Jeno sembari mendengus aroma rambut Nana sedalam mungkin, melampiaskan kerinduannya.

"Nana juga kangen Jeno," jawab Nana sembari memejamkan mata, tangannya memegang tangan Jeno.

"Lo seriusan baik-baik aja? Apa yang wanita itu lakuin? Please, jujur ke gue," ujar Jeno beruntun sedikit berbisik, tidak ingin Bi Mari mendengar mereka dan membocorkan pertanyaan Jeno pada Jieun.

Nana menatap Jeno dan menggelengkan kepalanya. "Nana baik-baik aja kok, Jeno. Serius... malah di sini jauh lebih baik dari pada di rumah."

"Kenapa bisa gitu?" Jeno mengernyit heran. Nana bisa dikatakan sedang diculik saat ini, tapi gadis itu tidak menampakkan ketakutan sama sekali. Wajahnya justru lebih berseri.

"Tante Jieun memang keliatan agak creepy, tapi sebenernya dia baik. Akhir-akhir ini kan badan Nana agak demam, dia jagain Nana semaleman sambil ngusap rambut Nana. Pokoknya kalo Nana gerak sedikit aja, dia pasti langsung nanya apa yang Nana rasain, sakitnya di mana, pokoknya Tante Jieun ngelakuin semua hal yang nggak pernah Mama Sena lakuin. Bahkan Tante Jieun beliin Nana cheesecake tiap pulang kerja."

Binar di mata Nana membuat Jeno tersenyum, dia lantas mengusap pipi lembut Nana. "Gue ikut seneng dengernya, tapi gue masih bingung, gimana lo bisa sampe ke sini?"

Dada Nana mendadak sesak. Ia menatap ke depan dengan manik bergerak resah. Nana bingung bagaimana menjelaskan kejadian yang dia lihat malam itu dan apa perlu dibahas?

"Gapapa kalo lo nggak mau cerita, gue nggak maksa," ucap Jeno pelan sembari mengecup kepala Nana dan mengeratkan kembali pelukannya. Jeno tidak ingin membuat Nana tertekan jika masalahnya memang seserius itu. Nana hanya mengangguk.

"Sumpah, tiga hari ini kelas tuh sepi banget! Biasanya kan gue selalu ngurusin lo, perhatiin lo, tapi tiga hari belakangan gue bener-bener kayak orang dongo, bingung mau ngapain."

Nana menatap Jeno dengan dahi berkerut. "Bukannya itu bagus? Jadinya kan Jeno nggak repot. Jeno bebas ngapain."

Jeno menggeleng cepat dengan wajah cemberut bak anak kecil sedang mengambek. "Nggak ada bagusnya! Nono nggak suka kalo nggak ada Nana di samping Nono!" seru Jeno sembari memperagakan nada manja Nana yang persis seperti anak enam tahun.

Nana menghela napas samar, ia menggeleng-geleng heran. "Jeno aneh! Orang-orang biasanya seneng kalo beban hidupnya hilang, tapi Jeno malah nggak suka."

Wajah cemberut yang tadi Jeno buat-buat seketika tergantikan dengan wajah tak suka. "Ngomong apa sih?" desisnya.

"M-Maaf... Nana salah omong, ya?" tanya Nana dengan hati-hati.

Brother [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang