Langit berhias sinar jingga yang menyapa Asha ketika keluar dari rumah sakit, mengiringi perjalanan pulangnya hingga sampai rumah tepat saat matahari senja benar-benar tenggelam di ufuk barat.
Asha berjalan dengan gontai memasuki halaman rumahnya. Membuka gerbang lalu menutupnya kembali. Sendirian. Asha lalu berjalan ke pintu belakang. Sebentar, Asha berdiam diri di depan pintu dengan mengembuskan napas kasarnya.
Hari ini terasa sangat melelahkan. Menguras tenaga, emosi, dan isi dompet. Tidak-tidak, Asha tidak serius mempermasalahkan isi dompetnya. Kenapa akhir-akhir ini tubuh Asha terasa lemah, mudah pingsan dan gampang sekali mimisan. Hanya melakukan beberapa hal kecil, tenaga Asha akan berkurang sangat cepat. Ada apa dengan tubuhnya ini? Pikir Asha merenung.
Tangan Asha terangkat untuk membuka pintu.
cklek! (suara pintu terbuka)
Asha lalu membuka pintu dan betapa terkejutnya ia ketika seorang wanita berdiri menatapnya garang tepat di depannya. Sejak kapan wanita itu di sana? Mungkin Asha yang terlalu fokus pada pemikirannya hingga tidak memperhatikan sekitar sedari tadi.
"Dari mana saja kamu, Asha?" Wanita itu bertanya.
Segera Asha terburu-buru mendekat ke arah wanita itu lalu mencium tangannya lama. Wanita itu mengelus kepala Asha pelan.
"Ibuk? kapan nyampai sini?" Tanya Asha..
Ibuk adalah panggilan Asha untuk wanita berumur 50-an tahun itu. Ya, beliau adalah pengasuh Asha sedari anak itu kecil. Asha mengganggapnya seperti ibunya sendiri dan menghormatinya seperti halnya menghormati Allina, ibu kandungnya.
"Kamu nggak kangen sama ibuk?" Wanita itu lalu merentangkan tangannya yang disambut pelukan dari Asha.
Sangat nyaman. Iulah yang Asha rasakan. Rasa aman, nyaman, dan hangat. Rasa yang tidak pernah Asha dapat dari ibunya sendiri sekian tahun terakhir.
"Asha kangen banget sama Ibuk. Kenapa Ibuk pulang kampungnya lama banget, sih? Asha kesepian sendiri," adu Asha dengan suara yang serak.
Wanita itu tertawa geli. "Asha udah makan, Nak?" tanya wanita itu setelah meregangkan pelukannya.
Menatap mata Asha yang terlihat sayu dan wajahnya yang pucat membuat hati wanita itu sedih. Wanita itu mengusap peluh keringat dingin yang berada di pelipis Asha sambil berkata, "Kamu mau mandi pake air hangat? Ibuk siapin, ya?" Raut wajah wanita itu terlihat cemas.
Asha hanya mengangguk untuk menyahuti. Badannya terasa lemas dan panas, mungkin karena efek tidak makan seharian--ralat, Asha hanya makan beberapa sendok tadi pagi, dan belum makan lagi sampai sekarang yang langit saja sudah gelap.
Asha pergi ke kamarnya untukk mengambil pakaian yang akan ia kenakan. Ibuk sedang menyiapkan air hangat untuk Asha mandi. Setelah siap Asha pun segera mandi cepat.
Sekarang Asha terlihat lebih segar setelah mandi. Namun, suhu badan Asha semakin meningkat dan kepalanya terasa pening membuat Asha yang baru keluar dari kamar mandi hampir saja terjatuh. Untungnya ada Asih, wanita yang Asha sebut "ibuk" itu membantunya berjalan hingga ke kamar.
"Asha minum obat, ya? Badan kamu panas banget." Asih berbicara sembari mengusap wajah Asha yang terasa panas. Wanita itu lalu keluar untuk mengambilkan sepiring makan dan obat demam, tidak lupa juga dengan segelas air hangat.
Asha yang terbaring lemah dengan selimut yang membungkus tubuhnya. Terlihat wajahnya yang memerah.
"Makan dulu, ya?"
"Asha nggak laper."
"Tapi Asha harus minum obat. Nanti gimana mau minum obatnya kalo Asha aja nggak mau makan, hm?" Asih mencoba membujuknya.
Asha menggigil kedinginan hingga giginya saling beradu tanpa sadar. "Dingin ...." keluhnya.
Asih menggosok tangan Asha agar lebih hangat. Menatap Asha khawatir, Asih kembali membujuk, "Makan, ya? Dikiiit aja nggak pa-pa. Habis itu Asha tidur ditemenin sama ibuk."
Asha yang semula memejamkan mata lalu membukannya. Dengan bantuan Asih, Asha pun dibangunkan hingga anak itu duduk, walaupun lemas Asha memaksanya.
Dengan telaten, suapan demi suapan, makanan itu masuk ke dalam mulut Asha, Asih yang menyuapinya. Hingga suapan ke-5 Asha tidak kuat. Ia merasa mual.
"Udah ...." Asha merengek.
Asih menghela napas, lalu mengambil air dan obat yang sudah ia siapkan, agar Asha meminumnya. "Obatnya diminum, ya? Harus dipaksain, biar sembuh."
Asha menatap sebutir obat itu dengan tatapan ngeri. Sungguh, Asha membencinya, karena rasanya yang pahit. Namun akhirnya, Asha pun meminum obat itu dengan sekali tegakkan air.
"Pinter ...." puji Asih. "Sekarang Asha tidur. Ibuk mau ngambil kompresan buat kamu," lanjutnya lalu pergi membawa bekas makan Asha.
Asha terbaring di atas kasurnya yang terasa keras dan dingin. Menatap langit-langit kamarnya yang bersih dari kotoran maupun sarang laba-laba, karena Asha rajin membersihkannya.
Hari ini adalah hari Minggu, sedangkan besok adalah hari Senin. Seharusnya, besok ada upacara bendera, setelah itu? Pikir Asha lalu mengingat-ingat.
Beberapa saat.
"Besok ada latihan olimpiade!" teriak Asha yang seketika langsung bangun dari tidurnya, dan itu berakibat membuat kepalanya pusing.
"Kok bisa lupa, sih?! Besok ada latihan dan sekarang, hari ini full gue nggak belajar sama sekali. Masa iya, gue udah pikun? Aaargh!" Asha mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Astaghfirullahal'adzim, Asha!" Asih yang baru datang dibuat kaget oleh Asha yang seperti ... em orang gila baru, eh?
"Lepas! Kamu mau rontokin rambut kamu? Biar botak gitu, iya?" tuduh Asih.
"Nggak gitu, kok, hehe."
"Sekarang tidur!" titah Asih dengan wajah garangnya.
Seketika Asha terbaring kembali dan menyelimuti penuh tubuhnya. Asih yang melihat itu tersenyum. "Wajahnya jangan ditutupin, dong. Nanti nggak bisa napas." Asih membuka selimut Asha di bagian wajah.
"Sekarang tidur. Biar ibuk yang ngekompres kening kamu. Biar panasnya cepet turun."
Asha mengangguk. Asih lalu mengambil kain yang sudah ia rendam dalam baskom berisi air hangat. Kain itu diperas lalu melipatnya dan meletakkannya pada kening Asha.
"Selamat malam, Ibuk."
__Asha Note's__
"Ibuk! Asha mau berangkat sekolah!" teriak Asha dari kamarnya.
Lengkap dengan seragam rapi-nya, tidak lupa juga ia memakai topi untuk upacara nanti. Asha sedang berdiri di depan cermin, menyisir rambut pendeknya agar rapi. Melihat ke meja belajarnya yang penuh berisi buku, buku, dan buku. Di mana-mana ada buku, yah, beginilah hidup orang pintar.
Asha memeriksa sekali lagi buku yang harus ia bawa. Hari ini, Asha mungkin akan pulang sedikit lebih terlambat dari biasanya karena akan latihan bersama pembimbing dan rekan olimpiadenya di sekolah.
Asha keluar dari kamar lalu pergi ke dapur untuk menemui Asih yang sedang sibuk memasak. Asih yang mengetahui kedatangan Asha, ia mematikan kompor yang tepat masakannya matang. Lalu mencuci tangannya dan menghampiri Asha dengan raut heran.
"Kamu sekolah?" heran Asih. "Memangnya kamu udah sembuh?" lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asha's Notes [Tamat]
RandomSudahi bucinmu, mari membaca kisah seorang lelaki remaja bernama Asha bersamaku! Sudah End, Tamat dan Selesai✔ Cerita Complete✔ *** Blurb: Akasha Adhyaksa, seorang anak laki-laki yang berkeinginan mendapatkan kembali perhatian keluarganya. Meskipun...