Prolog

6K 282 1
                                    

Pemuda dengan raut muka kusut yang menyiratkan lelah, letih dan lesu. Mata merah yang bengkak, serta kedua pipinya dipenuhi bekas lelehan air mata yang mengering. Berdiri lemah, di depan sebuah bangunan tinggi menjulang yang biasa ia sebut "rumah".

Suasana begitu sepi, menyisakan sunyi yang menggerus hati. Malam hari ini, Reshan dengan kemeja hitam yang tidak terkancing, menampilkan kaos hitamnya, terdapat sedikit bercak darah di sana.

Reshan melangkah, berjalan lunglai memasuki rumah dengan kepala tertunduk.

Krrriiieeet!

Derit pintu menyambutnya. Reshan melangkah masuk, terus berjalan hingga menaiki setiap anak tangga menuju lantai dua, di mana kamarnya berada. Perlahan, dengan kakinya yang terseret-seret. Sampai akhirnya ia tidak lagi mampu menopang berat badan, ia terjatuh, berguling di beberapa anak tangga sampai ke lantai bawah. Tergeletak.

Mata itu terpejam, detik kemudian terbuka memancarkan raut penyesalan yang mendalam. Menoleh ke samping di mana sebuah pintu dari kamar di ujung sana terbuka.

Reshan perlahan bangkit, walaupun dengan kaki terseok-seok ia berjalan menuju kamar gelap nan sempit itu.

Sampai di dalam, ia menatap sekeliling. Meskipun ruangan itu berada di dalam rumahnya, tetapi terasa begitu jauh dan asing. Apa seperti ini yang dirasakan sang pemilik kamar? Meskipun dekat dengan keluarga, tetapi ia merasa jauh dan terasing.

Tatapan Reshan jatuh pada sebuah buku bersampul hitam di atas meja. Reshan mendekat, duduk di kursi yang berhadapan dengan meja belajar itu, lalu mengambil buku yang membuatnya tertarik.

Asha's Notes

Begitulah tulisan yang terpampang di sampul buku tersebut.

Tangan Reshan bergetar, ia perlahan mengusap sampul buku itu, sebelum akhinya membuka lembar demi lembar kertas putih yang berisikan tulisan tangan yang sangat indah milik adiknya, Asha.

_____________

Sejujurnya, Asha nggak tau sampai kapan Asha bisa bernapas. Sampai kapan jantung Asha masih berdetak. Sampai kapan Asha bisa melihat indahnya langit biru yang selalu menciptakan aura positif dan menjadi penyemangat Asha.

Mungkin selama ini Asha emang nggak berguna buat Ayah, Bunda ... dan semua. Tapi Asha selalu berharap, Asha bisa berguna, meskipun untuk yang pertama dan terakhir kalinya, nanti.

Sampai saat itu tiba, Asha bakal tulis semua yang udah Asha lalui di buku ini.

SEMANGAT, ASHA!

Ada harapan yang harus menjadi kenyataan.

__________________

Reshan membacanya, bahkan air mata sudah tidak lagi mau keluar. Reshan memeluk buku itu di depan dadanya. Ia mendongakkan wajah dan matanya terpejam. Meringis oleh sesuatu yang tajam dan tak kasatmata menusuk tepat di ulu hati terdalamnya. Rasanya sakit sekali.

"Maafin kakak ...." Suara seraknya dipaksa untuk keluar.

Asha's Notes [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang