Epilog

2.4K 83 4
                                    

Lima tahun kemudian.

Rabu, 20 Oktober 2022.

Seorang pemuda, menggunakan hoodie berwarna cokelat dengan topi di kepala, juga tas yang tersampir di bahunya. Dia duduk di sana, di tempat paling sudut kelas yang sepi. Dengan pandangan mata yang terpatri pada buku terbuka di depannya.

Dia terlihat sangat tenang, matanya fokus melihat kata demi kata yang tersusun rapi pada buku itu. Namun, jika dilihat lebih dekat, netra sayu itu terlihat bergetar. Menahan sebuah tangis yang ingin menyeruak keluar.

Apa yang ia baca?

Perlahan, air muka yang tenang itu menyiratkan ekspresi. Wajah kakunya perlahan mengendur membetuk guratan emosi yang sulit diartikan. Bersamaan dengan terbaliknya selembar demi selembar buku itu.

Sampai ketika, ia tak mampu lagi menahan berat si buku, hingga buku itu terjatuh mengenaskan. Tangannya melemas, dengan bergetar mengusap wajahnya yang dipenuhi air mata dengan kasar.

Setiap detik berlalu bersama berlangsungnya ingatan yang merasuk memenuhi pikiran. Menciptakan bayangan buruk tentang masa lalu yang begitu menyedihkan.

Tentang dia, adiknya, orang yang sangat ia sayangi di dunia ini, yang telah tiada sejak lima tahun yang lalu.

"Maafin kakak ...."

__Asha Note's__

Lima tahun yang lalu, dia, pemuda itu bersimpuh dengan tangannya menaburkan bunga pada gundukan tahan pekuburan. Deraian air mata menemaninya dalam kesedihan yang luar biasa.

"Kenapa?"

"Kenapa kamu tinggalin kakak?" tanya pemuda itu pada angin yang bertiup pelan.

"Kakak sayang sama kamu ... maafin kakak."

Pemuda itu berkata lirih. Tangannya membelai batu nisan seperti yang ia biasa lakukan pada adik tercintanya. Batu nisan itu bertuliskan nama Akasha Nagendra Raja.

"Bahkan kakak belum sempat minta maaf sama kamu. Tapi ... kamu justru udah pergi lebih dulu."

"Apa kakak seburuk itu? Sampai kakak nggak bisa dapat maafmu?"

"Maafin kakak, Asha ... maafin kakak," lirih Reshan dengan suara parau.

Asha, adik Reshan yang paling ia sayang, bukan berarti Reshan tidak menyayangi Damar--adik bungsunya. Namun, rasa sayang Reshan pada Asha jauh lebih besar, walaupun Reshan baru menyadarinya sekarang.

"Harusnya kakak di samping kamu."

"Harusnya kakak ada ketika kamu dalam titik terendah."

"Harusnya kakak ...," Reshan terisak, suaranya tercekat oleh rasa yang membundah dalam dada. "Harusnya kakak bersamamu di detik-detik terakhir hidupmu. Maafin kakak ... meskipun maaf itu nggak akan pernah bisa nebus semua kesalahan kakak."

Reshan menangis, mengeluarkan semua air mata yang ia punya dengan rasa bersalah dalam dirinya. Adiknya meninggal. Reshan tidak pernah mengira umur Asha akan begitu pendek.

"Baru sadar, lo?"

Reshan menangis tersedu-sedu. Bersimpuh di samping pusara sang adik, tak mengindahkan sahutan dari orang fi belakangnya.

"Bangun!" titah Haiyan.

"Gue masih pengen di sini." Reshan menolak.

"Bangun! Gue punya perhitungan sama Lo," ucap Reshan, "dan tentang Asha."

Reshan menghapus air matanya dengan lengan bagian bawah. Merapikan bajunya yang sedikit kotor oleh tanah pemakanan.

Haiyan menatap Reshan menyedihkan. Mengisaratnya untuk pergi keluar dari area pemakaman. Reshan menurut dengan langkah lunglai mengekor pada Haiyan.

Asha's Notes [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang