Di suatu pagi yang cerah, ketiga remaja berjalan berbarengan di lorong koridor sekolah. Berjalan bak model papan atas di tengah ramainya siswa-siswi yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, tidak mempedulikan ketiga remaja itu. Ketika mereka akan memasuki sebuah ruangan kelas, tiba-tiba ....
"Eitttz ... Berhenti-berhenti!" Dari arah belakang terdengar suara nyaring seseorang.
Mereka bertiga yang adalah Asha, Sidhar dan Ube berbalik badan serempak. Dapat dilihat jika di hadapan mereka tiga orang siswi yang memakai seragam sama persis seperti mereka, tentu saja pakai rok--bukan celana seperti yang Asha dan kawan-kawannya pakai.
"Lo, lagi ... lo, lagi ... mau apa ke sini, hm?" Ube bertanya dengan tatapan remeh.
"Kami bertiga ke sini mau ngajak kalian bertiga battle!" jawab seorang gadis yang dengan raut wajah lebih galak dari dua temannya.
"Hm? Hahaha! Nggak ada kapok-kapoknya, ya, kalian? Dari SD, SMP, sampai SMA pun nyari gara-gara mulu. Nggak bosen?" Sidhar tertawa hingga menular pada Ube dan Asha yang tertawa geli.
"Nggak, tuh," jawab gadis itu acuh tak acuh. "Lo! gue tantang, lo, buat rebutan jadi peringkat satu se-angkatan semester ini." Gadis tadi, ber-nametag 'Sadira M' menunjuk Asha.
"Yakin? Gue, takut ntar lo kalah, terus nangis lagi, hahaha!" Asha tidak kuasa menahan tawanya lagi.
Ketiga gadis itu, selalu merecoki Asha dan kawan-kawannya sedari Sekolah Dasar. Ada saja yang dilakukan ketiga gadis itu yang berambisi ingin mengalahkan Asha dan kawan-kawannya dalam segala hal, dari akademik maupun non-akademik. Namun sayang, mereka selalu selangkah dibelakang Asha dan kawan-kawannya.
"Gue pernah kalahin, lo, kalo lo lupa." Dengan bangganya Sadira berucap.
"Hidih ... kalahin sekali doang, bangga, Asha aja yang menang terus biasa aja, tuh," Ube menyahut. Memang benar jika Asha dan Sadira selalu bersaing memperebutkan gelar peringkat satu, dan Sadira pernah mengalahkan Asha sekali. Perlu diingat, Sekali!
"Halah! nggak usah banyak bacot, deh! Setelah ini, gue mau kita damai. Gue janji ini bakal jadi battle terakhir, sebenernya gue tuh capek, tapi sayangnya, ada manusia nggak ada otak yang ngasih tantangan," jelas Sadira panjang lebar.
"Oke. Gue setuju," jawab cepat Asha.
"Lo! Gue tantang, lo, buat duel basket di lapangan seminggu lagi," ucap seorang gadis di samping kiri Sadira, dengan raut wajah datarnya menunjuk Sidhar, itu Marry.
Sidhar tersenyum miring dan berdeham meng'iyakan.
"Ube, Pita mau tantang Ube lomba makan!" Seorang gadis dengan perawakan mungil di samping kanan Sadira menatap Ube.
Seketika Ube menjatuhkan rahangnya ternganga. "Hah? Lomba makan? Ck! nggak ada lomba yang lebih keren gitu? Asha rebutan peringkat, Sidhar duel basket, masa gue lomba makan, sih?" Ube berdecak. "Eh, tapi by the way makanannya gratis, 'kan?" lanjutnya berbinar. Dari dua sabahatnya, Ube memang yang paling suka makan.
"Yang kalah, yang bayar! Pita nggak tau mau ajak Ube lomba apa selain makan." Gadis bernama Gempita itu melengkungkan bibirnya ke bawah.
"Oke cukup! Kalo kami menang, kalian harus jadi babu kita-kita selama sebulan. Kalo kalian?" Sadira melipat kedua tangannya di depan dada.
"Samain," jawab cepat Sidhar. "Kami juga mau jadiin battle kita yang terakhir dan setelah itu damai. Setuju?!" lanjut Asha berseru.
"Setuju!" semuanya berseru.
"Sampai jumpa di arena battle. Skuy cabut!" Sadira menginterupsi kedua temannya untuk pergi.
Asha dan kedua sahabatnya menatap kepergian Sadira dan kawan-kawannya biasa saja.
"Tumben lo setuju, Sha? Biasanya juga lo tolak kalo mereka ngasih tantangan," Sidhar bertanya bingung.
"Pengen aja," jawab acuh tak acuh Asha lalu berjalan memasuki kelas meninggalkan Sidhar dan Ube yang mencibir.
"Yang pinter mah beda. Ya, 'kan, Dhar?" Ube berucap sembari mengupil dengan jari kelingkingnya, dan mata yang terpejam sebentar. Beberapa detik tidak ada sahutan, Ube membuka mata dan tidak menemukan Sidhar yang sudah masuk ke dalam kelas. "Dih, katanya kawan, kok ninggalin? Bangke lo, Dhar!"
__Asha Note's__
"Maaf / Maaf," ucap Asha dan Haiyan hampir bersamaan.
Haiyan menatap sendu Asha yang sudah beberapa hari ini menjauhinya. Kini mereka berdua bertemu di parkiran sekolah. Asha yang akan mengambil sepedanya dan Haiyan yang selalu menunggu Asha, walaupun Haiyan tidak berani menemuinya beberapa hari terakhir. Namun, sekarang mereka memilih mengakhiri hal kekanakan yang sudah mereka lakukan.
"Asha ... gue minta maaf ... seperti kata lo, gue nggak akan lagi ikut campur urusan lo dan keluarga lo. Gue juga sadar kalo gue bukan siapa-siapanya lo--"
"Nggak ... Abang nggak salah, Asha yang harusnya minta maaf karena udah ngomong kasar sama Abang. Asha ... jujur nggak suka sama cara Abang yang terlalu protektif sama Asha." Asha menunduk.
"Nggak pa-pa ... kalo gue jadi Reshan, gue pasti bahagia banget punya adek kayak lo." Haiyan tersenyum sedih teringat kembali oleh adiknya.
"Abang ngomong apa? Asha kan adeknya Abang juga." Asha mendongak menatap Haiyan yang lebih tinggi darinya.
Haiyan tertawa geli, lalu tangannya terulur untuk mengusak rambut Asha. "Iyaaa adeknya Abang." Lalu mencubit kedua pipi tirus Asha hingga membuat sang empunya mengaduh.
"Abang, sakit!" Asha melepaskan tangan Haiyan.
"Udah dimaafin, belum?" tanya Haiyan yang di beri anggukan Asha, lucu.
"Wehh ... dah baikan, nih? Gitu, dong, dari kemaren-kemaren, kek! 'Kan kami berdua nggak usah repot-repot ngurus Asha yang kayak cewek pms, marah-marah mulu." Ube yang baru datang merangkul pundak Asha akrab.
"Oh, iya ... kok, lo sendirian. Tumben? Itu curut satu kemana?" Haiyan yang menyadari jika Ube sendirian.
"Udah pulang dia. Katanya ada urusan ... apa gitu gue nggak paham." Ube menjawab, lalu matanya meneliti di samping tubuh Haiyan lalu tersenyum cerah. "Bang Iyan ... gue nebeng, ya?" ucap Ube memelas menirukan tingkah laku Asha.
"Dih, ngapa lo?" Haiyan meraup wajah Ube kasar. "Pulang sendiri sana!" usirnya.
Ube berjalan ke arah motor Haiyan dan langsung menduduki jok belakang motor itu. "Ck! Sekali aja, sih, pelit amat. Biasanya 'kan, gue nebeng Sidhar, tapi dia udah duluan tadi. Untung nggak sia-sia nungguin, lo ternyata bawa motor." Menunjukkan gigi gingsulnya.
Asha tersenyum kecil. "Asha pulang duluan, ya. Udah sore soalnya. Da-dahhh! Abang, Ube ...." Asha lalu mengendarai sepedanya dan pergi.
Seketika senyum konyol Ube menghilang digantikan wajah datar.
"Nggak usah gitu mukanya, nggak cocok! Yaudah, yok! gue anterin pulang. Ke rumah lo 'kan?" tanya Haiyan.
Ube menggeleng lemah. Haiyan menghela napas mengamati ekspresi Ube, lalu segera menaiki motornya membonceng Ube pergi keluar dari sekolah.
"Sekarang gimana?" Haiyan memulai pembicaraan.
Ube yang melamun dalam boncengan Haiyan pun tersentak. "Gue ... nggak tau," gumam Ulul pelan.
"Gue harus gimana, Bang? Gue udah capek kayak gini." Ube mendongak menatap gemerlap lampu gedung-gedung tinggi di tanah ibukota ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asha's Notes [Tamat]
DiversosSudahi bucinmu, mari membaca kisah seorang lelaki remaja bernama Asha bersamaku! Sudah End, Tamat dan Selesai✔ Cerita Complete✔ *** Blurb: Akasha Adhyaksa, seorang anak laki-laki yang berkeinginan mendapatkan kembali perhatian keluarganya. Meskipun...