22

721 46 0
                                    

Derap langkah kaki menyusuri jalan trotoar yang ramai. Di tengah kerumunan padat pemuda dan pemudi, Asha berjalan dengan santai. Ia memakai hoodie hitam dan celana jeans hitam, ia juga memakai masker dan tudung hoodienya.

Mata Asha melirik ke kanan dan kiri, mencari-cari dua monyet kesayangnya--bercanda. Siapa tau ketemu di sini? Pikirnya melantur.

Malam ini Asha akan bertemu dengan Sidhar dan Ube di sebuah kafe outdoor. Sebenarnya mereka hanya akan duduk-duduk dan mengobrol, serta minum kopi tentunya. Ah, Asha juga ingin memberitahu dua orang itu tentang Olimpiade tadi pagi.

Tangan Asha yang sedari awal berada di saku hoodie menggenggam ponsel miliknya, sekarang ia keluarkan. Menekan ikon pencarian di aplikasi Telepon dan mengetikkan nama Sidhar.

Sambungan terhubung.

Asha mengangkat tangannya menempelkan ponsel itu ke samping telinga.

"Hallo!"

__Asha Note's__

"Oh, iya, hallo. Lo ke mana aja, sih? Gue sama Ube udah dateng dari tadi," sahut Sidhar yang menjawab panggilan Asha.

Sidhar duduk menyilangkan kali kirinya, dengan badan condong ke depan, dan kedua siku yang bertumpu pada meja. Cowok itu memakai kaos hitam pendek dengan ujung lengan sedikit dilinting, katanya biar keren. Ia tadinya sedang bermain video game bersama Ube sebelum tiba-tiba mendapat telepon dari Asha.

"Eh, gue masih di jalan. Sekarang lagi di depan toko roti Bu Indah." Suara Asha di seberang sana sedikit tidak jelas karena ramai.

"Ya Allah, Ya Karim! Lo ngapain sampai sono? Lo salah jalan jauh baanget!"

Telinga Sidhar terasa berdenging karena suara Ube yang tepat berada di samping telinganya, kebetulan Ube juga menguping obrolan dua sohibnya itu. Sidhar terpejam sebentar sebelum mendelik. "Kuping gue sakit, bego!" hardiknya pada Ube, menjauhkan ponselnya agar Asha tidak mendengar.

Ube menjauhkan tubuhnya ke belakang, menghindar. "Weeees, santai!" katanya.

"Santai, santai. Pala lo mau gue bantai?!" ucap Sidhar ngegas membuat Ube bergidik ngeri.

"Hallo! Dhar!" panggil Asha yang sempat diabaikan Sidhar dan Ube.

"Hallo, Sha," sahut Sidhar kembali.

"Oh, iya, by the way ... sebenernya gue lupa lokasi itu kafenya di mana, hehe," Asha tertawa kering. Ya, seharusnya tidak lucu dan tidak ada yang lucu.

"Jemput, ya? Gue tunggu. Byee!" ucapan Asha tergesa lalu menutup sambungan telepon.

Sidhar meletakkan ponselnya ke meja menatap Ube yang sedang asik merokok santai di sampingnya.

"Ube," panggilnya.

Ube mendongak, mengangkat alis kirinya bertanya, "Apa?" Tangannya menjentik ujung abu rokok.

"Sana jemput Asha," suruh Sidhar pada Ube.

"Gue?" Ulul menunjuk dirinya sendiri.

Seketika Sidhar memasang wajah datarnya. Sepertinya mood Sidhar sedang buruk saat ini. Dan Ube menyadari dan mengetahui penyebabnya, jadilah ia hanya menurut.

"Oh, oke." Ube berhenti bercanda dan mengulurkan tangannya, mengisyaratkan meminta sesuatu.

"Apa?" tanya Sidhar yang masih loading. "Oh, gue nggak ada uang receh," lanjutnya.

Tangan Ube rasanya gatal sekali ingin menampol temannya itu ...

Plak!

"Kunci motor lo, lah, bego! Lo mau nyuruh gue jemput Asha pake apa? Awan?" sewot Ube.

Sidhar mengusap lengannya yang ditampol Ube. Tanpa banyak kata, Sidhar mengeluarkan kunci dari saku jeans hitamnya, memberikan pada Ube, dan Ube menerimanya cepat, langsung pergi.

Belum lama berlalu, sekitar 30-an menit. Ube kembali masuk ke kafe dengan berlari dan raut wajah cemas gelisah. Dia menggaet pundak Sidhar dan berteriak dengan napas memburu.

"Dhar! Asha! Asha ... dia ...." Ube megap-megap, tangannya menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak.

Sidhar kebingungan akhirnya berdiri dan mencekal lengan Ube yang melemas. "Apa? Lo ngomong apa? Yang jelas!" titahnya.

Untung saja keadaan kafe masih sangat sepi. Beberapa pegawai kafe yang melihat cukup terkejut, salah seorang dari mereka dengan baik hati memberikan segelas air putih untuk Ube.

Sidhar menerima air itu, membimbing Ube untuk duduk dan minum sebentar.

"Asha ...." ucap Ulul sesaat setelah menelan air itu.

Sidhar frustrasi. Ia dengan penasaran dan menuntut bertanya pada Ube meminta penjelasan. "Iya, Asha kenapa? Dia kenapa? Kok nggak sama lo? Bukannya tadi lo gue suruh jemput dia?"

Mata Ube memerah dan menjawab, "Asha ... tertabrak mobil!"

Saat itu juga tubuh Sidhar ambruk terduduk ke kursi. "Lo ngomong apa, bangsat!?" teriaknya tidak percaya.

Keduanya kalut, terdiam mencerna apa yang sedang terjadi.

"Dia di mana sekarang?"

Ube menunduk. "Gue ... nggak tau."

"Sialan! Sekarang ayo kita cari!"

Keduanya lalu pergi dengan tergesa. Meninggalkan kafe dan melajukan motornya secepat kilat membelah jalanan kota yang ramai. Dengan batin dan pikiran yang berkecamuk.

"Asha ... gue harap lo baik-baik aja," doa keduanya dalam hati.

__Asha Note's__

Kembali ke saat di mana Asha menutup sambungan teleponnya.

Asha melihat ke bawah, seorang anak kecil yang tadi menabraknya tengah duduk karena terjatuh, dan menangis.

Asha bingung sendiri, karena suara tangisan bocah 4 tahun itu banyak yang menatapnya melotot. Bahkan ada seorang ibu-ibu yang lewat memarahinya, "Dek, itu adeknya kok sampai nangis gitu? Suruh diem, ya."

Oke, sejujurnya Asha ingin berkata jika bocah itu bukan adiknya, tetapi ia justru mengangguk mengiyakan.

Sekarang Asha jongkok di depan bocah itu.

"Jangan nangis, hm?" ucapnya mencoba selembut mungkin.

Tetapi bocah itu justru menangis sangat keras karena melihat Asha memakai masker dan tudung hoodie.

Asha kelabakan sendiri, ia lalu mencopot masker dan tudung hoodie itu. Buru-buru Asha menggendong bocah itu untuk sedikit menyingkir.

"Udah, ya, jangan nangis. Kakak nggak jahat, kok." Asha mengelap air mata bocah itu.

Bocah itu melongo lugu, melihat wajah Asha yang--bisa dibilang tampan, bocah itu diam dan tidak menangis lagi.

Asha tersenyum. "Mama kamu ke mana?"

Bocah perempuan itu menggeleng dengan polosnya, pipi gembulnya bergetar, membuat Asha gemas ingin menggigit pipi bulat merah itu.

"Kita cari mama kamu, ya?"

Bocah itu mengangguk.

Asha pun mengajak bocah itu berkeliling untuk mencari ibu si bocah. Asha juga sesekali menunjukkan lampu berwarna-warni, mainan yang dijual mamang-mamang keliling, membuat bocah itu tertawa bahagia sambil bertepuk tangan.

"Huh, mama kamu kemana, ya?" Asha kelelahan menggendong bocah itu.

Bocah itu turun dari gendongan Asha, menatap sekeliling lalu matanya menangkap sesuatu. Bocah itu menarik-narik celana Asha dengan tangan mungilnya, sedangkan tangan satunya menunjuk sesuatu yang menarik matanya.

Asha melihat gelagat bocah itu lalu berjongkok dan bertanya, "Siapa? Mama kamu?"

Bocah itu menggeleng. "Es kyim," ucapnya seraya tersenyum memamerkan gigi susunya.

"Oh ... kamu mau es krim? Yaudah ayo, kakak beliin es krim." Asha kembali mengangkat bocah itu dan menggendongnya seperti koala menuju penjual es krim.

"Pak, es krimnya satu, rasa campur aja," pesan Asha pada bapak-bapak si penjual es krim.

Asha's Notes [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang